Pernahkah kau merasakan sebuah kesunyian yang mengganggu? Itulah yang kurasakan saat tidur di hari pertama di rumah baruku, di kamar baruku. Aku tidak tinggal di dalam hutan belantara, tetapi keheningan yang tanpa jeda ternyata bisa mengganggu tidurku. Aku terbangun di malam buta. Kamarku gelap, hanya ada penerangan samar-samar dari lampu teras. Sesaat aku mulai percaya bahwa ada makhluk-makhluk dari dimensi lain yang menghuni kamarku. Di rumahku yang lama, aku bisa bangun gara-gara kebelet buang air kecil dan setelah itu kembali tidur, tapi kali ini mataku tetap nyalang meskipun aku sudah berniat kembali tidur.
Mataku melihat buku harian bernama Tisha yang masih tergeletak di meja nakas di samping tempat tidurku. Rasa ingin tahu menggodaku. Kuambil diari itu dan kubaca kembali tulisan-tulisan berikutnya.
Minggu, 28 februari 1988
Sudah seminggu gue nggak masuk sekolah. Sakit batuk. Sekarang saja gue nulis sambil mendengarkan Say You Say Me-nya Lionel Richi. Di luar hujan. Enak banget hujan-hujan sambil mendengarkan radio. Selama nggak masuk, kerjaan gue cuma dengerin radio. Rasanya asyik banget, nggak pernah terpikir soal pelajaran. Jujur, ya, gue sudah jenuh sekolah, Tis. Sayangnya, aku masih SMP. Kalau sudah SMA, rencananya aku kepengin bengong aja, mungkin cari kerja yang enak, ikut kursus. Kalau ada duit, maunya sih, kuliah. Biarpun sama aja belajar lagi, tapi kayaknya kuliah lebih enak daripada sekolah. Rasanya di SMP otakku diperas habis-habisan.
Aku menghela napas. Yang dia rasakan sama dengan yang kurasakan. Waktu itu aku juga merasa jenuh dengan sekolah. Namun, sudah kepalang tanggung. Sekarang, beberapa bulan lagi aku akan lulus kelas 12. Sudah pasti aku akan kuliah, karena aku sudah ikut tes masuk di beberapa perguruan tinggi swasta, meskipun belum tahu hasilnya.
Aku beranjak membuka tirai kamarku. Suasana di luar tampak gelap gulita meskipun samar-samar aku bisa melihat celah di antara pepohonan. Daun-daun pinus bergerak-gerak terembus angin. Tampaknya angin bertiup cukup kencang, bahkan desaunya terdengar sampai menembus jendela kamar.
Waktu menunjukkan pukul 2 pagi. Astaga! Beberapa jam lagi aku sudah harus bangun lagi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Namun hasratku untuk tidur sudah musnah. Aku terpikir untuk membuka laptop-ku.
Sudah lama aku tidak menulis. Mungkin ini saat yang tepat. Apa aku harus memberi nama untuk laptop-ku seperti Tisha? Entah harus kuberi nama apa. Jadi kutulis ini saja.
Apakah kamu harus kuberi nama? Ada buku harian yang diberi nama Tisha. Tapi itu adalah buku, sedangkan ini laptop, bukan buku. Atau kusebut saja kamu Moni, layar monitor yang biasa menjadi tempatku bercerita. Bagaimana? Cukup keren, kan?!
Bah! Aku terkekeh sendiri. Tulisan macam apa ini? Namun apa yang kau harapkan dari tulisan yang dibuat pada jam 2 pagi, ketika otak masih layu. Aku menguap lebar-lebar. Lalu perhatianku kembali beralih kepada buku harian itu. Aku tergerak untuk meneruskan membaca.