Mohon tunggu...
Gregorius Aditya
Gregorius Aditya Mohon Tunggu... Konsultan - Brand Agency Owner

Seorang pebisnis di bidang konsultan bisnis dan pemilik studio Branding bernama Vajramaya Studio di Surabaya serta Mahasiswa S2 jurusan Technomarketing Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Saat ini aktif mengembangkan beberapa IP untuk bidang animasi dan fashion. Penghobi traveling dan fotografi Landscape

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Tantangan Mengedukasi Nilai Industri Kreatif pada Masyarakat Indonesia

6 Maret 2024   16:33 Diperbarui: 8 Maret 2024   13:41 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karya yang dihasilkan oleh sektor ekonomi kreatif adalah sebuah industri yang didasarkan pada kreativitas. (Shutterstock/Odua Images via Kompas.com)

Sebagai seorang pemain di industri kreatif, saya cukup sering mengalami banyak momen maupun curhatan bagaimana jasa desain ditawar murah, pembuatan film animasi yang budgetnya tidak sepadan dengan biaya produksi, hingga jasa foto yang dibayar dengan ucapan "terima kasih". 

Kadang hal itu membuat saya maupun rekan-rekan lainnya bergumam "kok begini banget ya, susah-susah sekolah tinggi-tinggi tapi di lapangan kayak hampir gak ada harganya?". Fenomena ini saya kira cukup umum menjadi keluhan para pelaku kreatif di Indonesia.

Ilustrasi pelaku industri kreatif di Indonesia. Sumber: cimbniaga.co.id
Ilustrasi pelaku industri kreatif di Indonesia. Sumber: cimbniaga.co.id

Di balik berbagai dukungan terhadap industri kreatif untuk pengembangan ekonomi kreatif yang saat ini tengah digadang-gadang oleh pemerintah, sebenarnya banyak sekali kendala di lapangan yang perlu diatasi. 

Data dari Serikat Sindikasi tahun 2022 sendiri menjelaskan bahwa para pekerja kreatif di Indonesia sebenarnya cukup menyenangi pekerjaan mereka, meskipun begitu terdapat bayang-bayang kekhawatiran utama pada ketidakstabilan penghasilan, kelayakan upah/gaji, hingga kesulitan mendapatkan pekerjaan/proyek. 

Ini terlihat dari ketimpangan upah yang cukup jauh antar subsektor dimana arsitektur dapat memperoleh gaji hingga 5,33 juta per bulan namun industri fotografi hanya memperoleh 1,4 juta per bulan. 

Apresiasi masyarakat terhadap pekerja dalam hal ini menjadi akar masalah dimana tingkat apresiasinya dianggap masihlah rendah dan belumlah merata (Gityandraputra, 2020; Kristiani, 2022; Hidimas, 2023) dan untuk mengubahnya perlu peran edukatif yang besar dari jalinan kerja sama banyak pihak mulai dari pemerintah, industri, serta akademisi. Meskipun begitu, terdapat tantangan yang perlu dijawab untuk dapat mengedukasi nilai dari industri kreatif di Indonesia.

Pemahaman Standard Baku tentang Konsep Ekonomi Kreatif Itu Sendiri

Saat ini, Indonesia sendiri diakui menurut Kemlu (Kemlu, 2023) masih membutuhkan banyak upaya untuk peningkatan kesadaran akan ekonomi kreatif. Bahkan menurut UNESCAP (Lestariningsih et al, 2019), pendefinisian standard menurut KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) akan sektor-sektor hingga kepada proses dalam industri kreatif sendiri masih belumlah memadai. 

Dengan kondisi di mana masih kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap konsep ekonomi kreatif yang kokoh dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional, hal ini menghambat pengembangan kebijakan dan sistem pendukung yang efektif bagi industri kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun