Mohon tunggu...
Litana ArdenLunarta
Litana ArdenLunarta Mohon Tunggu... Mahasiswa Uninersitas Airlangga

Mahasiwa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Healthy

TBC Bisa Sembuh Total: Asal Tahu dan Mau Berobat Sampai Tuntas

24 Mei 2025   21:37 Diperbarui: 26 Mei 2025   13:27 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuberkulosis (TBC) tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Indonesia, dengan negara ini menempati peringkat kedua tertinggi dalam jumlah kasus TBC secara global pada tahun 2022, menyumbang sekitar 10% dari total kasus dunia. Meskipun upaya pengendalian telah dilakukan, prevalensi TBC di Indonesia masih tinggi, dengan insidensi mencapai 387 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2023. Kondisi ini menunjukkan bahwa TBC tetap menjadi beban kesehatan yang serius dan memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya.

Salah satu tantangan utama dalam pengendalian TBC di Indonesia adalah rendahnya tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan, yang dapat menyebabkan kegagalan terapi dan peningkatan risiko resistensi obat. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga memiliki peran penting dalam meningkatkan motivasi dan kepatuhan pasien terhadap regimen pengobatan TBC. Oleh karena itu, edukasi yang tepat kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menyelesaikan pengobatan hingga tuntas sangat krusial untuk mencapai kesembuhan total dan mencegah penyebaran lebih lanjut.

Salah satu tantangan utama dalam pengendalian TBC di Indonesia adalah rendahnya tingkat kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Banyak pasien menghentikan pengobatan sebelum waktunya karena merasa gejala telah membaik, mengalami efek samping obat, atau menghadapi kendala ekonomi dan akses ke fasilitas kesehatan. Ketidakpatuhan ini berkontribusi pada peningkatan kasus TBC resistan obat (TBC RO), yang lebih sulit dan mahal untuk diobati. Selain itu, stigma sosial terhadap penderita TBC menyebabkan banyak pasien enggan mencari pengobatan atau melanjutkan terapi hingga tuntas.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, berbagai strategi telah diterapkan, termasuk pendekatan pengobatan langsung diawasi (DOTS) dan pelibatan keluarga dalam mendukung kepatuhan pasien. Program edukasi masyarakat juga digalakkan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menyelesaikan pengobatan TBC hingga tuntas. Namun, meskipun upaya-upaya ini telah dilakukan, tingkat keberhasilan pengobatan TBC di Indonesia masih belum mencapai target yang diharapkan, menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih inovatif dan terintegrasi.

Untuk mengatasi tantangan dalam pengendalian TBC, Kementerian Kesehatan Indonesia telah menerapkan enam strategi utama, termasuk penguatan promosi dan pencegahan, pemanfaatan teknologi, serta integrasi data dengan rumah sakit dan Puskesmas. Inovasi lainnya mencakup e-learning TBC yang telah diakses lebih dari 491.000 tenaga kesehatan serta penerapan sertifikat kesembuhan otomatis bagi pasien. Pemerintah juga memperkuat keterlibatan lintas sektor dengan mendorong pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan TBC (TP2TB) sebagaimana amanah dari Perpres No. 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Saat ini TP2TB telah dibentuk di 21 provinsi dan 142 kabupaten/kota. Kolaborasi dengan kementerian/lembaga, komunitas, media, serta pemanfaatan dana desa menjadi bagian penting dalam upaya ini.

Pemanfaatan teknologi dalam deteksi dan pengobatan TBC telah menjadi fokus utama dalam upaya pengendalian penyakit ini. Penggunaan alat seperti X-ray portable, Tes Cepat Molekuler, dan PCR telah diperkuat untuk mempercepat penemuan kasus. Selain itu, inovasi seperti e-learning TBC telah diakses oleh lebih dari 491.000 tenaga kesehatan, meningkatkan kapasitas mereka dalam menangani TBC. Penerapan sertifikat kesembuhan otomatis bagi pasien juga merupakan langkah maju dalam sistem pengobatan TBC. Kolaborasi lintas sektor, termasuk pembentukan Tim Percepatan Penanggulangan TBC (TP2TB) di berbagai daerah, menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengintegrasikan berbagai elemen masyarakat dalam upaya eliminasi TBC. eskipun berbagai strategi telah diterapkan, masih terdapat kesenjangan antara kebijakan nasional dan implementasi di lapangan. Studi oleh Soeroto et al. (2023) menyoroti bahwa perawatan TBC resistan obat (DR-TB) di Indonesia menghadapi tantangan berupa penurunan jumlah pasien yang menyelesaikan pengobatan dan keterlambatan dalam memulai terapi. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih efektif dalam manajemen DR-TB. 

Analisis oleh Soeroto et al. (2023) mengidentifikasi kesenjangan kebijakan dalam mengatasi kegagalan pasar dan ketidaksesuaian antara Program TBC Nasional dan kebijakan asuransi kesehatan. Ketidaksesuaian ini berdampak pada aksesibilitas dan keberlanjutan layanan TBC, terutama bagi kelompok rentan. 

Dengan demikian, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, masih terdapat celah dalam penelitian dan implementasi program TBC di Indonesia. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi untuk mengatasi tantangan ini dan mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030.

Refrensi :

  • World Health Organization. (2023). Global Tuberculosis Report 2023: TB Disease Burden. WHO. https://www.who.int/teams/global-programme-on-tuberculosis-and-lung-health/tb-reports/global-tuberculosis-report-2023/tb-disease-burden/1-1-tb-incidence

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Healthy Selengkapnya
    Lihat Healthy Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun