'Pokoknya kakak harus ikut aku ke kampung, kakak harus ikut aku,,,' kataku histeris.
Keesokan harinya kami pergi menuju kampung halamanku. Di sana kami di sambut gembira oleh ibu. Hanya kakak ku saja yang agak diam. Ibuku tak banyak bertanya, terlihat raut wajahnya penuh kegembiraan.
Bu aku ingin menikah sama Erik, bagaimana kalau dalam waktu dekat ini? Pintaku sama ibu. 'Ibu pasti merestui saja neng, tapi apa kamu sudah berfikir, dengan siapa kamu akan menikah, keluarganya saja kita belum kenal.' Kakak ku yang menjawab. 'Tapi a.. Dia sudah datang kesini, apakah itu bukan bukti kalau dia laki-laki yang serius. ' Ya tapi neng.. Kita belum kenal siapa dia..' Kakak ku menjelaskan ' Udah lah a... Katanya aku harus nikah, sekarang ada calon malah gak boleh. Gimana sih aa ini? Tanyaku. 'Ya udahlah terserah..' Kakak ku akhirnya menyerah.
'De kamu serius ingin segera menikah? Aku harus persiapan lho.. Kata Erik, ketika kami berbincang di teras depan. 'Kakak cari cara aja, supaya surat-surat keperluan nikah bisa di urus. Untuk biaya nikah biar ade yang menanggung.' Kataku 'Baiklah, besok kakak pulang dan beri kakak waktu satu minggu. Kakak akan mengurus semuannya dan kembali kesini. ingat de kakak akan bertanggung jawab.' Erik menyenggupi.
Satu minggu kemudian, Erik datang dengan semua persyaratan menikah. 'Kok aneh.. Bukannya kamu dari Palembang? Kok ini ijinnya dari jakarta sih?' Kakak ku menyelidik 'A.. Aku punya paman di Jakarta, aku menumpang alamat saja sama dia. Mungkin nanti pas nikahpun hanya beliau yang datang. Erik menjelaskan
Tanpa persiapan yang berarti, kamipun memutuskan menikah satu minggu kemudian. Surat undangan pun tak sempat di cetak, teman-temanku aku undang lewat sms dan telepon saja. Para tetangga di undang hanya lewat mulut-kemulut. Tapi tak menjadi permasalahan buatku yang penting aku menikah dengan Erik.
Hari yang dinanti pun tiba, penghulu sudah datang, tamu undangan juga sudah berdatangan, tapi Erik belum juga muncul. Lama kami menunggu akhirnya datang juga, ternyata dia datang sendiri. 'Om aku sibuk de.. Maaf.' Katanya. 'Ya sudah yang penting kamu datang, bukan om mu,' kata kakakku sengit. Akhirnya prosesi akad nikah pun berjalan dengan lancar, dan aku bahagia sekali. 'Selamat ya Rin.. Akhirnya kamu menikah juga.' Temanku memberi selamat.
Terdengar ribut-ribut ketika aku mengganti kostum pengantin di kamar. Ribut-ribut itu berasal dari ruang tengah. Ruang dimana pelaminan di pasang. Kakak dan Erik ternyata sedang beradu mulut. 'Baiklah.. Aku pergi kalau keluarga kamu tidak menerimaku.' Erik terdengar mengancam. Dan ternyata ancamannya di penuhi, dia masuk kamar pengantin dan menjingjing koper pakaiannya. Kemudian berlalu keluar tanpa mempedulikan aku.
Sampai pesta selesai Erik tak juga kembali, HPnya juga tidak aktif. Kami bingung harus bagaimana? Rasa malu kami tanggung karena itu. Aku menyalahkan kakakku atas semua ini. Andai saja kakak tak banyak bertanya pada Erik mungkin kami tidak akan dibuat semalu ini.
Seminggu setelah itu, kakakku mencari Erik ke Jakarta, berbekal alamat dia ketika meminta ijin menikah. Tapi ternyata, orang yang dia akui sebagai Om adalah RT di sana. Dia megontrak kamar di sana dan hanya diberi KTP sementara oleh pak RT. 'Mungkin dia mengurus ijin nikah sendiri ke Kelurahan.' Ujar pak RT waktu itu.
Remuk sudah hatiku mengetahui semua ini, tak kuasa aku menerima semuanya. Aku tak sadarkan diri, sampai akhirnya aku berada di tempat ini.