Mohon tunggu...
Khalil Gibran Lubis
Khalil Gibran Lubis Mohon Tunggu... Pelajar

Seorang pelajar yang suka membaca dan menulis demi dedikasi diri di dunia imajinasi serta teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Book

Kim Ji-Yeong, Lahir 1982: Perempuan, Stigma, dan Mengapa Dunia Menutup Mata

31 Juli 2025   21:45 Diperbarui: 31 Juli 2025   21:54 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul novel Kim Ji-Yeong Lahir 1982 (Sumber: Gramedia.com) 

Sayangnya, alih bahasa ke dalam bahasa Indonesia terlalu sederhana dan terbalut kaku. Ada beberapa bagian yang dilebih-lebihkan dan terpaku pada penderitaan kaum perempuan yang memaksakan kesan negatif ke benak pembaca, seperti di bagian sudut pandang sang psikiater sebagai penulis menganggap kenyataan perempuan berumah tangga harus melepaskan masa depan demi anak-anaknya adalah hal yang wajar. Di akhir halaman kita juga tak diperlihatkan bagaimana kehidupan Ji-yeong setelah melewati masa-masa terapi.

Secara keseluruhan novel ini sangat direkomendasikan bagi kamu yang ingin mengetahui keadaan dan kesetaraan gender dengan prosa yang tidak memihak. Dialog yang masih saya ingat adalah ketika Ji-yeong dengan suaminya berencana untuk berbuah hati. Ji-yeong sebenarnya kecewa mengapa bisa suaminya meminta hal itu dengan nada yang santai dan ringan, seolah dia sedang berbicara tentang membeli ikan atau berkata bahwa ia ingin menggantung puzzle lukisan “The Kiss” karya Klimt di dinding.

“Kau berkata sebaiknya kita tidak memikirkan apa yang hilang dari kita. Aku mungkin akan kehilangan masa muda, kesehatan, pekerjaan, rekan kerja, teman-teman, rencana hidup, dan masa depanku. Karena itu aku selalu memikirkan apa yang hilang dariku. Tetapi apa yang akan hilang darimu?” ( hal. 138).

Dialog tersebut membawaku pada bayang-bayang yang nyata. Tak sekadar dunia Kim Ji-yeong yang berlatar di Korea Selatan, di Indonesia tempat kita tinggal tak jauh bedanya, “Untuk apa sekolah tinggi-tinggi? Ujung-ujungnya juga ke dapur, kok.” dan yang belakangan sudah hangat diperbincangkan, tentang siswi yang berhasil masuk ke universitas impiannya. Bukannya memberi apresiasi dan semangat, ada saja sosok netizen yang berkomentar, “Udah tahu keluarga ga mampu, malah buang-buang duit buat kuliah”.

Sudah banyak kaidah-kaidah yang menyuarakan kesetaraan gender, baik dari mikrofon di atas meja politik maupun yang tertanam dalam pendidikan yang diajarkan guru-guru yang merasakan hal sama. Buku ini memang digolongkan ke dalam fiksi, tetapi jika ditilik secara matang, banyak orang-orang merasa bahwa stigma lelaki lebih berkuasa dan perempuan yang tak bisa memilih masih mengakar di pemukiman yang terikat adat tradisional. Semoga dengan membaca Kim Ji-Yeong Lahir 1982 membantu kita untuk makin membuka cakrawala di kepala kita untuk tidak terus membiarkan kejahatan-kejahatan sosial menjadi hal yang dianggap normal dan tak bisa diganggu gugat. 

[|] 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun