Kadang, justru dari komentar kita tahu info yang lebih lengkap daripada dari berita utama.
Misalnya, di berita tentang jalan rusak, ada aja netizen yang komentar:
"Itu jalan udah kayak gitu dari zaman gue sekolah, nggak heran kalau sekarang tambah parah."
Atau berita tentang harga naik, langsung ada yang update situasi lapangan:
"Di daerah saya malah udah naik dari minggu lalu, bu."
Fenomena ini menarik: kolom komentar jadi ruang "jurnalisme rakyat".
Meskipun bahasanya campur aduk antara curhat dan satire, tapi sering kali justru di situlah kejujuran nongol tanpa sensor, tanpa framing.
Budaya Nyinyir yang Jadi Hiburan Kolektif
Nggak bisa dipungkiri, nyinyir udah jadi semacam budaya online tersendiri.
Kadang, komentar nyinyir itu bukan untuk menyerang, tapi buat menghibur penonton lain.
Ada komentar sarkas yang niat banget ngetiknya, sampai-sampai lebih panjang dari beritanya.
Ada juga yang sengaja nambah emoji biar makin greget.
Dan karena semua orang bisa bebas komentar, akhirnya kolom komentar berubah jadi semacam panggung komedi interaktif.
Kita nggak cuma baca berita, tapi juga nonton interaksi lucu antar netizen yang bahkan nggak saling kenal.
Tapi di sisi lain, budaya ini juga punya sisi gelap, ketika "candaan" berubah jadi bullying atau body shaming.
Kadang orang lupa bahwa yang mereka komentari itu manusia juga, bukan karakter fiktif di timeline.
Antara Kritis dan Kebablasan
