Mohon tunggu...
Lina M
Lina M Mohon Tunggu... Lainnya - Wisteria

There's gonna be another mountain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Si Gadis Hering

12 Februari 2020   12:10 Diperbarui: 13 Februari 2020   18:25 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi anak perempuan. (sumber: KOMPAS/LAKSONO HARI W)

Aku berjalan menuju lapangan olah raga. Tepat sekali bola bergulir ke arahku. Aku segera berlari menjemput bola kemudian dengan lincahnya  mempermainkan bola di depan para siswa laki-laki. Mereka enggan merebut bola dariku.

"Jangan sampai keringetan! Nanti kamu tambah bau."

"Emang gue pikirin?" Aku menendang bola itu mengarah gawang. Aku berjalan sendiri menuju teras depan kelas. Itulah tempatku menghabiskan waktu di sekolah. Namun sekarang aku hanya sendiri. Sendirian!

***

"Ayah, aku boleh ikut nggak? Aku nggak mau di rumah sendirian," aku merengek pada Ayah yang berniat meninggalkanku sendirian.

"Ayah bukannya mau mengucilkan kamu, Ka. Tapi kamu kalau begitu bisa mengganggu kenyamanan orang lain. Nak, kamu itu bau. Jadi sana mandi biar bersih kulitmu dari daki yang tebal itu. Hilangkan kebiasaan kamu mandi hanya ketika hendak ke makam ibumu saja. Sikat gigimu! Keramas biar kutu rambutmu tidak hinggap lagi. Rambut kamu sudah semacam bulu domba. Kuku juga jangan lupa dipotong. Apa bedanya kukumu itu dengan cakar ayam?"

Kepalaku menunduk. Aku kehilangan kata-kata untuk berbicara sampai akhirnya mobil ayah menjauh dan menghilang di belokan jalan. Sekarang aku benar-benar selalu sendirian di rumah.

Ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya. Begitulah yang kualami selama lebih dari delapan tahun sejak ibu meninggal. Karena masih kecil dan tidak ada pembantu di rumah maka aku tidak tau apa yang harus kulakukan saat sendiri di rumah. Itulah pangkal kemalasanku yang berlangsung sampai sekarang.

Aku jarang mandi, keramas dan gosok gigi. Tak heran panu berkembang biak dengan subur di punggungku. Itupun baru ketahuan ketika aku berenang di pantai bersama ayah dan keluarga besarku.

Kemudian ayah menjadwalkanku ke salon untuk perawatan namun aku sering mangkir karena di salon aku selalu menjadi trending topik. Berkali-kali aku harus berkepala hampir botak karena kutu rambut dan rambutku yang tidak bisa disisir lagi. Huh! Aku menghela nafas dalam-dalam.

Aku beruntung memiliki sahabat seperti Aendri. Ia tidak memandangku sebagai orang jorok seperti kebanyakan orang. Dialah satu-satunya yang mau berteman denganku. Makanya ketika ia berubah aneh, aku seperti sebatang kara. Di rumah dan di sekolah sama saja hanya menjadi orang kesepian yang terkucilkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun