Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Subordinasi Perempuan Sade Dikekalkan Industri Wisata dan Nilai Patriarki

21 Mei 2019   17:23 Diperbarui: 22 Mei 2019   07:48 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan Sade yang Menikah di Usia Anak Anak (Dokumentasi Pribadi)

Sedihnya, bila angka mahar melebihi angka itu, maka si perempuan dikeluarkan dari adat. Nyata bahwa perempuan menjadi 'komoditas' yang sensitif pada persoalan dan besaran uangnya. Padahal kita tahu, dalam budaya seperti ini, uang mahar toh bukan diterima oleh si perempuan. Ia menjadi aset dari keluarga besarnya. 

Jadi, kalaupun mahar itu besar, bukan berarti si perempuan dinilai tinggi, melainkan pemberi mahar makin besar kekuasaannya kepada si perempuan. Makin besar mahar, makin kecil daya tawar perempuan. 

5. Perempuan 'Dibuang' Bila Menikahi laki laki dengan Strata Lebih Rendah.

Garis keturunan darah yang ditekankan pada laki laki menyebabkan perempuan bangsawan dibuang 'teketeh' dari keluarga bila menikahi laki laki yang memiliki strata lebih rendah. Hal ini akan berbeda bagi laki-laki bangsawan. Dia berhak untuk memilih perempuan dari kalangan manapun sebagai istrinya. Di kalangan bangsawan banyak perempuan tidak menikah dan menjadi perawan tua 'mosot atau dedare toaq' karena persoalan ini.Betapa peliknya posisi perempuan di masyarakat ini. 

6. Adat Perkawinan yang Merugikan Perempuan

Kawin cerai banyak terjadi di kalangan masyarakat dusun Sade. Seringkali, nilai nilai perkawinan di masyarakat ini tergeser oleh pelunasan uang pisuke. Juga, bila terjadi perceraian, perempuan akan menyingkir (disingkirkan) dari rumah tanpa menikmati nafkah selama masa 'iddah', kecuali bila mereka telah membuat perjanjian adat. 

Pembagian harta gono gini jarang dikenal dalam masyarakat ini.  Oleh karenanya, banyak perempuan Sasak yang bercerai tergantung hidupnya pada anaknya karena ia tak berhak atas kekayaan yang dihasilkan dari perkawinan.

7. Peran Domestik adalah Dominasi Perempuan.

Di kalangan masyarakat Sade, hampir semua pekerjaan domestik hanya adalah ranah kerja perempuan. Pada saat yang sama, laki laki Sasak ditabukan untuk mengerjakan tugas tugas domestik. Oleh karenanya, walaupun perempuan Sasak memiliki pekerjaan di ruang publik, mereka tetap wajib melakukan peran dan tugas domestik. Ini tentu menyebabkan terdapat beban berganda di kalangan perempuan Sasak.

Sayangnya, apa yang terjadi di dusun Sade dianggap sebagai kearifan lokal yang terus dijaga dan dilestarikan. Dijadikannya dusun Sade menjadi tujuan wisata adat mekin menempatkan nilai nilai konservatif yang memarjinalkan dan mensubordinasikan perempuan bagai hal yang justru disuburkan.

Mayoritas tulisan tentang dusun Sade hanya mengupas keunikan budaya rumah dan masyarakat asli Sasak dari kacamata bisnis wisata. Sekiranya perempuan Sade ada dalam tulisan, pada umumnya kecantikan karya tenunnya serta budaya Merariknya yang disampaikan. Sedikit perhatian diberikan pada aspek ketidakadilan adat dan budaya kepada kelompok perempuan Sade. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun