Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Jakob Oetama, Istilah Jurnalisme Kepiting, dan Diplomasi Media Melawan Korupsi

9 September 2020   19:58 Diperbarui: 10 September 2020   08:02 1536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Pusat Informasi Kompas

Dari 122 orang yang diwawancarai Kompas pada 35 artikel itu, terdapat pejabat publik seperti politisi, menteri, jaksa, komisioner KPK, pejabat POLRI sebesar 67%, para ekspert yaitu akademisi, penasehat hukum dan aktivis anti korupsi sebesar 28 % dan sisanya adalah aktivis LSM dan khalayak umum sebesar 4%. 

Wawancara tersebut menjadi berimbang karena memasukkan mereka yang Pro KPK, netral maupun melawan KPK. Rupanya ada tantangan bagi Kompas untuk bisa melakukan peran semacam ini. 

Pada studi itu, Kepala Litbang Kompas menyebut bahwa kompetensi investigasi dalam jurnalistik yang professional merupakan tantangan bagi Kompas menjalankan perannya yang mandiri dan berdaya. Studi ini juga mencatat bahwa banyak media memang belum bisa melakukan peran investigatif, melainkan baru memuat komentar sumber yang tidak sengaja (atau sengaja) membocorkan kasus. 

Seorang Jakob Oetama sangat jelas keberpihakannya pada gerakan anti korupsi. Keberpihakan itu tentu menjadi acuan banyak pihak mengingat ia mewarnai media paling berpengaruh di Indonesia ini. 

Gaya jurnalistik Kompas untuk mengupas kasus korupsi memang punya gaya sendiri. Gaya itu berkaitan dengan gaya etika budaya Jawa yang memang dianut oleh Jakob Utama yang seorang Jawa yang menjalankan etikanya. Saya sebut itu gaya diplomasi. 

Saya duga nilai-nilai juga merupakan bagian dari bagaimana Kompas menyikapi kondisi yang diduga merupakan pelemahan KPK pada saat revisi UU KPK di tahun 2019. 

Kita masih belum tahu bagaimana dinamika situasi berkait gerakan anti korupsi akan terus berjalan dan bagaimana Kompas akan menyikapinya di masa depan. Apakah pendekatan diplomasi Kompas masih akan jadi warna Kompas sepeninggal Jakob Oetama? Kita tunggu?  

Seperti kata Jakob tentang bagaimana ia menjalankan Kompas, bahwa persoalan yang ada sangatlah kompleks dan tidak bisa dipecahkan dengan hitam dan putih. Namun, saya melihat spirit Kompas untuk mendorong peran masyarakat sipil untuk bekerjasama dengan media seperti Kompas untuk menjaga kemandirian media untuk melawan korupsi di sistem yang ada. 

Terima kasih, Pak Jakob Oetama untuk peranmu menjadikan media sebagai agen melawan korupsi di Indonesia. Selamat jalan dan semoga kau damai bersama-Nya. 

Pustaka: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun