Rani baru pindah ke asrama kampus. Bangunan itu tua, bekas rumah sakit zaman Belanda. Kamar yang ia dapat ada di lantai tiga, paling pojok, dekat lorong belakang yang jarang dipakai.
Awalnya biasa saja. Kamar memang agak lembab, bau kayu lapuk, tapi murah. Malam pertama berjalan normal, sampai sekitar jam 02.30, Rani terbangun. Bukan karena mimpi, tapi karena ia mendengar suara langkah pelan di lorong belakang.
Tap... tap... tap...
Langkahnya berat, lambat, seperti menyeret kaki.
Rani membuka pintu kamar, mengintip. Lorong itu gelap, lampunya sudah mati dari lama. Tidak ada siapa-siapa, hanya angin dingin yang membuat tirai jendela kamar bergoyang. Ia menutup pintu lagi, mencoba tidur.
Malam berikutnya, kejadian sama terulang. Kali ini bukan hanya langkah kaki, tapi juga suara seseorang berbisik pelan.
"Kembali... kembali..."
Rani mencoba meyakinkan diri, mungkin cuma orang iseng. Tapi makin lama, bisikan itu terdengar lebih jelas, lebih dekat.
Pada malam keempat, Rani sudah benar-benar tidak tahan. Saat suara itu terdengar lagi, ia memberanikan diri mengintip lorong lewat lubang pintu. Lorong tampak kosong... sampai matanya menangkap sesuatu di ujung sana.
Seorang wanita berdiri membelakangi. Rambutnya panjang menutupi wajah, bajunya putih kotor seperti seragam rumah sakit. Tubuhnya kaku, tidak bergerak, tapi kepalanya tiba-tiba menoleh sedikit. Lehernya patah ke belakang, matanya menatap langsung ke arah pintu Rani.
Rani mundur ketakutan. Ia menutup pintu, menguncinya rapat-rapat. Tapi beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah mendekat.
Tap... tap... tap...
Suara itu berhenti tepat di depan pintu kamarnya.
Lalu... tok tok tok.
Seseorang mengetuk perlahan, tiga kali.