Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mungkinkah KPK Tumbal dari Negosiasi Politik di Pemerintahan?

8 September 2019   14:53 Diperbarui: 9 September 2019   20:47 1918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menutup Lambang KPK dengan kain hitam (Jawa Post)

Terdapat dugaan ada upaya untuk menghentikan kasus kasus raksasa yang telah dimulai oleh KPK periode saat ini, antara lain kasus E-KTP dan juga kasus BLBI, yang melibatkan banyak pihak.

Selain soal Peninjauan Kembali (PK ) yang diajukan Setya Novanto yang berdalih karena telah ditemukan novum (bukti atau keadaan baru), kekhilafan hakim, dan putusan yang memuat pertentangan antara satu dengan lain, kasus E-KTP memang menyangkut banyak pihak.

Sebelum ini, KPK sudah menetapkan 11 tersangka kasus e-KTP. Mereka adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota DPR Markus Nari, dua pejabat di Kemendagri, yakni Irman dan Sugiharto, Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pihak swasta Andi Agustinus, Made Oka Masagung, serta keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi (CNN Indonesia, 13 Agustus 2019).

Pada tahun 2017 terdapat daftar nama yang panjang yang memasukkan banyak nama yang diduga menerima uang dari E-KTP. Nama nama yang disebut sebut antara lain Gamawan Fauzi (saat itu Menteri Dalam Negeri), Diah Anggraini (saat itu Sekretaris Jenderal Kemendagri) Drajat Wisnu Setyawan (Ketua Panitia Pengadaan e-KTP), Anas Urbaningrum, Ganjar Pranowo, dan juga Yasonna Laoly. Ini tentu membuat beberapa partai kebat-kebit.

KPK juga melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) untuk tersangka pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim yang tentu akan membawa beberapa nama penting ke dalam proses pemeriksaan. Laksamana Sukardi yang telah meninggalkan PDIP telah dipanggil KPK sebagai saksi dalam kasus ini.

Sementara itu, dua dari tiga parta utama pemenang pemilu 2019, yaitu PDIP sebesar 19,33% dan Golkar sebesar 12,31% adalah pendukung utama pencalonan Jokowi sebagai Presiden. Tentu terdapat negosiasi-negosiasi yang mengikat kepentingan satu sama lain dalam perhelatan demokrasi 2019 yang lalu.

Saat ini bola soal revisi KPK berada di tangan Presiden. Presiden punya kuasa untuk sepakat atau menolak revisi UU KPK yang menjadi inisiatif DPR. Masyarakat berharap Presiden menolak revisi UU KPK yang menjadi inisiatif DPR. Ini untuk melindungi KPK. Ini melindungi kita dari korupsi yang merajalela.

Adalah sudah terjadi bahwa Presiden menerima 10 nama usulan Pansel pimpinan KPK. Memang terdapat kesimpangsiurang soal di mana posisi Presiden terkait revisi UU KPK.

Di media tertentu dikatakan bahwa Presiden tidak tahu menahu soal revisi UU KPK. Di media yang lain disebutkan bahwa Presiden tidak setuju dengan usulan perubahan UU KPK.

Pada akhirnya, bila Presiden tak mampu melindungi KPK dan tak mampu menghentikan rencana DPR untuk melakukan revisi UU KPK, yang notabene menggembosi kekuatan KPK, bukan tak mungkin pendapat masyarakat tentang adanya tumbal atas kemenangan Pemilu Presiden dan Legislatif. Tumbal itu adalah KPK.

Tentu ini akan mengundang protes masyarakat. Selama reformasi di tubuh aparat penegak hukum tidak berjalan dan masih merupakan hambatan, KPK tetap perlu ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun