Politik tatapan Patty Jenkins yang muncul dalam Wonder Woman tidak serta merta menjadikan Wonder Woman sebagai film feminis yang mengeksplorasi pengalaman semua perempuan.Â
Film Wonder Woman hanya mewakili konsepsi keciltentang apa feminisme itu dan bagaimana seharusnya feminisme.Â
Film ini belum menggali lebih jauh perihal feminisme interseksional yang berusaha memberikan perhatian kepada kelompok-kelompok yang kurang terwakili dalam komunitas perempuan yang lebih besar.Â
Terlepas dari hal tersebut, film Wonder Woman menawarkan penjelasan pada teori Tatapan Perempuan melalui sudut pandang Auteur sutradara perempuan.
Pemilihan shot, angle, palet warna, pembingkaian, komposisi, dan gerakan kamera, kostum dan soundtrack yang dikendalikan oleh Patty Jenkins, tidak membuat Auteurism dalam Patty Jenkins terlihat dengan jelas karena teori Auteur menekankan pada sejarah dan keseluruhan output sutradara, yang cenderung berguna dalam menjelaskan Auteurism sutradara lama daripada sutradara pendatang baru (Gianetti, 2001: 473).Â
Film lebih banyak didominasi oleh aktor/aktris daripada sutradara, studio, atau genre (Gianetti, 2001: 475).Â
Wonder Woman adalah salah satu sarana komersial dalam genre Superhero yang menjadi tren blockbuster di industri Hollywood saat ini.Â
Film ini dibuat untuk menampilkan kemampuan komiknya serta popularitasnya di kalangan penggemar.
Kepribadian artistik yang dominan lebih terlihat jelas di depan kamera, dan bukan di belakangnya. Teori Auteur dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana film tertentu menggambarkan tema dan gaya pembuat film, namun pendekatan ini tidak dapat dipakai untuk mengeksplorasi film Wonder Woman yang dibangun oleh studio untuk tujuan memaksimalkan laba (Gianetti, 2001: 491).