Mohon tunggu...
Pahliyani
Pahliyani Mohon Tunggu... Freelancer - Hamba Tuhan

Menyukai melamun yang ditemani kopi dan musik, lalu tidak memikirkan apa-apa tentang dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perdebatan tentang Selera

4 Maret 2024   07:19 Diperbarui: 4 Maret 2024   08:08 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Bing AI

Dalam sebuah ruangan yang nyaman dan hangat, ditemani oleh secangkir kopi yang aromanya menyengat indra, aku menemukan sebuah pemikiran yang menenangkan. Ini bukan tentang siapa yang benar atau salah, bukan tentang siapa yang memiliki selera lebih tinggi atau lebih rendah. Ini tentang keindahan perbedaan yang kita miliki sebagai manusia, tentang bagaimana selera---baik itu dalam musik, film, atau bahkan kopi---dapat menjadi jembatan yang menghubungkan jiwa-jiwa yang berbeda, bukan sebagai tembok pemisah.

Pernahkah kau duduk di sebuah kafe, sendirian atau bersama teman, dan menyadari betapa setiap orang di sana memiliki pilihan yang berbeda? Ada yang menikmati espresso, latte, atau mungkin teh hijau. Musik latar pun beragam, dari jazz yang lembut hingga pop yang ceria. Setiap pilihan tersebut mencerminkan sebuah cerita, sebuah latar belakang, sebuah keunikan yang dimiliki oleh setiap individu. Dan bukankah itu sesuatu yang indah?

Aku telah belajar, kadang dengan cara yang sulit, bahwa berdebat tentang selera seringkali tidak menghasilkan apa-apa selain kelelahan mental. Setiap orang memiliki alasan mereka sendiri dalam memilih, merasakan, dan mengalami. Seorang teman mungkin menganggap film indie sebagai karya seni tertinggi, sementara yang lain mungkin menemukan kenyamanan dalam blockbuster Hollywood yang penuh aksi. Dan itu tidak masalah. Tidak seharusnya kita memaksakan pandangan kita tentang apa yang 'baik' atau 'buruk' kepada orang lain, karena pada dasarnya, selera adalah refleksi dari pengalaman pribadi, nilai yang kita pegang, dan bahkan suasana hati pada saat itu.

Begitu pula dengan musik. Playlist seseorang bisa menjadi jendela ke jiwa mereka, cermin dari perjalanan hidup yang telah mereka lalui. Dari lagu yang membuat mereka menangis, tertawa, atau bahkan berdansa tanpa peduli pada dunia, setiap not dan kata memiliki tempat khusus dalam hati mereka. Mengapa kita harus berdebat tentang genre atau artis mana yang lebih superior, ketika kita bisa saling berbagi dan mungkin menemukan sesuatu yang baru untuk kita cintai?

Dan kopi, ah, kopi. Minuman ajaib yang telah menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa; dari pertemuan pertama, malam-malam tanpa tidur, hingga saat-saat kedamaian dalam kesendirian. Setiap orang memiliki cara mereka sendiri dalam menikmati kopi, dan setiap cara itu adalah cerita. Ada yang menyukai kopi hitam pekat untuk memulai hari, sementara yang lain mungkin lebih memilih kopi dengan campuran susu dan gula untuk menemani sore mereka. Kedua cara itu sama-sama valid, sama-sama berharga.

Oleh karena itu, ketika berhadapan dengan seseorang yang senang berdebat tentang selera, aku memilih untuk diam. Bukan karena aku tidak memiliki pendapat, tapi karena aku menghargai perbedaan. Aku lebih memilih untuk mendengarkan, untuk memahami, dan mungkin, di akhir percakapan, kita bisa menemukan bahwa dalam perbedaan itulah letak keindahan hidup. Mari kita rayakan keberagaman selera sebagai bukti bahwa meskipun berbeda, kita semua terhubung dalam jaringan pengalaman manusia yang luas dan berwarna-warni.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun