Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Aborsi dan Perdebatan yang Tak Kunjung Selesai

23 Mei 2019   13:40 Diperbarui: 6 Desember 2021   09:48 2370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini saya bekerja dengan suatu tim kecil terdiri dari tiga orang untuk suatu tugas. Ketua tim adalah orang Inggris. Satu orang ahli lingkungan adalah orang Amerika. Keduanya laki laki.  Dan saya. 

Teman saya, si Amerika tiba tiba bertanya "Di sini, perempuan yang menggugurkan kandungan karena alasan kandungan adalah akibat perkosaan dan incest apakah dilarang?".

Saya menjawab pertanyaannya dengan ringkas padat "Indonesia memiliki Undang-Undang Kesehatan dan Peraturan Presiden tentang Kesehatan Reproduksi yang mengatur soal aborsi. Pada prinsipnya, Indonesia melarang aborsi, dengan perkecualian kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, serta bagi korban pemerkosaan".

Memang, peraturan di Indonesia mengatur bahwa tindakan aborsi atas dasar gawat darurat medis hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ibu hamil dan pasangannya (kecuali bagi korban pemerkosaan), dan penyedia layanan kesehatan bersertifikat, serta melalui konseling dan/atau konsultasi pra-tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Kawan Amerika saya pun menjawab "Kalau demikian, aturan di tempat asal sayalah yang sangat mundur". Saya langsung menebak asal tempat dia "Anda dari Alabama ya?" 

Kawan Amerika sayapun mengiyakan " Betul betul suatu kemunduran ada di wilayah saya. Sementara aborsi dilarang untuk alasan apapun, tingkat kematian bayi di negara bagian tempat saya tinggal adalah tertinggi. Artinya, kami ini melarang perempuan aborsi tapi membiarkan bayi bayi yang lahir untuk mati". Bagi kawan Amerika saya tersebut, kriminalisasi pada aborsi menjadi mengherankan karena justru diupayakan oleh 25 dari 27 anggota parlemen Alabama yang semuanya laki laki dan berkulit putih. Tentu saja laki laki tidak pernah membayangkan hamil karena perkosaan dan meraskan trauma yang ada. 

Sementara, kawan saya, Sang Ketua Tim dari Inggris menjawab "Di Inggris, aborsi legal. Namun demikian, di Irlandia Utara aborsi adalah ilegal, kecuali jika nyawa sang Ibu dalam bahaya".

Negara Bagian Amerika Serikat yang Ilegal untuk Aborsi (The Guardian.com)
Negara Bagian Amerika Serikat yang Ilegal untuk Aborsi (The Guardian.com)
Diskusi kami pun akhirnya berkembang ke isu makin maraknya pelarangan aborsi di beberapa negara bagian di Amerika yang saat ini sedang heboh. Kriminalisasi perempuan dalam hal aborsi karena kepentingan politik di beberapa negara bagian Amerika memang sedang menjadi pembicaraan dunia. Ini melahirkan begitu banyak protes. Perempuan turun ke jalan dan katakan "Kau kontrol kami dan tubuh kami. Itukah maumu?". 

Artikel ini bukan hendak mempromosikan aborsi agar legal,  namun mengajak pembaca untuk melihat aborsi dari kacamata keadilan. Sayangnya laki laki tidak pernah akan bisa hamil dan merasakan kehamilan, sehingga pertimbangan keadilan mungkin tidak mudah dirasakan oleh semua pembaca. 

Aturan Aborsi di Banyak Negara

Aturan soal pelarangan aborsi memang ada di banyak negara. Sampai dengan akhir 2018, dicatat 20 negara menetapkan aborsi sebagai hal ilegal. Sementara, di beberapa negara lain, aborsi diatur dengan ketat.

Yang menarik, di Argentina yang mayoritas masyarakatnya adalah beragama katolik dan sebelumnya melarang aborsi, kecuali untuk kasus perkosaan, malah melegalisir aborsi, dengan aturan bahwa usia kandungan maksimal adalah berusia 14 minggu.

Pro kontra dari sisi agama apapun, termasuk Islam di Indonesia soal aborsi telah banyak didiskusikan dan kita tidak hendak mendiskusikannya di sini.

Namun mungkin akan tetap relevan kita diskusikan realitas aborsi dan bagaimana perkembangan untuk mendorong aborsi sebagai hal illegal terjadi di beberapa negara, bahkan di wilayah yang seliberal Amerika Serikat.

 Di Negara Mana Aborsi Ilegal? 
Di kawasan Uni Eropa, Malta adalah satu dari negara yang secara keseluruhan membuat aborsi ilegal. Ganjaran penjara antara 18 bulan hingga 3 tahun menanti pelaku aborsi. Aborsi juga dilarang keras di Andorra, Vatikan, dan San Marino Italia. Ketiganya masih berada di wilayah benua Eropa meski mereka tidak masuk ke perkumpulan Uni Eropa.

Kongo, Republik Dominika, Mesir, El Salvador, Gabon, Guinea-Bissau, Haiti, Honduras, Laos, Madagaskar, Mauritania, Nikaragua, Filipina, Palau, Senegal, dan Suriname menjadikan aborsi illegal. Hukuman penjara 30 tahun menanti perempuan yang melakukan aborsi di El Salvador.

Afganistan, Guatemala, Bangladesh, Irak, Pantai Gading, Lebanon, Myanmar, Paraguay, Sudan Selatan, Suriah, Uganda, Venezuela, dan Yemen melakukan aturan pelarangan terbatas aborsi

Pelarangan Terbatas Aborsi
Banyak negara yang masih memperbolehkan pelaksanaan praktik aborsi dengan beberapa syarat dan kondisi. Kebanyakan, jika kondisi sang ibu dalam keadaan terancam.

Di Brasil, aborsi diizinkan jika terkait kasus pemerkosaan, saat nyawa sang ibu terancam atau jika diketahui janin memiliki bagian otak yang tidak sempurna. Di Chili, aborsi dilarang secara total dan pelaku dikriminalisasikan. Hanya kasus tertentu yang diizinkan dan ini harus mengacu pada undang-undang.

Amerika Serikat sudah menerapkan legalisasi aborsi sejak tahun 1973. Namun belakangan hal ini jadi tekanan tambahan untuk Presiden Donald Trump karena keinginan sebagian anggota Partai Republik untuk menerapkan batasan soal aturan ini.

Aturan aborsi di Indonesia
Apa sih yang merisaukan dari aturan aborsi? Di Indonesia, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) mencatat bahwa angka kematian ibu karena melahirkan adalah 305 per 100 ribu angka kelahiran hidup di tahun 2015, dan 30% darinya adalah meninggal karena kasus aborsi. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), terjadi 1,5 juta-2 juta kasus aborsi. Aborsi menyumbang 30 persen kasus kematian ibu. 

Susanto, Ketua Pusat Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menjelaskan bahwa penyebab kematian akibat aborsi adalah karena dilakukan tidak aman.. Remaja yang hamil di luar nikah sering ditemukan mengaknses aborsi tidak aman di klinik ilegal. 

Klinik aborsi legal yang dimiliki PKBI selama ini 80 persen menangani aborsi pada wanita yang sudah berkeluarga. Untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan berujung pada aborsi, sangat penting terus dilakukan edukasi kesehatan reproduksi sejak dini.

Indonesia telah mengatur aborsi dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Aborsi di Indonesia tidak diizinkan, dengan perkecualian kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan atau janin, serta bagi korban pemerkosaan.

Memang menjadi penting untuk dimungkinkannya tindakan aborsi atas dasar kegawatdaruratan, setelah mendapat persetujuan dari ibu hamil dan pasangannya (kecuali bagi korban pemerkosaan), dan dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan bersertifikat, yang dilakukan melalui proses konseling dengan tenaga kesehatan professional dan/atau konsultasi pra-tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

Menggugurkan kandungan, atau aborsi, adalah pilihan terakhir bagi sebagian orang. Namun, terdapat beberapa orang yang melihat aborsi justru sebagai satu-satunya jalan keluar dari kehamilan yang tidak diinginkan. Padahal, aborsi termasuk dalam tindakan medis yang diatur oleh undang-undang. Pelanggaran aborsi adalah tindak kriminal yang bisa dijerat hukum pidana.

Namun demikian, terdapat kisah buruk dalam kasus aborsi di Pengadilan Negeri Muara Bulian. Seorang remaja perempuan dengan bantuan ibunya menggugurkan kandungannya yang berusia 6 bulan. Hakim memandang tindakan ini menyalahi undang-undang pidana dan mengeluarkan vonis enam bulan penjara karena pembunuhan janin. 

Padahal remaja tersebut melakukan aborsi karena ia diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri dan ia korban inses. Remaja putri tersebut mengalami trauma berat. Pengadilan banding dipertimbangkan ntuk memerhatikan aspek psikologis korban.

Dari hasil perkosaan atau tidak, sebetulnya perempuan repot ketika hamil yang tak menghendakinya. Apalagi kehamilan dihasilkan bukan hanya oleh perempuan. Tentu ada peran laki-laki ketika terjadi kehamilan. 

Dalam hal perkosaan, perempuan dipermalukan seumur hidupnya ketika harus mempertahankan kehamilan anak yang terlahir dari perkosaan dan inses. Trauma akibat perkosaan sering membuat perempuan tidak bisa melanjutkan idupnya. Ini tentu perlu pertimbangan adanya aborsi yang tidak ditabukan dan dilakukan secara professional di bidang medis. 

Pengenalan tentang pentingnya kesehatan reproduksi kepada perempuan dan laki-laki, kelompok muda dan keluarga sangatlah penting sehingga masyarakat memberi penghormatan kepada rahim sehingga bukan hanya menyalahkan perempuan ketika terjadi kehamilan. 

"Selama pelayanan ini dianggap tabu, maka akan sulit perempuan menerima pelayanan yang baik karena mereka semua bersembunyi," ujar dr Sarsanto W Sarwono kepada Kompas.com (25/2/2016). Ia menambahkan adanya beberapa kedaruratan medis, mencakup fisik dan psikis serta sosial. Untuk itu, konseling sangat kritikal. Pelayanan yang aman akan mengurangi angka kematian ibu.

Pustaka : 1) Aturan Aborsi di Dunia; 2) Aborsi di Alabama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun