8 Strategi Ketahanan Keluarga Menghadapi Gejolak Geopolitik di Timur Tengah
Oleh: Julianda Boang Manalu
Gejolak global kian nyata terasa hingga ke ruang-ruang kecil dalam kehidupan keluarga kita. Konflik geopolitik di Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Iran, telah memicu lonjakan harga minyak dunia, mengganggu pasokan logistik global, hingga mengganggu stabilitas pasar.Â
Walau nyatanya persoalan ini terjadi ribuan kilometer dari kita, dampaknya merambat jauh---menyentuh dapur keluarga hingga nilai rupiah dan harga sembako. Kondisi ini memaksa kita untuk merefleksikan ulang seberapa tahan keluarga-keluarga Indonesia menghadapi arus ketidakpastian global.
Tulisan ini ingin menyajikan refleksi kritis: bagaimana keluarga Indonesia dapat membangun strategi ketahanan pada level domestik? Apa saja elemen internal dan eksternal yang perlu diperkuat agar keluarga tidak hanya sekadar bertahan, tetapi sekaligus berkembang saat dunia bergejolak?Â
Melalui penelitian sederhana, kejadian riil, dan narasi kemanusiaan sehari-hari, semoga barisan pemikiran ini bisa menjadi inspirasi bagi orang tua, anak, hingga komunitas untuk bergerak secara nyata.
1. Menyadari Dampak Gejolak Global di Skala Mikro
Megabencana global, seperti konflik di Timur Tengah, mungkin terdengar jauh dan komplek. Namun, bagi keluarga di pedesaan, kota besar, hingga pinggiran negeri, efeknya mengendap perlahan.Â
Salah satu contohnya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang memicu inflasi biaya distribusi bahan pokok.Â
Pada awal Juni 2025, harga minyak mentah Brent menyentuh hampir US$ 74 per barrel setelah serangan udara Israel ke Iran---menandai lonjakan hampir 7 persen dalam satu hari .Â
Lonjakan ini tak pelak memberikan tekanan pada struktur biaya pengangkutan hasil tani, produk manufaktur, hingga bahan bakar bagi kendaraan umum dan pribadi. Bagi sebuah keluarga, hal sederhana seperti BBM rumah tangga, belanja harian, dan transport anak ke sekolah menjadi lebih berat.
Ketidakseimbangan harga ini kemudian menggulung tuntutan tambahan untuk menstabilkan ekonomi keluarga. Dalam menjawab tantangan ini, kesadaran bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam struktur sosial ekonomi harus menjadi benteng pertama menjadi krusial. Namun apa artinya sebenarnya "keluarga sebagai benteng" di tengah krisis global?