Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

50% - 70% Sekolah Rusak, Isu Darurat yang Dipinggirkan

29 Juli 2019   16:09 Diperbarui: 30 Juli 2019   08:38 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah sebetulnya telah pula menyediakan anggaran pendidikan melalu Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mengalir ke sekolah sekolah penerima program BOS. Kemana itu? 

Apa sih persoalannya?
Laporan Kemendikbud mencatat bahwa masalah utama dari tertundanya penyelesaian rehabilitasi dan renovasi sekolah adalah karena kesulitan akses transportasi dan kondisi geografis. Ini artinya ada isu akses. 

Bila demikian, berarti laporan tentang status sekolah yang selama ini dibuat oleh Menteri Menteri Pak Jokowi dan juga dibuat oleh lembaga donor tidak sepenuhnya benar. Seperti dokumen laporan "Beyond Access: Making Indonesia's Education System Work" yang diterbitkan oleh Lowy Institute. Laporan itu juga menggarisbawahi bahwa persoalan pendidikan di Indonesia adalah masalah kualitas dan penyebabnya bisa dalam kaitannya dengan politik (politik anggaran, tarik tariakan pada tingkat pemerintah yang berbeda). 

Suatu artikel yang ditulis oleh Lizzie Blaisdell Collins, etALL, " Improving School Buildings in Indonesia" yang dirilis pada Januari 2019 mencatat bahwa persoalan terkait kualitas bangunan sekolah pada umumnya tidak memadai. Banyak sekolah yang ditemukan dalam kualitas 'nyaris' selesai, tetapi pembangunan tidak dilanjutkan finalisasinya. Murid belajar di ruang kelas yang 'nyaris' selesai itu dan kualitas gedung yang tidak dibangun dengan standar tahan gempa membuat rentan. 

Juga, terdapat bagian bagia dari bangunan yang hilang tetapi tidak dikembalikan posisinya ke standard yang seharusnya. Pintu dan jendela sekolah pada umumnya rusak.

Tembok pemisah ruang juga pada umumnya dalam kualitas bangunan yang buruk. Sering ditemukan pemisah ruangan yang ukurannya tidak sesuai dengan ukuran bangunan.


Bangunan bangunan ini pada umumnya dibangun oleh kontraktor lokal yang bisa saja tidak memiliki pengalaman membangun bangunan cukup besar dan tidak didampingi desainer sekolah. Pilihan pada bata dan detil bangunan dinilai rendah.

Kualitas pegangan pintu ruang kelas pada umumnya rendah dan ketika rusak tidak diganti. Ini tentu sangat rentan pada situasi gempa.

Walaupun memang laporan dibuat dalam rangka membuka kerja kemitraan di tingkat lokal, namun analisis dan data yang ada akurat.

Bila dilihat pada masifnya jumlah dan prosentase kerusakan, dapat diperkirakan bahwa kerusakan ini bukan hanya karena persoalan  tertundanya rehabilitasi dan renovasi sekolah karena alasan lokasi geografis dan transportasi. Bagaimana dengan soal pengawasan internal? Bagaimana dengan soal korupsi?  

Berbagai laporan terkait penyelewengan penggunaan Dana BOS telah kita kenal. Ini termasuk 1) isu maraknya penyelewengan ketika Kepala Sekolah diminta menyetor sejumlah uang tertentu kepada pengelola dana BOS di Diknas dengan dalih mempercepat proses pencairan dana BOS bisa dipercepat; 2) Kepala Sekolah juga diminta menyetor sejumlah dana tertentu kepada oknum pejabat Diknas dengan dalih untuk uang administrasi; 3) Para Kepala Sekolah menghimpun dana BOS untuk menyuap pegawai BPKP; 4) Pengelolaan dana BOS tidak sesuai prosedur dan petunjuk teknis.  Aduan semacam ini ada di mediq, antara lain di Teraslampung.com pada 2015. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun