Wira tersenyum kecil. “Buat cucu Bapak aja. Saya masih bisa cari lagi.”
Tapi bapak itu menyelipkannya ke dasbor, lalu pergi tanpa menoleh.
Menjelang pukul sepuluh, hanya satu penumpang tersisa. Seorang ibu muda dengan wajah letih, memeluk tas miliknya.
“Dari mana, Bu?” tanya Wira pelan.
“Rumah sakit. Anak saya opname. Saya pulang sebentar, ambil pakaian,” jawabnya lirih.
Wira menelan ludah. Kata “rumah sakit” selalu jadi luka baginya. Dulu istrinya bertahun-tahun harus melawan sakit ginjal, hingga akhirnya menyerah di salah satu ruang rawat. Gajinya sebagai sopir angkot tak pernah cukup untuk biaya berobat.
Sampai di gang kecil, ibu itu menyodorkan beberapa lembar receh. Jelas sangat kurang dari ongkos seharusnya.
“Maaf, Pak. Nanti saya tambah ya.”
Wira menatapnya sebentar, lalu menutup tangan ibu itu dengan lembut.
“Sudah, Bu. Simpan saja ya. Buat beli makan anak di rumah sakit.”
Mata ibu itu berkaca-kaca. Ia menunduk, lalu berjalan masuk ke gelap gang.