Garuda Indonesia adalah salah satu maskapai dengan sejarah panjang yang mencerminkan ketangkasan organisasi menghadapi berbagai tantangan. Kisahnya berawal pada 1949, ketika pesawat DC-3 Seulawah hasil sumbangan rakyat Aceh mengudara dari Calcutta menuju Rangoon. Penerbangan itu menandai lahirnya penerbangan nasional. Tidak lama kemudian, nama Garuda resmi dipakai setelah pesawat berlogo Garuda mengangkut Presiden Sukarno dari Yogyakarta menuju Jakarta. Di era itu, sistem reservasi masih manual. Penumpang hanya bisa memesan tiket melalui kantor penjualan atau agen perjalanan, jauh dari kemudahan daring yang kini menjadi standar.
Perjalanan Garuda penuh pasang surut. Pada 1980--1990-an, manajemen memperbarui identitas korporasi. Logo, seragam pramugari, hingga standar pelayanan ditata ulang agar lebih modern. Namun, periode itu juga diwarnai tragedi. Jatuhnya Garuda Indonesia Flight 152 di Medan pada 1997 dan kecelakaan Flight 200 di Yogyakarta pada 2007 menewaskan puluhan orang serta mengguncang reputasi maskapai. Ditambah krisis finansial Asia, Garuda sempat mengalami kemunduran serius. Uni Eropa bahkan melarang maskapai Indonesia, termasuk Garuda, untuk terbang ke wilayahnya karena persoalan keselamatan.
Titik balik muncul melalui strategi besar bertajuk Quantum Leap yang dimulai sekitar 2009. Program restrukturisasi ini mencakup pembaruan armada, perbaikan manajemen, serta peningkatan layanan penumpang. Hasilnya terlihat dalam beberapa tahun. Garuda berhasil kembali membuka rute ke Eropa dan memperoleh predikat maskapai bintang lima dari lembaga pemeringkat internasional Skytrax. Pencapaian itu menjadi bukti bahwa sebuah organisasi besar bisa bangkit dari krisis melalui langkah strategis dan konsistensi perbaikan.
Transformasi juga dilakukan pada aspek digital. Memasuki era internet, Garuda mengembangkan sistem reservasi daring yang didukung teknologi cloud dengan menggandeng perusahaan global seperti SAP dan Amadeus. Tujuannya untuk menyiapkan Garuda sebagai maskapai berbasis teknologi. Meski transisi ini tidak selalu mulus---efektivitas pemesanan daring masih terbatas pada awal penerapan---digitalisasi menjadi bagian penting dari upaya perusahaan menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen.
Meskipun telah melakukan berbagai pembaruan dan transformasi, bukan berarti Garuda Indonesia terbebas dari tantangan di kemudian hari. Ujian paling berat datang saat pandemi COVID-19. Jumlah penumpang anjlok hingga lebih dari 90 persen. Untuk bertahan, Garuda memperluas layanan kargo dan mengoptimalkan kerjasama logistik. Di sisi lain, manajemen memperketat protokol kesehatan. Setiap pesawat didisinfeksi, aturan jarak fisik diberlakukan, dan fasilitas higienis disediakan. Upaya itu berbuah pengakuan internasional. Pada 2021, Garuda menjadi salah satu dari delapan maskapai dunia yang meraih predikat 5-Star COVID-19 Airline Safety Rating dari Skytrax.
Pada tahun 2023, Garuda Indonesia menjalin kerja sama strategis dengan AirAsia sebagai langkah untuk memperkuat ekosistem industri penerbangan nasional dan internasional. Kerja sama tersebut meliputi kolaborasi dalam berbagai aspek operasional dan bisnis penerbangan, termasuk sinergi rute, optimalisasi sumber daya, serta pengembangan produk dan layanan untuk meningkatkan daya saing di pasar domestik dan global. Presiden Direktur Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, menyampaikan bahwa kerja sama ini bertujuan membangun tatanan industri maskapai yang lebih tangkas dan dinamis dalam menghadapi tantangan bisnis penerbangan internasional. "Kerja sama ini diharapkan dapat menghadirkan ekosistem usaha industri aviasi yang semakin agile dan adaptif menjawab tantangan kinerja industri penerbangan global serta menghadirkan greater impact atas keberadaan pelaku sektor aviasi bagi masyarakat dunia," ujar Irfan Setiaputra, dikutip dari Kompas.com pada 27 September 2023.
Kini, Garuda masih dibayangi masalah finansial dan tata kelola, namun ketangkasan organisasinya tercermin dari kemampuan beradaptasi menghadapi krisis. Dari sumbangan rakyat Aceh yang melahirkan maskapai ini, hingga strategi bertahan di tengah pandemi global, Garuda berulang kali menunjukkan daya lenting. Perubahan teknologi, tragedi, hingga guncangan pasar tidak menjatuhkannya sepenuhnya. Justru, sejarah panjang itu menegaskan bahwa ketangkasan bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan agar organisasi tetap bertahan di tengah turbulensi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI