Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kaki Seroja: Sejarah Standar Kecantikan Perempuan yang Menyakitkan

7 April 2021   10:14 Diperbarui: 7 April 2021   10:27 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaki seroja yang memakai sepatu khusus yang disebut dengan sepatu seroja | Foto diambil dari TheAtlantic

Kecantikan seorang perempuan sekarang kerap diidentikkan dengan tubuh yang langsing, kulit putih seperti kapas, kaki jenjang dan rambut lurus terurai panjang. Perempuan pun berusaha sekuat tenaga, rela kesakitan hingga menghabiskan banyak biaya untuk mencapai standar kecantikan yang ditetapkan oleh masyarakat dengan tujuan diterima oleh masyarakat hingga dilirik oleh para lelaki.

Standar kecantikan pun terus berubah sepanjang zaman dan berbeda-beda dalam satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya. Berbagai cara untuk mencapai standar kecantikan tersebut juga dilestarikan dalam bentuk budaya turun temurun.

Standar kecantikan sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan standar tersebut pun terus berubah. Salah satu tradisi yang paling menyakitkan dalam sejarah standar kecantikan perempuan adalah lotus feet atau kaki seroja.

Asal muasal tradisi mengikat kaki

Tradisi mengikat kaki atau foot binding adalah kebiasaan masyarakat China untuk mematahkan tulang telapak kaki dan mengikat erat kaki milik perempuan-perempuan sejak usia dini. Mengikat kaki digunakan untuk mengubah bentuk dan ukuran kaki milik mereka. Kaki yang berhasil diikat disebut dengan kaki seroja, karena bentuknya seperti bunga seroja, simbol dari kesempurnaan dan kemurniaan hati dan pikiran.

Tradisi mengikat kaki dipercayai berasal dari masa Kaisar Li Yu dari Dinasti Tang yang menguasai China pada abad ke-10. Kaisar Li Yu sangat menyukai bunga seroja. Ia pun meminta selirnya yang bernama Yao Niang, yang juga seorang penari kerajaan, untuk mengikat kakinya dengan sutra putih hingga kakinya berbentuk bunga seroja.

Setelah itu, Yao Niang diminta melakukan tarian dengan kakinya yang kecil. Tarian Yao Niang dikatakan sangat anngun sehingga perempuan-perempuan lain mulai menirunya, dimana dimulai dengan praktik mengikat kaki dengan kain sutra.

Tradisi ini pun tercatat di berbagai referensi sejarah, dimana salah satunya tertulis di karya Che Roushi pada abad ke-13. Roushi menjadi penulis yang pertama kali mengkritik tradisi ini, dimana ia menulis: "Gadis kecil tidak hingga empat atau lima tahun, yang tidak melakukan kesalahan, namun dibuat menderita rasa sakit yang tak terbatas untuk mengikat kaki mereka menjadi kecil. Saya tidak tahu apa gunanya ini".

Seorang perempuan menunjukkan kaki serojanya | Foto diambil dari TheGuardian
Seorang perempuan menunjukkan kaki serojanya | Foto diambil dari TheGuardian
Prosesi tradisi mengikat kaki

Sesuai dengan yang ditulis oleh Che Roushi, perempuan saat itu mulai mengikat kakinya dari usia 4 hingga 8 tahun. Tradisi ini dimulai pada usia yang muda karena tulang anak perempuan lebih lembut dan dapat patah dengan mudah.

Proses diawali dengan memilih hari keberuntungan di kalender. Setelah itu, para anak perempuan harus berdoa dan memberikan persembahan kepada Dewi Gadis Berkaki Kecil dan Dewi Kwan Im untuk meminta perlindungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun