Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Aborsi dan Perdebatan yang Tak Kunjung Selesai

23 Mei 2019   13:40 Diperbarui: 6 Desember 2021   09:48 2374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Klinik aborsi legal yang dimiliki PKBI selama ini 80 persen menangani aborsi pada wanita yang sudah berkeluarga. Untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan berujung pada aborsi, sangat penting terus dilakukan edukasi kesehatan reproduksi sejak dini.

Indonesia telah mengatur aborsi dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi di Indonesia tidak diizinkan, dengan perkecualian kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, serta bagi korban pemerkosaan.

Memang menjadi penting untuk dimungkinkannya tindakan aborsi atas dasar kegawatdaruratan, setelah mendapat persetujuan dari ibu hamil dan pasangannya (kecuali bagi korban pemerkosaan), dan dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan bersertifikat, yang dilakukan melalui proses konseling dengan tenaga kesehatan professional dan/atau konsultasi pra-tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Menggugurkan kandungan, atau aborsi, adalah pilihan terakhir bagi sebagian orang. Namun, terdapat beberapa orang yang melihat aborsi justru sebagai satu-satunya jalan keluar dari kehamilan yang tidak diinginkan. Padahal, aborsi termasuk dalam tindakan medis yang diatur oleh undang-undang. Pelanggaran aborsi adalah tindak kriminal yang bisa dijerat hukum pidana.

Namun demikian, terdapat kisah buruk dalam kasus aborsi di Pengadilan Negeri Muara Bulian. Seorang remaja perempuan dengan bantuan ibunya menggugurkan kandungannya yang berusia 6 bulan. Hakim memandang tindakan ini menyalahi undang-undang pidana dan mengeluarkan vonis enam bulan penjara karena pembunuhan janin. 

Padahal remaja tersebut melakukan aborsi karena ia diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri dan ia korban inses. Remaja putri tersebut mengalami trauma berat. Pengadilan banding dipertimbangkan ntuk memerhatikan aspek psikologis korban.

Dari hasil perkosaan atau tidak, sebetulnya perempuan repot ketika hamil yang tak menghendakinya. Apalagi kehamilan dihasilkan bukan hanya oleh perempuan. Tentu ada peran laki-laki ketika terjadi kehamilan. 

Dalam hal perkosaan, perempuan dipermalukan seumur hidupnya ketika harus mempertahankan kehamilan anak yang terlahir dari perkosaan dan inses. Trauma akibat perkosaan sering membuat perempuan tidak bisa melanjutkan idupnya. Ini tentu perlu pertimbangan adanya aborsi yang tidak ditabukan dan dilakukan secara professional di bidang medis. 

Pengenalan tentang pentingnya kesehatan reproduksi kepada perempuan dan laki-laki, kelompok muda dan keluarga sangatlah penting sehingga masyarakat memberi penghormatan kepada rahim sehingga bukan hanya menyalahkan perempuan ketika terjadi kehamilan. 

"Selama pelayanan ini dianggap tabu, maka akan sulit perempuan menerima pelayanan yang baik karena mereka semua bersembunyi," ujar dr Sarsanto W Sarwono kepada Kompas.com (25/2/2016). Ia menambahkan adanya beberapa kedaruratan medis, mencakup fisik dan psikis serta sosial. Untuk itu, konseling sangat kritikal. Pelayanan yang aman akan mengurangi angka kematian ibu.

Pustaka : 1) Aturan Aborsi di Dunia; 2) Aborsi di Alabama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun