Mohon tunggu...
Muhammad Lintar Hendawan Yusman
Muhammad Lintar Hendawan Yusman Mohon Tunggu... -

No Biografi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

OBJEK WISATA KABUPATEN TEMANGGUNG

5 Desember 2010   10:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:00 18662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://4.bp.blogspot.com/_j_Ej4om1PXY/SuKlNK9H8UI/AAAAAAAAAA8/wfHWNQMMc5k/s320/jumprit-2%5B1%5D.jpg

Prasasti Gondosuli merupakan salah satu obyek wisata sejarah, bahkan bisa disebut paling bersejarah di Kabupaten Temanggung. Dari tempat inilah wisatawan bisa memperoleh gambaran mengenai kehidupan social budaya masyarakat Temanggung tempo dulu.
Prasasti ini terletak di Desa Gondosili Kecamatan Bulu. Jaraknya hanya sekitar 13 km arah barat . Ditulis pada tahun 832, sesuai dengan candrasengkala yang ada, Prasasti Gondosuli menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Sanjaya, terutama di masa pemerintahan Rakai Patahan (Rakaryan Patapan Pu Palar) sebagai raja di Mataram Hindu (Mataram Kuno).
Nama Rakai Patapan juga dapat dijumpai dalam Prasasti Karang Tengah yaitu ditulis pada tahun 824. Secara keseluruhan luas lokasi situs ini sekitar 4.992 m2.
Untuk menjaga keutuhannya disekeliling prasasti diberikan bangunan beratap seng dan diberi pagar keliling dari besi. Hai ini dilakukan untuk menjaga keamanan dan lebih memberi perlindungan kepada benda yang sangat bersejarah tersebut.

BERWISATA KE MASA LALU
Prasasti adalah segala bentuk tulisan ynag digoreskan atau dipahatkan pada batu, lontar, logam dan benda keras lainnya, yang menyimpan berbagai sumber sejarah di masa lalu. Sebagian besar sejarah Indonesia pun bisa direkam dengan baik setelah adanya penemuan sejumlah prasasti di berbagai daerah.
Dalam prasasti selalu terdapat informasi tentang kejadian di masa lalu. Misalnya pembebasan tanah bagi wilayah-wilayah yang ditetapkan dalam prasasti, penetapan tanah perdikan, perebutan tanahm pembagian kekayaan, puji-pujian kepada air suci yang jernih, angka yang menunjuk tahun tertentu dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian Prasasti Gondosuli memuat 11 baris tulisan, ditulis dengan huruf Jawa Kuno, tetapi menggunakan bahasa Melayu Kuno. Bahkan bentuk tulisannya mirip prasasti-prasasti di daerah Sriwijaya Andalas (Sumatera).
Prasasti Gondosuli ditulis/dipahat pada batu besar dengan panjang 290 cm, lebar 110 cm dan tinggi 100 cm, sedangkan bidang yag ditulis berukuran 103 x 54 cm2.
Pada baris pertama terdapat tulisan “Nama Syiwa Om Mahayana, sahin mendagar wa’zt tanta pawerus darma”. (Bakti kepada Desa Siwa, Om Mahayana (Orang Besar). Di semua batas hutan pertapaan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan, mendengarkan hasil pekerjaan/ perbuatan yang baik).
Prasasti ini berisi penghibahan tanah, dimana tanah itu digunakan untuk bangunan suci/ candi, serta untuk memperingati pembangunan patung raja (Hyang Haji) disebuah preseda yang disebut Sang Hyang Wintang.


CANDI GONDOSULI


Slain prasasti, ditemukan pula reruntuhan bebatuan candi yang berserakan disekitarnya. Belum diketahui berapa luas candi tersebut, karena bentuknya sudah tidak utuh lagi.
Batu-batu yang berserakan itu diperkirakan hanya bagian atas candi, sedangkan sebagian besar bangunan candi terpendam dalam tanah. Pernah ada upaya dari pihak terkait, yaitu Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah, untuk melakukan penggalian. Tapi upaya ini dihentikan karena tanah diatas bangunan candi yang terpendam digunakan untuk pemakaman umum. Bahkan ada makam seorang tokoh agama, Kiai Rofi’I, yang dikeramatkan oleh penduduk setempat.
Ahli purbakala dari Australia, Prof Dr JG Casparis, menduga candi Gondosuli dibangun pada abad ke-9. Casparis juga memperkirakan kalau bentuk bangunan candi ini tidak berbeda jauh dari bangunan-bangunan candi yang dibangun pada abad tersebut dan berada disekitarnya.
Candi-candi yang dimaksud Casparis antara lain puluhan candi di Dieng, candi Gedongsongo, dan candi Pringapus di Temanggung. Candi Gondosuli, yang berasitektur Hindu, diperkirakan juga dibangun Rakai Patapan. Ia merupakan salah seorang anak dari sanjaya, raja pertama Mataram Hindu. Rakai Patakan sendiri merupakan raja ke-5.

PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN GONDOSULI
Lokasi situs Prasasti Gondosuli relatif mudah dijangkau, karena ada fasilitas jalan selebar 6 meter dan beraspal. Selain itu, banyak angkutan umum yang melewati kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung.
Misalnya angkutan umum dengan rute Magelang-Secang-Temanggung-Wonosobo dan sebaliknya, atau Semarang-Secang-Temanggung-Wonosobo dan sebaliknya.
Begitu memasuki desa Gondosuli, suasana pedesaan sangat terasa menyambut pengunjung. Apalagi pada sisi kanan dan kiri jalan terhampar tegalan-tegalan luas, yang ditanami berbagai macam tanaman perkebunan. Mulai dari Tembakau, Cengkeh, dan sebagainya.
Tak jauh dari pintu gerbang objek wisata Situs Prasasti Gondosuli, terlihat pegunungan, rumah-rumah, perkampungan, dan area persawahan yang hijau membentang luas dan berlapis-lapis, sehingga terlihat Artistik. Secara keseluruhan, panorama alam khas pedesaan ini sangat indah, dibalik udara sejuk yang menyegarkan.
Jika berangkat dari Secang, maka sekitar 12 km selepas dari kota temanggung, Anda akan menjumpai jalan simpang di kota kecamatan Bulu (RS Ngesti Waluyo). Dari sini, perjalanan diteruskan sekitar 3 km menuju lokasi Situs yang berada ditengah-tengah perkampungan dan tegalan.
Prospek pengembangan Wisata di Desa Gondosuli cukup cerah. Selain bisa dijadikan Wisata Pendidikan dan Wisata Sejarah, kawasan ini juga bisa disinergikan dengan genre-genre Wisata baru. Misalnya Wisata Belanja. Apalagi sebagian warga Desa Gondosuli menjadi perajin tas mendong dan akar wangi.

Kerajinan ini bisa ditularkan kepada warga Desa lainnya, kemudian dibuat klaster-klaster. Tanaman mendong dan akar wangi di tenun dan dijadikan tas wanita, keset, tempat kosmetik, tempat pakaian kotor, dan berbagai peralatan rumah tangga lainnya yang menarik dan artistik

CANDI PRINGAPUS

Obyek wisata lain di Kabupaten Temanggung yang menarik dikunjungi adalah Candi Pringapus. Sebagaimana candi-candi lainnya, Candi Pringapus tidak hanya menawarkan wisata arkeologi, tetapi juga wisata sejarah, wisata budaya dan wisata pendidikan.
Sesuai dengan namanya, candi ini terletak di Desa Pringsurat Kecamatan Ngadirejo sekitar 22 Km dari arah barat lauta Kota Temanggung. Umurnya sudah cukup tua, yang diperkirakan dibangun pada tahun 850 dan rampung dua tahun kemudian.
Arca-arcanya bercorak Hindu Siwaistis. Jika dicermati, bentuk bangunanya merupakan replika Mahameru yang menjadi lambang tempat tinggal para dewata. Hal ini bisa dibuktikan dari adanya hiasan antefiq dan relief hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa.
Candi Pringapus mengingatkan kita pada candi-candi yang ada di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo dan Candi Gegongsongo di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
Bentuknya hamper sama, Kebetulan ketiga

komplek candi ini berada di kawasan yang berdekatan, sehingga memiliki banyak kesamaan, baik dalam bentuk maupun kebudayaan masyarakat saat itu. Komplek Candi Gedongsongo di Sebelah Utara Candi Pringapus dan komplek Candi Dieng di sebelah baratnya.

KARAKTERISTIS CANDI
Sebagaimana candi-candi di Dieng dan Gedongsongo, seluruh bagian depan dinding Candi Pringapus dalam kondisi tertutup.Bagaimana yang terbuka hanya dinding sebelah barat, berfungsi sebagai pintu keluar masuk. Bentuknya menyerupai altar dan terlihat gagah. Di sisi kiri dan kanan pintu terdapat relief nan indah, menggambarkan sepasang dewa dari kahyangan.
Di bagian dalam, pengunjung bisa melihat Candi berukuran besar, yang menjadi sandaran Dewa Siwa. Tinggi Candi melebihi tinggi pintu, sehingga diperkirakan dibuat erlebih dahulu sebelum proses pembangunan pintu.
Berbeda dengan Candi Gondosuli yang sudah tidak terlihat bentuknya Candi Pringapus relief masih utuh.
Karakteristiknya yang unik membuat banyak wisatawan asing datang ke sini, terutama dari Belanda, Belgia dan AS. Saat liburan, tempat ini ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah termasuk anak-anak sekolah.
Candi Pringapus pertama kali disebut Junghuhn dalam daftar reruntuhan candi-candi Jawa, yang didasarkan pada gambar Hoepermans. Setelah itu, gambar diperbarui oleh Brandes, Van Erp (1909) dan Knebel (1911).
Situ ini juga terkait dengan Candi Perot yang ada di dekatnya (sekitar 300 meter), yang runtuh akibat badai besar tahun 1907 (kini hanya terlihat pondasi saja). Empat tahun sebelumnya, sejumlah arkeolog asing melakukan studi terhadap Candi Perot dan menyusun gambarnya.

MISTERI PERTANGGALAN CANDI
Kapan Candi Pringapus dibangun? Ada yang menyebutkan tahun 850, 852 bahkan ada juga yang memperkirakan tahun 900 atau sesudahnya. Menurut seorang arkeolog, Djulianto Susanto (Menentukan Pertanggalan  Candi; 2003), sampai kini belum ada kesimpulan yang pasti mengenai kapan suatu candi mulai dibangun atau didirikan. Dari berbagai data arkeologi, tidak satu pun yang menyiratkan informasi suatu tarikh secara akurat.
Karena itu, pertanggalan yang diberikan para arkeolog selalu diimbuhi kata-kata “kemungkinan (besar” atau “ diperkirakan didirikan pada abad kesekian pada masa kerajaan anu”. Bukan “didirikan pada tahun sekian oleh raja anu”.
Arkeolog Belanda EB Vogler pernah melakukan penelitian terhadap hiasan kala makara diatas pintu candi sejarah politik kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah. Hasilnya dipetakan menjadi lima periode pertanggalan yaitu :
a.    Periode I, yaitu masa sebelum tahun 650. Ia memperkirakan, ketika itu sudah ada bangunan ang terbuat dari bahan-bahan yang mudah rusak dan lapuk sehingga tanda-tanda arsitekturalnya tidak tersisa lagi.
b.    Periode II (650-760), yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu. Gaya bangunan dipengaruhi oleh arsitektur Pallawa yang berasal dari India Selatan. Bangunan-bangunan candi dari periode ini pun sudah rusak, dan tidak mudah teridentifikasi.
c.    Periode III (760-812), pada masa Dinasti Syailendra. COntoh bangunannya adalah Candi Borobudur, Pawon, Mendut, Kalasan dan sari.
d.    Periode IV (8120-928), Pengaruh asing terutama gaya Chandiman (India) mulai memperkaya unsur-unsur candi. Contohnya antara lain Prambanan, sariwanm Plaosan dan Ngawen.
e.    Periode V, yang berlangsung tahun 928 hingga akhir masa Hindu-Jawa. Bangunannya merupakan perkembangan dari gaya-gaya sebelumnya. Bangunan dari periode ini mulai diperkaya dengan unsur-unsur kesenian Jawa Timur, terutama bentuk kala. Contoh bangunannya antara lain Candi Pringapus, Sembodro, Ratna dan Srikandi.

SINDORO DAN SUMBING,
GUNUNG KEMBAR YANG MENANTANG

Sindoro dan Sumbing merupakan dua Gunung yang letaknya berdekatan, serta memiliki bentuk dan tinggi yang hampir sama. Tinggi Gunung Sumbing sekitar 3.340 m (dpl), sedikit lebih tinggi daripada Sindoro (3.155 m dpl).
Jika dipetakan, Sumbing berada disebelah barat daya kota Temanggung dan sebelah Timur kota Wonosobo. Sedangkan Sindoro disebelah barat laut Temanggung danTimur laut Wonosobo. Masyarakat dikedua daerah itu menyebut Sindoro-Sumbing sebagai Gunung kembar. Keduanya menyimpan potensi wisata yang sangat besar, meskipun belum semuanya bisa dikelola secara maksimal.
Selain panorama alam nan indah, dengan udara sejuk dan segar, daerah-daerah dilereng Sumbing-Sindoro potensial dikembangkan sebagai kawasan agro wisata, terutama perkebunan kelengkeng, tembakau, vanila, dan kopi. Kondisi alamnya hampir sama dengan kawasan Gunung Mas, puncak, Bogor.
Gunung yang dipenuhi legenda tentang kesetiaan pasangan dan epos kepahlawanan itu sudah tidak asing lagi bagi para pendaki. Banyak kelompok pecinta alam yang mendaki puncak Sumbing dan Sindoro, terutama pada hari-hari tertentu yang sudah menjadi tradisi.
Dengan berbagai kelebihannya, dinas perhubungan dan pariwisata kabupaten Temanggung berusaha terus menggali potensi-potensi wisata, sambil membenahi sarana-prasarana pendukung dikawasan ini.
Sektor pariwisata, terutama yang berbasis wisata Gunung, bisa dijadikan salah satu primadona unggulan dalam membangun ekonomi kerakyatan di daerah ini. Dinas perhubungan dan Pariwisata berniat mengembangkan kawasan Sindoro dan Sumbing sebagai kawasan wisata terpadu. Terutama dilembah antara Sindoro-Sumbing, dan bagian puncak. Misal dengan menyediakan fasilitas kereta gantung yang menghubungkan kedua gunung itu.
Salah satu kawasan yang diapit lembah Sindoro-Sumbing adalah Kledung, yang dilewati pengguna jalan di jalur Parakan-Wonosobo. Banyak pengguna jalan yang beristirahat di tempat ini, sekedar melihat keindahan panorama alam disekelilingnya yang bisa menyegarkan tubuh dan pikiran. Banyak hal yang bisa dijumpai dilembah gunung itu. Selain keindahan alam, lembah Sindoro-Sumbing juga menawarkan kehangatan dan senyum ramah penduduknya. Terlebih lagi tatkala melihat aktivitas mereka saat musim tambakau tiba.
Panorama alam yang indah dan udara sejuk-segar kini menjadi barang langka diperkotaan, itu sebabnya, mereka sering memanfaatkan hari libur ke objek wisata alam sebagaimana banyak tersedia dikabupaten Temanggung.
Letaknya yang dekat dengan Dataran Tinggi Dieng membuat wisata pendakian Gunung Sumbing dan SIndoro bisa dipromosikan lebih dasyat lagi, misalnya dengan mengundang sebagian wisatawan yang datang ke Dieng untuk berkunjung pulang keTemanggung. Pemerintah kabupaten dan masyarakat Temanggung pun siap memanfaatkan peluang emas ini, demi kesejahteraan masyarakat.

WISATA PENDAKIAN
Salah satu kegiatan yang sudah berjalan dikawasan Gunung ini adalah wisata pegunungan. Pendakian Sindoro-Sumbing biasanya dimulai dari kledung, yang terletak diantara kedua Gunung. Ditempat ini, para pendaki juga bisa menyaksikan matahari terbit dan terbenam.
Jalur pendakian yang menantang, ritual setiap malam 1 sura (1 muharam) dan malem selikuran (21 Ramadhan), hamparan perkebunan teh, aneka ladang sayur, deretan pohon pinus, dan jalur berliku-liku dilembah kedua gunung itu membuat banyak orang ingin mengunjungi tempat tersebut.

GUNUNG SUMBING
Perjalanan wisata ke Gunung Sumbing akan melewati desa wisata Tegalrejo yang juga dekat dengan pemancingan Vale Kambang dan prasasti Gondosuli. Tanah sekitar gunung sangat subur, sehingga hampir seluruh daerah yang landai sampai ketinggian 2.000 m dpl dijadikan areal perkebunan rakyat seperti tembakau dan sayuran.
Pendakian gunung sumbing bisa dilakukan kapan saja. Tetapi puncak keramaian terjadi pada malem selikuran. Ribuan pendaki, yang dipandu para pecinta alam yang berpengalaman dari sumbing Hiking Club (SHC) Temanggung, serta dipantau para petugas terpadu diposko-posko terdekat, mengawali ritualnya dari desa pager gunung, kecamatan Bulu.
Untuk pendakian diluar tradisi malem selikuran, perjalanan bisa dilakukan tanpa harus dipandu petugas. Para pendaki umumnya start dari desa/kecamatan kledung (arah barat laut), atau kampung butuh dan selogowok dikecamatan tlogo mulyo (timur laut).
Bahkan, gunung sumbing juga bisa didaki dari kawasan diluar kabupaten Temanggung. Yaitu arah barat laut dari kampung garung (1.543 m dpl) di desa Butuh, kecamatan Kalijajar (Wonosobo), arah tenggara dari Kalegan (Kabupaten Magelang), dan arah Barat daya dari sapurun (Wonosobo).
Apabila cuaca bagus, pendakian ke puncak menempuh waktu sekitar lima jam. Sebagian dari mereka berziarah kemakam Ki Ageng Makukuhan di Puncak Sumbing. Ki Ageng Makukuhan diyakini sebagai orang pertama yang singgah di Kedu dan memperkenalkan tanaman tembakau.
Ada beberapa pos yang harus dilalui dari base camp hingga kepuncak, yaitu pos I (1.750 m dpl), pos II (2.000 m dpl),pos bayangan (2.500 m dpl), dan bagian puncak (2.850-3.340 m dpl).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun