Penulis sedikit tergelitik ingin membahas terminologi kata "Alai". Menjadi menarik karena kata "Alai" kini ber-homofon dengan suatu kata yang sangat populer di era sekarang, terutama di dunia maya yaitu kata"Alay".
Kata "Alay" yang merupakan akronim dari kata Anak Layangan, memang mempunyai makna unik yaitu sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia yang menggambarkan stereotipe gaya hidup norak, kampungan, hiperbolis atau latah teknologi. Sehingga memang bisa menyebabkan misleading atau salah arti jika seseorang mengaku bahwa dia adalah orang Alai, mungkin sebagian orang akan tertawa mendengarnya.
Tapi tak mengapa, bagi penulis kata "Alai" ini kata yang membanggakan untuk diucapkan dan diakui jika kita memahami makna sebenarnya. Setidaknya terdapat 3 makna dari kata "Alai" yang penulis dapati dari penelitian sederhana yaitu:
1. Alai dari asal usul kata (Toponim)
Menurut penelusuran yang penulis lakukan kata Alai ini  terbagi lagi menjadi 3 makna pokok yaitu:
- Alai adalah nama sungai yang mata airnya mengalir dari pegunungan Meratus dan sampai saat ini nama sungai tersebut masih disebut sungai Alai/sungai Batang Alai.
- Alai dalam bahasa Banjar kuno atau Dayak Meratus mempunyai makna hutan belukar atau sungai itu sendiri. Keterangan ini diperoleh dari seorang rekan asli warga Dayak Labuhan dan berprofesi sebagai Guru Bahasa Indonesia.
- Alai berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia semakna dengan kata Kedaung yaitu suatu jenis pohon yang masih satu famili dengan Petai namun memiliki pohon yang lebih besar dan tinggi.
Dari ketiga makna tersebut sepertinya ada keterkaitan, antar makna terdapat hubungan yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Jika digabungkan maka kata Alai dapat dimaknai sebagai suatu sungai yang dipinggirnya terdapat hutan berlukar yang banyak ditumbuhi pohon Kedaung/Petai. Gambaran ini sangat relevan jika kita melihat topografi di sepanjang sungai Alai mengalir. Akan sangat banyak ditemui belukar dengan berbagai macam vegetasi yang tumbuh di sekitarnya termasuk Kedaung/Petai itu sendiri.
2. Alai sebagai indentitas teritorial
Sebagai teritorial, kawasan Alai sudah lama dikenal bahkan sejak era awal berdirinya Kesultanan Banjar pada awal abad ke-16 misalnya hikayat Banjar tentang penaklukan daerah Batang Alai oleh Kiai Tatah Jiwa dan hijrahnya Pangeran Tumenggung ke Alai pasca "kalah perang" dengan keponakannya yaitu sultan Suriansyah (Pangeran Samudera). Tak hanya itu, di beberapa catatan Belanda yang berangka tahun abad ke-19 sampai dengan ke-20 juga sering ditemui kata Distrik Alai yang biasa ditulis dengan "Alaij, Alaijsche, Allei dan Alai" yang merujuk kepada wilayah administrasi kabupaten Hulu Sungai Tengah di era modern. Distrik Alai oleh pemerintah Pemerintah Hinda Belanda kemudian dimekarkan pada 1868 menjadi Distrik Batang Alai dan Distrik Laboehan Amas yang sebelumnya merupakan bekas distrik (kedemangan) bagian dari wilayah administratif district Alaij en Amandit Afdeeling Amonthaij, kemudian menjadi Onderafdeeling Batang Alai dan Labuan Amas pada zaman kolonial Hindia Belanda.
Dalam makna yang lebih sempit dan dalam konteks era modern ini kawasan yang masih memakai identitas Alai adalah kecamatan Batang Alai yang terdiri dari Batang Alai Timur yang berada di pegunungan Meratus, Batang Alai Selatan yang berada di kaki pegunungan Meratus dan Batang Alai Utara yang berada di daerah hilir, ketiga kecamatan ini memanjang di Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai Batang Alai. Jadi, apabila seseorang mengaku sebagai orang Alai, ini bermakna dia atau leluhurnya berasal dari daerah ini, contoh: saat ini hanya orang yang berasal dari 3 kecataman tersebut yang menyebut dirinya secara ekslusif sebagai orang Alai, adapun misalnya orang yang berasal dari kota Barabai mereka tidak menyebut dirinya sebagai orang Alai lagi walapun sebagian kecil masih ada. Sebenarnya makna Alai akan sangat luas jika kita memaknai dari segi budaya, sebagaimana dijelaskan pada poin berikutnya.
Lebih luas lagi, sebagaimana dimaklumi bahwa Suku Banjar terdiri dari beberapa sub suku yang secara garis besar terbagi menjadi tiga yaitu Banjar Kuala (Kota Banjarmasin dan sekitarnya), Banjar Batang Banyu (Wilayah Banua Lima era abad-19 dan sekitarnya) dan Banjar Hulu Pahuluan. Banjar Alai sendiri merupakan bagian dari Banjar Pahuluan dan lebih identik dengan masyarakat yang berasal dari Kabulpaten Hulu Sungai Tengah (Barabai) secara umum atau kecamatan Batang Alai secara khusus.
Identitas ini terkonfirmasi tatkala penulis melakukan lawatan dan perbincangan dengan "urang Banjar Alai" yang berada di perantauan seperti Sumatera dan Semenanjung Malaysia. Rata-rata mereka adalah orang yang beretnis Banjar namun lahir dan besar di negeri rantau atau di tanah pemadaman. Setelah dilakukan diskusi lebih dalam, khusus mereka yang mengaku Banjar Alai rata-rata leluhur mereka berasal dari daerah kabupaten Hulu Sungai Tengah saat ini yaitu dari daerah Pelajau, Birayang, Aluan, Ilung dan Haruyan atau lebih mudahnya merujuk kepada wilayah Kecatamat-kecamatan di pinggiran kota Barabai saat ini. Bahkan kami dapati pula leluhur mereka berasal dari daerah administrasi kabupaten Balangan saat ini seperti Lok Batu dan Batu Mandi, sehingga makna Alai disini meluas tidak hanya untuk masyarakat yang ada di kecamatan Batang Alai saja namun lebih luas lagi yaitu wilayah-wilayah yang saat ini berada dalam administrasi Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan sekitarnya seperti yang penulis sampaikan sebelumnya.