Mohon tunggu...
Livia Halim
Livia Halim Mohon Tunggu... Penulis - Surrealist

Surrealism Fiction | Nominator Kompasiana Awards 2016 Kategori Best in Fiction | surrealiv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Puluhan Nyaris dalam Kamarmu

13 Juni 2019   09:00 Diperbarui: 14 Juni 2019   20:36 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
theglobeandmail.com

Coba sekarang ingat-ingat berapa banyak Nyaris dalam duniamu.

Berapa kali kamu terpaksa bangun dari tidurmu karena alasan yang cuma kamu yang tahu, padahal kamu nyaris selesai mencipta kota dalam mimpimu?

Kamu terbangun pukul dua pagi. Kamu terkejut melihat puluhan Nyaris masih terjaga di kamarmu. Kamu jelas tidak lagi merasa heran karena kamu tahu mereka selalu ada di sini. Hanya saja, kamu merasa beberapa jam lalu tidak sebanyak ini.

Kamu lupa mengapa sebagian besar dari mereka ada, maklum, kamu jarang bercakap dengan mereka. Mungkin pernah beberapa kali? 

Mereka semua serupa dirimu. Ada yang ukurannya agak kecil karena ia terjebak di usia lima tahun. Nyaris yang itu menangis terlalu kencang. Kamu tidak ingat mengapa ia menangis. Bisa jadi hal sepele sebatas nyaris dibelikan buku dongeng oleh ibu jika kamu banyak makan sayur, namun kamu memuntahkannya.

Kalau kamu merasa bukan, lalu ada apa? Ada yang ukurannya agak besar, tapi tidak seukuran dengan kamu yang sekarang. Ia terlihat selalu kesal dan marah. Kamu ingat ada beberapa hal yang membuatnya marah kala itu. Mungkin karena seorang teman di sekolah, yang kamu tahu siapa.

Ada  Nyaris yang baru kamu sadari keberadaannya beberapa detik yang lalu. Tentu saja, karena lagi-lagi kamu nyaris memiliki percakapan sepanjang subuh, namun kamu memutuskan untuk berhenti mulai hari ini. Kamu juga tahu, percakapan panjang itu tidak selalu membutuhkan lawan bicara yang duduk bersila di hadapanmu.

Kamu bahkan tidak harus menelepon manusia berjarak jauh hanya untuk menghadirkan sesi percakapan. Meski kini jelas kamu tahu kamu bisa berbincang dengan dirimu sendiri, tapi kamu memutuskan untuk berhenti mengenali dirimu, dirimu yang menanungi tubuhmu, atau mungkin dirimu dalam wujud manusia lain dan benda-benda lain.  

Jadi, begitu caramu perlahan-perlahan berubah menjadi Nyaris nomor sekian. Sebenarnya, besok pagi, kalau kamu masih dirimu dan sedang bercermin, kamu tidak perlu ragu untuk bertanya, "Apa kabarmu, sesungguhnya?"

Biar begitu, kemungkinan besar cerminmu baru saja pecah. Nyaris yang membenci dirinya sendiri baru saja membenturkan kepalanya berkali-kali ke satu-satunya cermin besar milikmu yang sudah lama kamu tutup kain.

Selain perlu mengkhawatirkan luka parah di kepalanya, kamu juga harus membersihkan serpihan pecahan cermin yang bertebaran di lantai. Kelak, begitu kamu menyadari ada terlalu banyak "mungkin" dalam kisah ini, kamu tahu harus kesal, mengeluh, dan bertanya ke siapa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun