Mohon tunggu...
Lia Kurniawati
Lia Kurniawati Mohon Tunggu... Dosen - Realistis dan No Drama

Author - Founder Manajemen Emosi & Pikiran (MEP) Dosen Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gembala sang Pembelajar

5 Juli 2015   10:14 Diperbarui: 5 Juli 2015   10:14 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang terbersit dalam benak tatkala melihat foto ini? Bantu saya ya mempersepsi tampilan indah sang fotografer …

Mohon ijin dari temen fb yang telah di re-share dan copas foto profilnya Tresna Gumilar yang telah menginspirasi, objek utama dalam foto ini sang gembala begitu hebat mampu terbang bebas, entah karena editan ataukah memang hasil snapshot dengan kamera canggih hingga saat sang gembala tampak terbang nyata,  tak tampak gambar blur layaknya kamera era tahun 70 an. Mohon ijin juga jika sang fotografer membaca tulisan ini dan penulis memberi persepsi dari sudut pandang yang berbeda.

Berlatar belakang hijaunya dedaunan,  sedikit berimajinasi sepertinya bertempat di huma balik bukit yang masih perawan menyejukkan mata, lukisan indah sang pencipta yang tiada tara. Duh … terbayang segar aroma bau rerumputan basah… Alhamdulillah dengan rimbunnya pepohonan masih tersisa stock penyedia oksigen untuk kita, mudah-mudahan hijaunya pepohonan masih tersedia untuk anak cucu kita kelak. Berseliweran dalam benak baik pertanyaan maupun asumsi yang mungkin tak terdeskripsikan berdasarkan gambar sederhana diatas, berikut apa yang terlintas dalam benak : Tak asing lagi sepertinya ini di capture  di tanah air tercinta Indonesia, terbukti penggembala masih mengenakan celana berwarna  merah seragam khas Sekolah Dasar. Di lihat timing nya sih sepertinya di pagi hari, sepertinya tidak mungkin saat ini di bulan ramadhan, pertama karena sedang masa-masa liburan selain itu jam-jam pagi hari anak-anak masih terlelap tidur setelah melahap santap sahur, sambil melirik anak-anakku yang masih terlelap :p.

Hhmm .. sepertinya gambar tersebut di ambil pada bulan selain bulan ramadhan, saat efektif pembelajaran di sekolah. Nah yang jadi pertanyaan,  kenapa si anak berada di huma dengan kebo nya sedangkan di jam-jam pagi hari seharusnya dia berada di balik bangku sekolah bersama teman-temannya? Atau mungkin dia kena shift dengan rombongan belajar siang hari hingga ia sempat ngurus kebo dulu karena sekolah tempat dimana dia menimba ilmu kekurangan ruang kelas?. Aaahhh … banyak sekali kemungkinannya.

Sang gembala begitu bebas jauh mengawang meninggalkan si kebo, jika boleh merefleksi penggembala sudah bosan mengurusi kebo nya kali! ingin bergegas menuju bangku sekolah tidak peduli walaupun tanpa tas, buku dan  seragam putihnya. Atau bisa jadi sang gembala lebih memilih menikmati indahnya alam dan mensyukuri nikmat Nya dengan caranya sendiri berbasah-basahan bermain semburat air terjun sambil memandikan sang kebo hingga terlihat licin dan bersih. Tampak asyik meskipun hanya di temani sang kebo daripada belajar di balik bangku sekolah dengan di jejali teori-teori tanpa praktek yang memuakkan.

Sempat iri juga liat sang gembala masih kecil sudah diberikan kesempatan mengenal, memandikan dan bermain dengan kebo, dimana penulis hanya cukup diberi kesempatan melihat kebo dari kejauhan dan tak mampu menguji adrenalin untuk dapat mendekati kebo .. hihihihi dasar penakut !.  Masa kecil penulis hidup di wilayah perkotaan hingga tak memiliki kesempatan untuk berkenalan dengan si kebo …. ciiieee somse dikit jadi orang kota!. Uniknya saat ini banyak sekolah di perkotaan justru membuat program yang menggiring peserta didik untuk kembali mengenal alam, mengenal asyiknya bermain air bercampur tanah yang dilakukan penggembala dan hal ini kembali terasa asing namun menyenangkan.

Teringat kala perkuliahan yang disampaikan DR. Daeng Arifin pertengahan tahun 2013 pascasarjana Uninus Bandung, “Sesungguhnya kewajiban utama manusia di dunia ini adalah belajar”. Dari kutipan di atas jika ditelaah lebih dalam memang benar adanya, untuk dapat melakukan ibadah-ibadah yang diwajibkan Allah seperti sholat tentunya kita harus belajar dan mempelajari tata cara nya bukan? Dengan demikian kewajiban paling mendasar yang harus dilakukan setiap insan di muka bumi adalah belajar.  Hingga terdapat slogan “belajarlah dari mulai buaian hingga liang lahat”. Jika boleh diuraikan sedikit awal permulaan manusia di berikan kewajiban belajar, dari mulai bayi yang baru lahir pun dikenai kewajiban untuk belajar berkomunikasi meminta susu jika ia lapar, jika popoknya basah, jika ingin di gendong dan lain sebagainya yaitu dengan cara menangis hingga membuat orang terdekatnya paham arti dari setiap tangisan.   

Belajar tidak hanya dilakukan di sekolah saja, dengan tujuan akhir mendapatkan selembar ijazah,  namun belajar untuk hidup dan belajar bagaimana memaknainya. Banyak refleksi pembelajaran yang diambil dari gambar diatas bahwa Pertama : penggembala belajar bagaimana caranya ia menggiring kan kebo nya sampai pada tujuan, dapat dibayangkan rasanya penulis pun belum tentu sanggup melakukannya karena memang membutuhkan skill tertentu, atau berlakunya hukum “bisa karena terbiasa”?  Kedua : Melatih kesabaran, seperti kita tahu kecepatan kebo yang super big size itu bukan sesuatu yang dapat dilakukan dengan mudah apalagi menyingkronkan feeling dengan sesama ciptaan Allah yang dibekali insting kehewanan, bukan motor matic dengan satu kali tarikan mampu mencapai kecepatan 40 KM/ jam,  bukan tidak mungkin kan jika tiba-tiba si kebo ngamuk? Bujubuneeeng gak kebayang deeeh? salut dan acungkan jempol deh buat sang gembala.  Ketiga : Yang pasti  penggembala jadi lebih sehat, dapat dibayangkan seluruh anggota tubuh bergerak bebas,  bermain air hingga produksi  pelepasan hormon endorphin dan menghasilkan rasa gembira, bukankah dengan feeling gembira dan senang akan tercipta jiwa dan badan yang sehat?. Keempat : secara tidak disadari ia pun belajar kolaborasi dari sains dan matematis seperti mengenal berbagai bentuk geometri, bangun ruang, dari bentuk badannya si kebo yang membentuk setengah lingkaran, bentuk benda padat dan benda cair yang seringkali di ajarkan bapak ibu guru matematika dan sains secara teoritis di sekolah.

Coba membuka halaman demi halaman dari The Miracle Syamil Al Quran,  menemukan firman Allah dalam QS. Al Kahf : 109, “Katakanlah -hai Muhammad-: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Allah, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Allah, meskipun Kami datangkan yang lain sebagai tambahan sebanyak itu pula”. Dan Q.S. Lukman : 27, “ Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Maha bijaksana. Subhanalloh, ternyata diri ini masih dloif… masih banyak ilmu Allah yang masih belum digali dan diambil hikmahnya dan benar bahwa Ilmu Allah tiada yang mampu menandingi.[caption caption="gembala dan kebo"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun