"Silahkan, Paman Elang," kata Noya mempersilahkan Pak Elang.
"Terimakasih Noya. Ini pasti lezat. Noya yang membuat ya?" tanya Pak Elang yang berbasa-basi terhadap Noya.
"Iya, Paman. Ibu juga ikut membuat," jawab Noya dengan senyum tipisnya.
"Akil diajak makan ya, Noya. Biar makan sama-sama di sini," kata Ayah Noya kemudian.
Noya menoleh ke arah Akil yang telah selesai mengerjakan pekerjaannya dengan rapi. Akil berdiri tegak di depan rumah sambil menghadap matahari, kemudian bersin beberapa kali.
"Anak hilang. Sini makan," teriak Noya kepada Akil.
Akil lalu masuk ke dalam ruang tamu menuju tempat Noya berada. Lalu memukul tangan Noya dengan sangat keras. Noya menangis, yang kemudian minta gendong Ibunya.
"Akil, jangan memukul ya! Itu perbuatan yang tidak disukai oleh Tuhan," kata Ayah Noya kepada Akil, dan langsung meraih Akil untuk dipangku.
"Noya nakal, Paman. Noya bilang aku anak hilang," jawab Akil membela diri.
"Noya, lain kali tidak boleh berkata seperti itu ya! Itu tidak baik, Noya!" kata ibu Noya yang juga menasehati Noya.
Tangisan Noya semakin menjadi. Lalu Ibu Noya pun menggendong Noya untuk masuk ke dalam kamar, supaya tidak mengganggu Pak Elang yang sedang bertamu.