Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen | Sisa Harapan Seorang Ibu Menyambut Fitri

23 Mei 2019   18:48 Diperbarui: 23 Mei 2019   19:02 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: tribunnews.com

Tak lama lagi Syawal akan menggantikan Ramadan. Ada seorang wanita yang tidak pernah bisa melupakan hari-hari Ramadan yang telah dilewati. Ia juga mencemaskan Ramadan yang tersisa.

Semenjak mula Ramadan hingga menjelang sepuluh hari terakhir, sang wanita terus menangis. Ya, ia menangis hampir tiap malam sejak malam Ramadan pertama hingga nyaris berakhirnya bulan sarat harapan itu. Penyesalannya terus berlanjut saat orang-orang bersiap diri bersimpuh lebih dalam lagi berharap puncak keberkahan bulan penuh ampunan.

Bahkan tak sedikit orang yang sudah bersiap menyambut indahnya Fitri. Ia merasa tak bakal ikut merasakan lezatnya ketupat dan opor ayam bikinan ibu mertuanya beberapa waktu ke depan.

Sejak mula ia telah bertekad untuk menjadikan Ramadan tahun ini sebagai bulan yang sebenar-benarnya Ramadan. Ia ingin seluruh anggota keluarganya tenggelam dalam kekhusyukan dengan menjalankan sebanyak mungkin ibadah Ramadan. 

Sebab ia ingin berangkat ke surga bersama-sama seluruh keluarganya. Ia ingin berkumpul lagi dengan suami dan kedua anak-anaknya dalam satu himpunan orang-orang yang beruntung dalam kenikmatan yang sempurna.

Ia senantiasa dihinggapi ketakutan jika saja ada satu di antara keempat anggota keluarganya tidak benar-benar mendapatkan bekal yang cukup untuk menghadap-Nya. Sebab Allah memiliki hak prerogratif memanggil umat-Nya kapan pun Dia berkehendak. Maka, Ramadan kali ini akan dijadikannya sebagai momen hijrah keluarga.

Suaminya seorang pegawai sebuah perusahaan ekspedisi level menengah yang tengah tumbuh pesat. Karena perusahaannya sedang mengejar ambisi melipatgandakan pemasukan, suaminya dan seluruh pegawai di perusahaan itu harus bekerja ekstra. Pesatnya pertumbuhan perdagangan daring turut membesarkan volume usaha perusahaan tempatnya mengais nafkah.

Bagi suaminya, berbuka puasa di rumah bersama dirinya dan kedua buah hati mereka menjadi barang langka. Ia lebih sering mengakhiri puasa di kantornya dan melanjutkan pekerjaannya sesaat setelah salat Magrib di musala kantor. Musalanya pun tidak sebenar-benarnya musala. Yang disebut musala di kantor suaminya sebetulnya hanya sebuah ruang satu setengah kali tiga meter yang digelari karpet hijau.

Salat Tarawih berjamaah pun ia tak sanggup rutin menjalaninya. Dan di kala sebagian mukmin khusyuk dan berurai air mata pada sepertiga malam, suami si wanita terlelap kelelahan. Adakalanya, saat santap sahur bersama keluarga, si suami mengkorupsi waktunya untuk menjawab instruksi melalui gawainya.

Anak pertamanya baru beranjak remaja. Anak laki-laki gagah itu kini duduk di kelas awal sebuah sekolah swasta setingkat SMA. Sesuai postur tubuhnya yang atletis, ia gemar olah raga. Puasa tidak menghalanginya untuk tetap beraktivitas fisik yang menguras tenaga. Ia telah mengatur waktu sedemikian rupa agar puasa dan olah raga bisa tetap dijalaninya. Alhamdulillah, selama ini ia tetap menjalankan puasa wajibnya.

Anak keduanya berselisih tiga tahun dengan si Sulung. Ia seorang gadis manis yang hobi musik. Hari-harinya diisi dengan menikmati lagu dan memainkan beberapa alat musik. Ia piawai memainkan piano, gitar dan harmonika. Tidak ada masalah dengan ibadah puasa Ramadan. Kini anak perempuan itu tengah menimba ilmu di tingkat awal sebuah SMP tak jauh dari rumahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun