Mohon tunggu...
Lintang Pualam
Lintang Pualam Mohon Tunggu... Guru - Puitis bukan hanya milik sang penyair

Lahir di Cilacap, kota indah dengan pantai yang membentang di sisi selatan pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bertahanlah Sayang

26 Januari 2020   22:53 Diperbarui: 26 Januari 2020   22:53 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari brilio.net

Malam kian menampilkan tirai kelabunya. Bulan benderang dan bintang yang biasanya bertaburan kini tiada. Gelap, dingin, ditambah rintik hujan yang perlahan jatuh. Kian lama kian deras menubruk atap berdaun rumbia.

Baju hangat dan selimut berlapis tiga tidak mampu menahan dingin yang merasuk sampai ke sumsum tulang. Pelukan hangat diberikan kepada bocah berumur kurang dari satu tahun itu, Nilam namanya. Ibunya sedari tadi menunggu dengan resah mobil yang akan menjemputnya menuju puskesmas terdekat. Hujan yang harusnya menjadi berkah, kini dikutuknya karena menahan mobil yang akan menjemputnya dengan lumpur sehingga perjalanan yang harusnya tak lebih dari setengah jam kini menghabiskan lebih dari satu jam.

Linangan air mata tak sanggup lagi ditahan oleh ibu satu anak ini kala melihat anaknya kian menggigil walau suhu tubuhnya amat panas. Kompresan yang sedari tadi diletakkan didahinya tak mampu menurunkan panas ditubuh anak ini. Bingung melanda, panik terasa. "Anakku bertahanlah sayang, ibu disini" ucapnya disela-sela isakan. 

Kemarin Nilam masih sehat, merangkak riang kesana kemari. Sesekali meraba- raba dinding ingin berdiri. Namun kini, wajahnya pias, pucat pasi seakan tak ada darah mengalir diwajahnya yang gembul. "Nilam, bertahan sayang sebentar lagi kita sampai di rumah sakit" ibunya mencoba tegar ketika mobil yang sedari tadi ditunggunya kini ada di depan rumahnya. Dengan gerak cepat dilangkahkan kaki menuju mobil ambulans untuk diberikan pertolongan pertama pada putrinya.

Obat penurun panas diberikan, pil pahit itu digerus langsung oleh ibu berparas ayu ini dengan mulutnya. Tak peduli sepahit apa pun itu, kesembuhan putrinya nomor satu. Andai saja penyakit ini mampu dipindahkan, tentulah ingin rasanya dipindahkan sakit ini pada tubuhnya daripada putri kecilnya.

Satu meter lagi pintu rumah sakit terlihat dari balik pintu mobil. Namun tubuh Nilam terlonjak-lonjak dengan beringasnya, kejang. 

"Nilam"

"Nilam"

"Bertahan sayang, kita sudah sampai"

Tak terbendung lagi tangis mamak Nilam kala tanda-tanda kehidupan tak lagi terasa didekapannya. Tubuh Nilam yang sedari tadi terlonjak kini tenang seolah beban yang menderunya kini terbebas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun