Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama FEATURED

Apa yang Anda Lakukan bila Anak Gadis Anda Diperkosa?

7 Agustus 2019   18:49 Diperbarui: 23 Juli 2020   08:43 7440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perkosaan (Sumber : freemalaysiatoday.com)

Tentu saja itu bila jika majelis hakim tidak menjatuhkan vonis bebas. Juga, diperjuangkan batas minimal hukuman perkosaan. Dalam KUHP sendiri, Pasal 285-nya hanya mengandung satu ayat dan mengatur tindak pidana perkosaan secara umum.

Disebutkan bahwa, "barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun". 

Tim perumus RUU KUHP melakukan perubahan mendasar dengan memperluas cakupan tindak pidana perkosaan. Bahkan diperinci tindak pidana apa saja yang masuk kategori itu. Sebut misalnya, oral seks dan sodomi sudah masuk kategori pemerkosaan.

Memang KUHP belum mampu mencakup aspek perkosaan secara luas. Penyidik sering menganggap perkosaan hanya sebagai perbuatan persetubuhan dan pelecehan seksual. Akibatnya, jaksa hanya menuntut hukuman rendah dan hakim pun lebih memperhatikan hal yang meringankan pelaku.

2. Bila Pelaku Perkosaan adalah Orang tua 

Perkosaan dan incest adalah mengerikan. Rumah yang dianggap tempat aman bagi anak, khususnya perempuan, sudah tidak berlaku lagi. Perkosaan semacam ini sudah tidak terbayang akal sehat kita. 

Orang tua yang menjadi pelaku perkosaan dapat dijerat dengan Pasal 294 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perbuatan cabul terhadap anaknya dengan ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Namun, dalam praktiknya pelaku pemerkosa anak (termasuk anak kandungnya) dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Memang, belum disahkannya RUU Kekerasan Seksual sangatlah merugikan. Tujuan untuk memberikan efek jera menjadi terhambat. Juga tuntutan atas kejahatan ini menjadi tidak optimal.

Mengapa Pemerintah dan DPRRI Perlu dan Harus Mensyahkan RUU PKS?

  • Perempuan yang menjadi korban selama ini hanya menggantungkan pada bantuan lembaga pendampingan karena Negara belum menyediakan perlindungan purna;
  • Dampak kekerasan, terutama perkosaan, menghancurkan hidup korban. Korban sering kali depresi berkepanjangan dan kadang malah bunuh diri. Sementara, pelaku yang tertangkap dan dihukum hanya menganggap sebagai 'aib'. Negara belum hadir memberikan perlindungan kepada korban dan melakukan pemulihan.
  • Belum ada peraturan dan hukum yang komprehensif menjadi pedoman dalam penangan kekerasan seksual. Seringkali sistem hukum malah menghakimi korban secara moral;
  • Negara yang telah meratifikasi CEDAW seharusnyalah menghapus segala bentuk kekerasan dan diskriminasi kepada perempuan. Apa yang dilakukan beberapa lembaga barulah upaya parsial dan belum terintegrasi. Juga regulasi belum mengatur perlunya penanganan komprehensif dan terintegrasi;
  • Perlunya perspektif korban;
  • Kekerasan seksual bukan hanya urusan keluarga. Ini urusan negara dan masyarakat.

Kalau Anak (Kesayangan) Bapak yang Diperkosa, Bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun