Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama FEATURED

Ternyata Melek Aksara Saja Tak Cukup

9 September 2019   17:32 Diperbarui: 8 September 2020   07:38 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. Seorang relawan dari Komunitas Tanah Ombak sedang mengajar membaca kepada anak-anak di kawasan Sebrang Pabayan, tepi Sungai Batang Arau, Padang, Sumatera Barat, Minggu (16/7/2017). Tanah Ombak meluncurkan kegiatan pustaka bergerak yang diberi nama Vespa Pustaka untuk menjangkau anak-anak di Kota Padang yang membutuhkan akses pendidikan lewat buku bacaan.(KOMPAS.com / RAMDHAN TRIYADI BEMPAH)

Selain urusan buta huruf dan melek huruf ini sepertinya ada hal lain yang juga mendesak untuk segera mendapatkan perhatian, yaitu kemampuan untuk mengolah informasi dan pengetahuan.

Hari Aksara Internasional yang digagas UNESCO 54 tahun silam itu salah satu tujuannya adalah meniadakan atau setidaknya menurunkan angka buta aksara. 

Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraaan Ditjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud Abdul Kahar mengungkapkan bahwa Indonesia dinilai berhasil mengentaskan 1,9 juta orang penduduk Indonesia menjadi melek aksara dalam lima tahun terakhir ini.

Tingkat Melek Aksara

Bila dilihat perkembangannya, menurut data BPS persentase penduduk melek huruf di Indonesia meningkat cukup pesat. Jika pada tahun 2015 penduduk usia 15 sampai dengan 59 tahun yang melek huruf sebesar 97,71%, pada tahun 2018 yang lalu telah meningkat menjadi 98,07%.

Grafik persentase penduduk Indonesia usia 15-59 tahun yang melek aksara. Sumber data: bps.go.id diolah. Dokpri.
Grafik persentase penduduk Indonesia usia 15-59 tahun yang melek aksara. Sumber data: bps.go.id diolah. Dokpri.
Itulah salah satu hasil program pengentasan buta aksara seperti yang terungkap dalam kegiatan peringatan Hari Aksara Internasional tanggal 8 September kemarin. Sudah pasti kita turut bergembira atas capaian bagus ini. 

Namun, selain urusan buta huruf dan melek huruf ini sepertinya ada hal lain yang juga mendesak untuk segera mendapatkan perhatian.

Hoaks Merebak

Disamping kabar mengenai peningkatan angka melek aksara yang menggembirakan, ternyata ada perkembangan yang kurang baik. 

Di negeri yang sama, berita-berita hoaks di merebak masyarakat. Data yang dirilis berbagai pihak menunjukkan peningkatan jumlah hoaks yang sangat signifikan belakangan ini.

Grafik jumlah hoaks dari berbagai sumber diolah. Dokpri.
Grafik jumlah hoaks dari berbagai sumber diolah. Dokpri.
Barangkali antara tingkat melek huruf dengan jumlah hoaks tidak berhubungan secara langsung. Namun yang pasti, para pembuat dan penyebar hoaks adalah manusia-manusia yang melek huruf. 

Sebab saluran utama penerbitan dan penyebaran hoaks adalah media sosial yang berwujud tulisan-tulisan, selain gambar dan video. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa di antara sebagian orang kemelekan aksara digunakan untuk menebar keburukan.

Lalu lintas materi yang nyaris bebas berkeliaran tanpa hambatan di media sosial memudahkan para pembuat dan penyebar hoaks merajalela. Etika buruk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan ini amat menyuburkan peredaran hoaks.

Salah satu bukti buruknya etika sebagian pengguna media sosial bisa dilihat melalui mesin pencari google. Hampir setiap kali mencari data atau informasi mengenai suatu hal.

Saya selalu menemukan belasan atau bahkan puluhan dan bisa jadi ratusan artikel yang sama persis atau sangat mirip tersebar di berbagai situs atau blog. Dan orang-orang ini tak memiliki itikad baik untuk menyebutkan sumber tulisan yang mereka tayangkan.

Upaya mencari popularitas atau materi secara gampang dan instan agaknya telah menjadi "pandangan hidup" banyak orang. Tak perlu heran jika kemudian iklan cara-cara instan untuk menggandakan berbagai hal termasuk melonjakkan pengikut dalam dunia maya menjadi marak.

Tingkat Literasi

Berbeda dengan angka melek aksara yang semakin tinggi, tingkat literasi penduduk Indonesia hingga kini masih berada pada tingkat dasar. 

Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca.

Memang ada perbedaan pengertian antara kemampuan membaca dan kemampuan literasi seseorang. Literasi lebih mengarah kepada minat. Seseorang yang bisa membaca belum tentu memiliki minat baca yang memadai.

Salah satu definisi 'literasi' yang termuat dalam KBBI adalah kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Definisi ini jelas menunjukkan bahwa literasi tidak sekadar kemampuan membaca.  

Jadi, selain kemampuan dan minat baca, juga dibutuhkan kemampuan untuk mengolah informasi dan pengetahuan.

Beberapa waktu lalu sempat beredar wacana pengawasan media sosial oleh KPI. Melihat data merajalelanya penyalahgunaan media sosial untuk melancarkan program individu atau kelompok, sebenarnya wacana pengawasan media sosial sangat masuk akal. 

Apa boleh dikata, sepertinya sebagian masyarakat meragukan kinerja KPI selama ini. Ngurusin televisi aja belum beres, mana sanggup mesti ditambah ngurusin medsos juga.

Selama belum ada cara mengawasi media sosial yang dapat dipercaya, sebaiknya kita sendiri yang menyeleksi pesan-pesan dan informasi-informasi dalam wujud apa pun yang berasal dari media sosial. 

Pesan-pesan mana yang bisa dipakai dan disebarluaskan dan informasi-informasi mana yang harus masuk keranjang sampah. Perihal cara menyeleksi materi di media sosial, telah banyak ulasan yang membahasnya.

Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun