Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Divide et Impera" dan Marah-marah Politik

9 April 2019   21:17 Diperbarui: 10 April 2019   16:13 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: jarogruber.blogspot.com

Lalu, bagaimana dengan kita? Kita mengetahui bahwa perilaku dan kepribadian kita makin buruk selama Pemilu, tetapi kita tetap melakukannya? Studi menunjukkan bahwa orang sudah lelah berdebat, tetapi masyarakat tidak kuasa untuk bisa menghentikannya. Saya kira ini mengerikan. Ada perangkap yang kuat di antara perdebatan itu. Di antara kita. 

ilustrasi: jarogruber.blogspot.com
ilustrasi: jarogruber.blogspot.com

Para ahli melihat beberapa hal. Saat ini volume dan gelombang informasi begitu besar mengalir bebas untuk dinilai dan dipilih publik. Udara kita penuh suara dan berisik. Dan, saat ini orang Amerika untuk pertama kali dipimpin oleh orang yang berapi api berisik. Iya, oleh Trump. Ini membuat masyarakat dalam gelombang emosi turun naik tak henti hentinya, kata Jon Meacham, ahli sejarah dan penulis buku "The Soul of America,".

Ia melihat negara Amerika begitu dilukai dan trauma oleh perang dunia. Ku Klux Klan dan juga Perang Vietnam. "Saat ini, Trump menaikkan metabolism tubuh dan emosi kita melalui cara cara memecah belah. Saat ini, perpecahan itu terbagi dalam kelompok yang banyak, berdasar agama, ras, gender, pendidilan, dan lain lain".

Survai yang dilakukan oleh Pew di bulan Maret yang lalu mengatakan bahwa sejak Pemilu dan bahkan sesudah kemenangan Trump sebagai presiden, banyak masyarakat yang menjadi makin gelisah dengan kalimat kalimat yang diucapkan oleh Trump. Artinya, setelah pemilu masyarakat masih juga gelisah. 

Indonesia pernah punya sejarah kelam pasca kemerdekaan. Peristiwa 1965 yang memakan ribuan korban, peristiwa 1998 yang membawa ratusan korban kekerasan seksual adalah juga contoh dari sebagian peristiwa berlatar divide et impera pada kelompok tertentu. 

Walau kita khawatir itu juga akan terjadi di Indonesia, namun, mudah mudahan suasana bisa menjadi lebih baik.  Terutama bila kita sebagai bagian dari masyarakat melakukan kontribusi aktif untuk hal yang positif. Kita selalu berharap untuk tidak alami perpecahan seperti di Amerika. Kalau di jaman Belanda kita mengenal devide at empera, mengapa kita saat ini tenang tenang saja ya.

Peneliti Amerika itu katakan, musuh bersama kita bukan lagi manusia, calon presiden, calon legislatif, tetapi politik pecah belah itu sendiri. Politik devide et empera yang merusak kita.

Terminologi divide et impera dipakai sejak Raja Philip II dari Macedonia. Ia adalah ayah dari Alexander the Great pada 300 SM. Meski demikian, ini juga dipakai oleh Julius Ceasar, Napoleon Bonaparte, dan didokumentasikan oleh sejarawan moderen.

Politik divide et impera atau politik pecah belah atau politik adu domba ini adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan dan menjaga kekuasaan. Masyarakat dipecah belah menjadi kelompok kecil untuk lebih mudah ditaklukkan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Awalnya divide et impera adalah strategi bangsa kolonialis pada abad 15. Spanyol, Portugis, Belanda, Inggris, dan Perancis menggunakan strategi ini untuk mencari sumber kekayaan alam di wilayah tropis. Selanjutnya 'politik ini' mengalami perkembangan. Ini bukan hanya sebagai strategi perang tetapi juga merupakan strategi politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun