Mohon tunggu...
Muhammad Lintang Kumoro Jati
Muhammad Lintang Kumoro Jati Mohon Tunggu... mahasiswa ilmu komunikasi UIN SUKA [24107030134]

langit sebagai atap rumahku YEEEEE INFJ BOYS

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Apakah HRD Terlalu Sibuk Menyaring Sampai Lupa Apa Yang Di Cari

13 Juni 2025   21:00 Diperbarui: 13 Juni 2025   18:37 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber lintang kumoro jati

Proses rekrutmen di perusahaan seringkali digambarkan seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Di tengah ratusan hingga ribuan lamaran yang masuk, HRD (Human Resources Development) berperan sebagai filter utama untuk menyaring, menyortir, dan memilih siapa yang layak melaju ke tahap berikutnya. Tapi di balik semua tahapan itu, muncul pertanyaan yang semakin sering terdengar dari para pencari kerja  Apakah HRD benar-benar tahu apa yang sedang mereka cari? Atau jangan-jangan, mereka terlalu sibuk menyaring sampai lupa esensi yang sebenarnya?

Pertanyaan ini layak dikaji, bukan untuk menyudutkan satu pihak, melainkan sebagai refleksi bersama bahwa proses rekrutmen yang efektif harus didasarkan pada pemahaman menyeluruh, bukan hanya pada tumpukan CV atau kata kunci dalam resume.

Menyaring Bukan Sekadar Menghapus

Dalam praktiknya, menyaring sering kali berarti mengeliminasi. Kandidat yang tidak memenuhi kualifikasi minimal langsung dicoret. Tidak sesuai jurusan? Gugur. Tidak punya pengalaman kerja sesuai bidang? Gugur. IPK kurang dari 3.00? Gugur.

Tentu, seleksi awal memang butuh batasan agar proses menjadi efisien. Namun, masalahnya terletak pada pendekatan yang terlalu mekanis. Banyak HRD menggunakan sistem Applicant Tracking System (ATS) yang menyortir berdasarkan kata kunci, alih-alih menilai esensi dari pengalaman atau potensi individu.

Akibatnya, banyak kandidat potensial justru terlewat. Misalnya seseorang yang pernah membangun bisnis kecil saat kuliah mungkin punya etos kerja tinggi, kepemimpinan, dan kemampuan multitasking tapi jika pengalaman itu tak "masuk" kategori pekerjaan formal, bisa jadi ia tak lolos seleksi awal.

Pertanyaannya  apakah HRD masih menyaring berdasarkan nilai sesungguhnya, atau sekadar berdasarkan checklist?

Lupa Apa yang Dicari?

Sebagian HRD terjebak dalam rutinitas administratif. Mereka menyeleksi berdasarkan template, bukan tujuan. Padahal, setiap lowongan kerja seharusnya punya karakter dan kebutuhan yang berbeda.

Misalnya, sebuah perusahaan mencari Social Media Specialist. Yang dibutuhkan bukan hanya seseorang yang paham algoritma Instagram, tapi juga kreatif, luwes dalam komunikasi, dan punya insting tren. Tapi apa yang terjadi? Kandidat dicari berdasarkan gelar komunikasi, pengalaman minimal 2 tahun, dan "wajib menguasai Canva dan Meta Ads." Itu penting, tapi bukan esensinya.

HRD seolah terlalu sibuk memastikan semua kriteria terpenuhi, sampai lupa bertanya "Apakah orang ini punya 'rasa' dan passion untuk pekerjaan ini?" Dan lebih penting lagi "Apakah orang ini bisa tumbuh bersama kami?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun