"Hai Noya! Lihatlah aku membuat ini untukmu. Ayo kita main!" ajak Akil dengan penuh semangat.
Mata Noya terbelalak. Lalu tangan mungil Noya pun mengusap air mata yang membasahi pipinya sedari tadi. Ibu Noya hanya terdiam, hendak melihat apa yang akan dilakukan oleh Akil dan Noya selanjutnya.
"Itu apa?" tanya Noya dengan suara yang berat karena kelamaan menangis.
"Ini keris-kerisan. Untuk main perang-perangan. Ayo kita main di luar. Tapi kamu minum dulu ya, kan kamu habis nangis. Nanti tenggorokannya sakit kalau kamu tidak minum," suruh Akil kepada Noya.
Ibu Noya kagum melihat Akil yang rajin dan cerdas. Ada banyak kelebihan Akil, tetapi ada kekurangannya juga. Ibu Noya menyadari, mereka masih anak-anak yang belum bisa bersikap sempurna.
Akil dan Noya lalu pergi ke luar rumah. Bermain perang-perangan dan sesekali tertawa bersama. Nampaknya mereka sudah mulai akur dan saling menjaga. Tetapi, Ayah dan Ibu Noya masih mengawasi mereka dari dalam. Jika ada sesuatu hal yang saling menyakiti, supaya cepat teratasi oleh orang tua Noya.
"Nampaknya mereka sudah bisa rukun. Ayah kerja dulu, ya! Tetapi tetap awasi mereka," kata Ayah Noya kepada Ibu Noya.
"Baiklah, Ayah! Hati-hati di jalan. Semoga kerjaan Ayah mendapat berkah!" kata Ibu Noya sambil mengantarkan ayah Noya ke depan pintu rumah untuk pergi bekerja.
Noya dan Akil pun bersalaman sambil mencium tangan Ayah Noya.
"Hati-hati, Paman!"
"Hati-hati, Ayah!"