Mohon tunggu...
Lisa Noor Humaidah
Lisa Noor Humaidah Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat buku dan tulisan

Tertarik pada ilmu sosial, sejarah, sastra dan cerita kehidupan. Bisa juga dijumpai di https://lisanoorhumaidah.com

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Perjuangan Hidup, Perjuangan Penuh Makna: Review Buku Wild Swans karya Jung Chang

1 September 2022   12:38 Diperbarui: 2 September 2022   02:42 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wild Swans karya Jung Chang (sumber: koleksi pribadi)  

Setiap kata yang terangkai dalam buku memoir ini seperti kalimat dan untaian yang bernyawa. Belum lagi soal detil cerita dan peristiwa. Ia tak hanya menghadirkan kisah yang merekam sejarah bagaimana peradaban China modern dibangun. Namun juga kita seperti menyaksikan bagaimana peristiwa itu berlangsung, begitu dekat. Seperti teman dekat yang sedang menceritakan kisahnya. Ada banyak bagian yang membuat saya mengernyit, takjub bahkan menimbulkan gemuruh di dada karena haru.

Begitulah kesan yang saya bawa setelah membaca buku berjudul Wild Swans, Three Daughters of China karya Jung Chang. Buku setebal hampir 700 halaman ini pertama kali dicetak di Inggris Raya tahun 1991. Dan buku yang saya baca ini, dengan beberapa pembaharuan adalah cetakan ke 25! Salah satu buku memoir terlaris di dunia, diterjemahkan kurang lebih ke 40 bahasa berbeda, belum termasuk Indonesia. Meskipun demikian, buku ini tidak diperbolehkan beredar di negara asal Chang, China.

Buku memoir ini mengisahkan tiga generasi keluarga: Nenek, Ibu dan Jung Chang sang penulis buku sendiri. Mereka bertiga hidup dengan latar belakang peristiwa sejarah di China terutama di bawah kekuasaan Mao Zedong.

Tentang Nenek Yu-fang (1909 –  1969)  

Yu-fang, Nenek Jung Chang lahir pada tahun 1909 dan tumbuh pada saat negara China dalam situasi kebingungan. Saat itu kekuasaan Dinasti terguling dan digantikan dengan negara Republik yang masih lemah. China menghadapi penjajahan Jepang, Rusia, dan juga konflik internal antar panglima perang. Singkat kata negara dalam kondisi kacau balau.

Yu-fang berparas cantik. Bermuka oval, berkulit cerah dan berkilau. Rambut hitam panjang tebal menjuntai. Tinggi kurang lebih 155 cm dan berbadan ramping. Asset terbesar yang ia miliki adalah kaki seroja/three-inch golden lilies yang membuat langkahnya terayun lembut seperti pohon willow di musim semi yang dingin. Perempuan dengan kaki seroja dipercaya menghadirkan sensasi erotis bagi laki – laki dan juga karena perempuan terlihat lemah butuh perlindungan. Di halaman 5, Chang menceritakan bagaimana kaki Nenek Yu-fang dibuat bengkok oleh Ibunya sendiri sejak umur dua tahun. Bertahun – tahun nenek Yu-fang kecil menderita. Setiap prosesi dilakukan ia tidak hanya melolong kesakitan tapi juga pingsan beberapa kali. Dan tentang kaki seroja bisa dibaca di sini.

Waktu itu, kakek buyut Chang atau ayah Yu-fang memang hendak menjadikan ia perempuan sempurna atau selir laki – laki bangsawan dan kaki seroja adalah salah satu syaratnya. Nenek Yu-fang juga mengenyam pendidikan sekolah untuk anak perempuan pada tahun 1905.  

Kecantikan nenek Yu-fang remaja menonjol, ibarat burung bangau berada diantara ayam.  Di tahun 1924, disaat usianya 15 tahun, ayah Yu-fang mulai khawatir dengan nasib anaknya ini dan ia akan kehabisan waktu. Tradisi waktu itu, perempuan menikah sebelum 18 tahun. Saat itulah seorang Jenderal ternama dan berkuasa, Xue Zhi-heng berkunjung ke rumahnya. Jenderal Xue adalah kepala kepolisian di Peking (1922 – 1924). Dengan berbagai proses, Yu-fang kemudian diserahkan oleh ayahnya untuk selir Jenderal  Xue. Sudah menjadi tradisi, laki – laki berkuasa pada saat itu memiliki selir dan tidak cukup dua.

Chang menambahkan isteri bukan untuk mendapatkan kesenangan tapi para selir.  Tentu saja posisi sosial isteri dan selir berbeda. Selir adalah simpanan yang diakui bahkan dilembagakan karena ada prosesi perkawinan dan juga sejumlah kemewahan yang dinikmati keluarga. Selir bisa diperoleh dan dibuang kapan saja. Sedangkan isteri tidak.

Yu-fang punya satu anak perempuan dari perkawinan dengan Jenderal Xue. Walaupun Yu-fang hidup berkecukupan, ia hidup terkurung dan kesepian. Lahir satu anak perempuan, De-hong, Ibunda Chang. Yu-fang waktu itu terancam akan kehilangan anaknya. Anak perempuan ini harus diserahkan ke keluarga inti yang akan diasuh oleh isteri sah. Selir haknya sangat terbatas. Kondisinya tidak akan dihiraukan tapi tidak untuk anak perempuannya, ia penerus garis keturuan. Yu-fang kemudian memilih pergi membawa anak perempuannya dan hidup di pelarian sampai kemudian  Jenderal Xue meninggal. Keberuntungan di pihaknya, pesan terakhir dari Jenderal Xue adalah membebaskannya. Nenek Yu-fang waktu itu berusia 24 tahun.

Setelah Jenderal Xue meninggal, Yu-fang menikah dengan seorang dokter di Manchu, Dr Xia yang berusia 65 tahun, duda beranak tiga, dua laki – laki dan satu orang perempuan. Ketiganya sudah menikah. Nenek Fang berusia 26 tahun. Selisih usia jauh, bahkan seusia salah satu anak Dr Xia. Cerita ini ada di chapter 2, ‘Even Plain Cold Water is Sweet: My Grandmother Marries a Manchu Doctor (1933 – 1938)’. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun