Mohon tunggu...
Muhammad Umar
Muhammad Umar Mohon Tunggu... Konsultan - Mari merawat imajinasi!

Mari merawat imajinasi! hasilketikantangan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Cara Cepat Menjadi Kaya

29 Desember 2019   11:51 Diperbarui: 30 Desember 2019   19:17 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Martina Bulková from Pixabay (https://pixabay.co)

Suara mesin kopi mengaung menggiling biji kopi. Bunyinya keras hingga membuat sedikit kejut tempat yang sepi ini. Hanya ada saya, satu barista dan satu pelayan yang sedang bersiap mengantarkan kopi pesanan. 

Wajar saja, baru sekitar pukul 9.45, bokong saya sudah menempel di kursi kayu nangka berpelitur. Kemudian, dari arah pintu masuk di sebelah selatan, samar-samar, melangkah seorang perempuan. Detak alas kakinya yang terbuat dari bahan kayu, berbunyi seirama dengan langkahnya. Saya lirik jam tangan saya, oh dia telat 15 menit.

Sesampai di hadapan saya, dia menarik kursi, menempatkan dompet dan telepon genggamnya di permukaan meja, lalu duduk. Ia menarik nafas dalam-dalam, seketika berkata "Don, tolong aku, aku mau gugat cerai suamiku."

Dada saya berdegup kencang. Badan saya terasa semakin lemas. Posisi duduk saya semakin tak nyaman, terlebih duduk di kursi tanpa sandaran. Saya tak lagi bertenaga.

***

Dia tampak cantik hari ini. Terlebih matanya. Entah, saya sering tersihir oleh mata perempuan karena seperti memiliki pesan rahasia ketika beradu pandang. Setelah menatapnya, saya kemudian menyadari, dia siap memberondong saya dengan ceritanya. 


Tak lama sejak kedatangannya, ia langsung menumpahkan seisi hati dan otaknya yang sebelumnya tersimpan rapi dalam dia. Seperti biasa, saya menjadi keranjang tempat menampung segala perkataannya.

"Belakangan ini kami sering bertengkar. Seperti yang kamu tahu, aku dan suamiku, tidak pernah ada masalah apa-apa. Hidup kami biasa-biasa saja. Ya memang kami sedikit ada masalah dalam keuangan pada awalnya. 

Aku bekerja di kantor konsultan PR (public relationship) yang besar, dengan jenjang karier yang cepat. Suamiku adalah pedagang dengan pendapatan yang tidak stabil," ungkapnya.

Rasanya saya ingin bilang bahwa saya sudah tahu tentang itu, wahai Sekar, perempuan ambisius sepanjang sejarah hidupku. Sebab, suami kamu juga menjadikan saya keranjang untuk tempat membuang segala keluh kesahnya. 

Kamu boleh saja tidur satu ranjang, makan satu meja, dan memiliki banyak waktu bersama. Namun, apa ini menjamin bahwa kamu tahu segalanya.

Saya rasa tidak. Bahkan hari ini, kamu tidak tahu apa yang dia lakukan sementara dia baru saja memberi kabar kepada saya apa yang sedang ia lakukan. Namun semua rentetan kejadian itu hanya tertahan dalam ruang di kepala saya. Tak pernah keluar melewati lidah.

"Aku hanya minta dia agar bekerja lebih keras. Aku meminta dia mencari cara agar cepat dapat uang, cepat kaya."

Sambil menyimak dia bercerita, saya merangkai cerita sendiri dalam pikiran. Tentunya dari perspektif dia dan suaminya.

Biar saya teruskan ceritanya dalam imajinasi. Hubungan kamu merenggang pada empat bulan ini, bukan? Dihari ulang tahunmu, dia sengaja tak pulang kerumah. Ada keperluan di kota Malang.

Hubungan kalian sangat sulit di awal. Namun, satu tahun terakhir, pendapatan suamimu melonjak tinggi. Semuanya menjadi manis dalam hal materi. Hingga sebetulnya, ia sudah memberikan apa yang kamu mau. 

Saya rasa kamu sudah cukup banyak berbagi cerita di jejaring sosial tentang bagaimana kamu berlibur di luar negeri hingga berziarah ke tanah suci. Memposting jalanan macet dari dalam mobil bermerek tiga berlian dengan tangan kiri bergelang emas memegang setir. Segala hal berbau materil sudah kamu dapatkan.

Sekar pun melanjutkan. "Don, rasanya baru kemarin hidupku penuh warna bersamanya. Ia telah mencukupi aku. Tapi Don, sekarang aku merasa bukan menjadi pilihan utamanya. Sampai hal seperti nafkah batin dia enggan.

"Apakah saya sudah tidak menarik. Dia mulai jarang pulang dan sering izin pergi ke Malang untuk urusan bisnis. Apa dia punya selingkuhan di kota itu. Apa karena aku belum bisa memberinya buah hati," tanyanya.

Saya membatin seraya ingin menjawab pertanyaan itu. Tapi saya tak kuasa. Tak mungkin saya mengobral aib kawan karib saya sendiri pada orang yang paling dicinta. Saya putar tangan sedikit. Nampaknya, sudah hampir satu jam kamu bercerita. Saya masih menebak berapa lama lagi kamu akan mencurahkan hati.

***
"Cara cepat kaya?" Tanya Aryo, suami Sekar, kepada saya. Pria yang selalu memiliki konsep dalam setiap tindakannya. "Ada ide Don?" lanjutnya.

Sebuah pertanyaan pembuka obrolan satu setengah tahun yang lalu. Sementara sang pramusaji belum sempat membuat racikan latte yang saya pesan, pertanyaan itu terlontar cepat dan memburu. Aryo mengerutkan dahi seraya memimilin beberapa helai jenggotnya seolah sedang mencoba memecahkan teka-teki alam semesta.

Obrolan pun terus mengalir sambil kita menghisap batang demi batang rokok dalam bungkus yang sama. Setiap cerita sukses kita bahas. Obrolan kita mengarungi dunia untuk menemukan jawaban itu.

Nama-nama seperti Warren Buffett, Steve Job, Bill Gates, sampai Hartono family dan Ciputra tak luput kita sebutkan. Namun, semakin kita mencari, semakin kita tahu bahwa semuanya berproses sedemikian rupa.

Hingga keheningan hinggap diantara kita setelah 3 jam memerah kemampuan akal. Samar-samar gelak tawa pengunjung lain terdengar di telinga. Detak detik jam saya terasa terdengar keras. Kita sudah menumpahkan semua.

Jari saya sesekali mengetuk meja untuk menghilangkan keheningan sejenak. Kemudian saya tarik ponsel dari permukaan meja dan mengetik "cara cepat kaya" dalam mesin pencari. 

Saya mengerutkan dahi dan menunjukan layar ponsel saya kepada Aryo. Kita saling memandang. Tiga situs teratas menjadi acuan Aryo mengambil keputusan. Ia menepuk paha seolah baru saja memperoleh titik temu. "Kita coba," katanya.

"Hal ini bukan cara kita, Yo," ujar saya.

"Tak peduli, otak ini hanya berpikir bagaimana membahagiakan Sekar."

Saya sulit membantah. Sampai akhirnya saya iringi Aryo kemanapun menuju objek yang menjadi tujuan. Jatah cuti saya relakan. Banyak biaya telah saya korbankan. Pun tenaga dan pikiran dikeluarkan dengan penuh keikhlasan.

Tentu saja, untuk memenuhi ambisinya.

****

"Jadi apa yang harus kulakukan Don?" ujar sekar. Lamunan saya pun ambyar terkait tindakan Aryo. Suara Sekar terdengar sedikit bergetar, sulit untuk berbicara normal. Sesekali ia menghapus jentik air yang ingin keluar dari matanya.

Ada hal-hal yang sulit dijelaskan oleh logika di saat-saat haru. Sampai akhirnya harus saya akui bahwa menjaga amanah bukan pekerjaan mudah, terlebih dihadapan orang dekat yang akan menangis. 

Rahasia boleh saja menempel di kepala, namun lidah yang tak bertulang ini sulit merantainya. Akhirnya saya lepas semua. Rahasia-rahasia tersebut liar dan tak bisa dijinakan lagi.

"Dia sudah menikah lagi," ujar saya. Air mata Sekar pun jatuh melintasi pori-pori kulit pipinya yang halus. Matanya yang indah sekarang ditutupi kabut. Ingin sekali saya seka airmatanya dan membelai rambutnya. Tapi apa daya, saya tidak bisa. Saya bukan sesuatu baginya.

"Saya tidak bisa melihat pasangannya yang baru. Aryo bilang, dia memenuhi semua definisi cantik menurut perspektifnya.Bentuknya ghaib. Tentu saja itu semua dilakukan untuk kamu. Ada beberapa urusan yang harus dilakukan dan berdampak pada renggangnya hubungan kalian."

Sekar sekelebat memegang dada dan menarik nafas. Shock. Air matanya bercucuran. Nafasnya tersedak. Suara yang dia coba keluarkan terdengar samar. Kemudian dada saya berdegup. Hingga tak sadar saya memeluknya dan memaki-maki diri saya mengapa saya memberikan saran ini ke Aryo.

Entah mungkin Aryo akan pulang nanti seusai acara dari kota Malang. Saya tak yakin apa yang akan terjadi setelahnya. Sekar mungkin akan menerima kondisi Aryo atau lantas segera mengakhiri hubungannya.

Aryo sadar dan siap menanggung konsekuensi atas persekutuannya. Potensi kehilangan orang yang paling tersayang seperti kakak, adik,  dan kehilangan organ tubuh sudah dipersiapkan. Bahkan, ancaman untuk tidak memiliki anak sebagai akibat keputusan mungkin ia terima. Suatu hal yang mereka sudah idam-idamkan bertahun-tahun.

Namun dunia ini tidak melulu bekerja sesuai dengan kemauannya. Ada hal-hal yang tidak bisa dikuasai. Rencana a - z bisa disiapkan, bahkan dengan estimasi error nol koma sekian persen.

Selalu ada potensi kesalahan sebab tidak ada yang sempurna. Hitungan pun belum tentu selalu benar. Logika dan konsensus menyatakan bahwa 1+1 = 2. Namun dunia bekerja tidak melulu dengan sistem tersebut hingga ada kalanya 1+1 = 3 ataupun 0.

Dari setiap perhitungan ada konsekuensi. Ada hal yang mungkin luput dia perhitungkan. Jika konsekuensi dari apa yang dia ambil adalah kehilangan. Apakah Aryo sadar bahwa orang yang paling disayang adalah istrinya. Semua asa dan harapan Aryo sudah tercapai. Sedikit lagi, efek samping akan bekerja.***

*) Note: silahkan ketik "cara cepat kaya" di search engine. Terdapat iklan Ad yang menginspirasi Aryo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun