Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Pedoman Menulis Fiksi Surealis

30 Desember 2019   09:09 Diperbarui: 30 Desember 2019   17:44 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Shutterstock

Hai, Kompasianer!

Fiksi beraliran surealisme bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia sastra. Walau informasi-informasi edukatif mengenai jenis fiksi ini bertebaran di mana-mana, tidak banyak yang menjelaskan pedoman-pedoman yang harus dilakukan seorang calon penulis surealisme ketika hendak membuat karya. Artikel kali ini ditujukan untuk Kompasianer yang ingin mencoba menulis fiksi surealisme.

Dalam artikel ini saya akan menjelaskan pedoman-pedoman menulis fiksi surealisme yang telah saya rangkum menjadi empat poin (berdasarkan pengalaman saya membaca berbagai fiksi surealisme), serta contoh karya-karya fiksi luar biasa yang dapat dijadikan acuan.

Selamat membaca!

1. Kadar Fantasi yang Secukupnya

Fiksi surealisme adalah "jembatan" antara fiksi realis dan fiksi fantasi. Biar begitu, karena surealisme identik dengan sesuatu yang abstrak, orang-orang terkadang menganggapnya setara dengan fantasi. Kenyataannya, surealisme perlu "sebanyak mungkin" hal-hal yang realis. Apabila ada terlalu banyak unsur fantasi dalam suatu karya tulis, maka karya tersebut akan kehilangan "keanehannya".

Jika kehilangan "keanehannya", maka karya tersebut menjadi karya fantasi seutuhnya, karena tentu saja kita tidak merasa keberadaan ibu peri adalah hal yang aneh ketika membaca kisah Cinderella, bukan? Maka, untuk mencipta fiksi surealisme, pastikan karya tulis yang Kompasianer ciptakan memiliki unsur realistis yang jauh lebih banyak daripada "bumbu-bumbu aneh"-nya.

Mungkin penjelasan di atas tidak memberikan pemahaman yang sempurna, mengingat penjelasan tersebut adalah teori belaka. Maka, silakan baca cerita Metamorphosis karya Franz Kafka, agar Kompasianer mendapat pemahaman utuh terkait poin ini. Sederhananya, kisah tersebut meceritakan tentang seorang pria yang tiba-tiba berubah menjadi serangga.

Respon pria tersebut tidak berbeda jauh dengan respon kebanyakan manusia di dunia nyata, yaitu konflik batin berlebihan. Penggambaran konflik batin, bahkan usaha si pria untuk menghindar dari orang-orang di rumahnya karena perubahan fisiknya yang tidak biasa tersebut, menunjukkan bahwa Kafka tetap mengedepankan unsur-unsur realistis dalam karya yang cenderung absurd ini.

2. Metafora dan Personifikasi

Terkadang, kita memiliki pengalaman-pengalaman nyata yang terlalu sedih atau terlalu cheesy untuk dikisahkan sebagai cerita pendek atau prosa. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk menyampaikan kisah-kisah nyata tersebut tanpa terasa sedih atau cheesy adalah dengan menyajikannya dalam bentuk fiksi surealisme. Misalnya, ketika menulis kisah remaja dan menggambarkan seseorang yang sedang jatuh cinta diam-diam, kita tidak perlu menuliskan secara gamblang "A jatuh cinta kepada B, tapi B tidak tahu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun