Mohon tunggu...
Lingga Mayang Puspa
Lingga Mayang Puspa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Seorang mahasiswi S1 Bimbingan dan Konseling yang tertarik dengan isu-isu kejiwaan dan sedang berupaya dalam menjaga kesehatan mental diri sendiri serta berusaha membantu orang yang dapat saya bantu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengurai Aksi Massa dengan Resolusi Konflik

21 September 2025   10:05 Diperbarui: 21 September 2025   10:01 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kekerasan jalanan, demonstrasi besar-besaran, dan bentrokan antar warga dengan aparat keamanan — semua ini makin sering muncul dalam perbincangan publik di Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Tapi, apa yang belum banyak dibahas adalah bagaimana resolusi konflik bisa dijadikan instrumen efektif untuk meredam ketegangan dan mencari jalan keluar yang adil. Artikel ini mencoba menelaah demonstrasi terbaru di Indonesia, memotret akar konflik, kemudian melihat strategi resolusi yang mungkin diterapkan.

Demonstrasi Terkini & Akar Konflik

Beberapa demonstrasi signifikan dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa ketidakpuasan publik bukan hanya soal satu isu tunggal, melainkan tumpukan masalah:

  • “Dark Indonesia”: aksi mahasiswa di berbagai kota pada Februari 2025 sebagai protes atas pemotongan anggaran, kekhawatiran bahwa subsidi sosial dan pendidikan akan terpengaruh. 

  • Protes nasional atas tunjangan parlemen yang dinilai berlebihan dan kenaikan biaya hidup yang memicu kemarahan luas rakyat sejak akhir Agustus 2025. Banyak pihak menyebut bahwa dampak ekonomi, transparansi, dan masalah persepsi keadilan masih sangat lemah. 

  • Bentrokan dan tindakan represif: penggunaan gas air mata, penahanan massal, tuduhan pelanggaran HAM oleh aparat selama demonstrasi. 

Akar konflik bisa dirinci sebagai berikut:

  1. Ketidakadilan ekonomi — distribusi bantuan, subsidi, tunjangan yang dianggap tidak proporsional terhadap kondisi rakyat.

  2. Kurang transparansi & komunikasi publik — keputusan dibuat di tingkat elit tanpa dialog memadai.

  3. Kebijakan yang menggerus kepercayaan publik — ketika kebijakan dirasa tidak peka terhadap situasi rakyat, atau aparat bertindak sewenang-wenang.

  4. Kurangnya mekanisme formal untuk menyampaikan aspirasi — demonstrasi sering jadi jalan terakhir karena saluran resmi dianggap tidak responsif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun