Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Apakah Hak Parlemen dalam Penganggaran Hanya Mitos Belaka?

27 Maret 2019   15:50 Diperbarui: 28 Maret 2019   06:05 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja John dari Inggris menandatangani Magna Carta di hadapan parlemen. Lukisan 1864 (Foto: Ottawacitien.com)

Fungsi Penganggaran DPR RI Tertera pada UUD 1945
Undang Undang Dasar 1945 mengatur fungsi fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pertama, fungsi legislasi, membuat atau menyetujui peraturan dan perundangan. Kedua, menyetujui anggaran. Ketiga, melakukan pengawasan.

Dalam fungsi legislasi, DPRRI memiliki tugas dan wewenang untuk menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas); menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU).

Kemudian menerima RUU yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Daerah/DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah), membahas RUU yang diusulkan oleh Pemerintah ataupun DPD, menetapkan UU bersama dengan Pemerintah, dan menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Pemerintah) untuk ditetapkan menjadi UU dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang.

Untuk fungsi penganggaran, DPR memberi persetujuan atas RUU tentang APBN yang diajukan Pemerintah, memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama, menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK, dan memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara.

Secara khusus, prosedur penganggaran yang dipergunakan adalah seperti tertera pada tautan ini.

Adiansindo.com
Adiansindo.com
Selanjutnya, DPR memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah dan membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama).

Keterlibatan Parlemen dalam Penganggaran di Beberapa Negara
Di Amerika peran parlemen pada anggaran sangatlah besar. Beberapa kali kita mendengar berita tentang 'government shutdown' pada banyak masa kePemerintahan. Target Donald Trump untuk menyelesaikan tembok batas Amerika dengan Mexico sepanjang 722 mil sebelum pemilu 2020. Pada tahun 2019, pemerintah Amerika harus mengalami kemandegan 'shut down' selama 35 hari. Ini terlama dalam sejarah Amerika karena parlemen tidak menyetujui anggaran US $ 5,7 juta untuk pembangunan tembok yang berbatasan dengan Mexico itu. Untuk tahun 2020 tampaknya Trump akan meminta kongres untuk menyetujui USD $ 8,6 juta untuk menyelesaikan tembok itu. 

Sebetulnya mandegnya pemerintah Amerika karena terganjal persetujuan anggaran bukan hanya terjadi pada masa Donald Trump. Pada masa Bill Clinton sempat terjadi kemandegan selama 21 hari di tahun 1985-1986, sementara di masa Barack Obama pemerintah madeg selama 16 hari terkait 'Obama Care', yang sekarang justru akan dihilangkan..

Lain Amerika, lain Swedia. Proses penganggaran di Swedia lebih mirip dengan apa yang terjadi di Inggris. Ada keseimbangan antara pemerintah dengan parlemen. Reformasi anggaran di Swedia menunjukkan bahwa kekuasaan parlemen terkait anggaran lebih pada persetujuan anggaran yang telah dikeluarkan atau 'ex ante'. Namun demikian, terdapat komite anggaran yang memungkinkan adanya keterlibatan parlemen dalam persetujuan anggaran.

Baru baru ini, terdapat debat anggaran 'Paket Generasi Merdeka" atau "Merdeka Generation Package' sebesar S$ 6,1 juta. Ini adalah anggaran bagi mereka yang lahir pada sekitar tahun 1950, yang dianggap sebagai generasi yang memperjuangkan kemerdekaan. 

Pada dasarnya, persoalan kurang berfungsinya parlemen dalam penganggaran adalah persoalan lama. Di tahun 2001, misalnya the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengadakan diskusi terkait anggaran pemerintah dan peran parlemen. Terdapat diskusi menarik soal parlemen yang suporitf mendukung dan  memperlancar jalannya pemerintahan. Di sisi lain, dukungan parlemen ini dianggap sebagai lemahnya peran parlemen.  Rupanya isu terbatasnya pemahaman anggota parleman terkait perundangan pajak adalah isu umum. Ini termasuk kemampuan melakukan  analisis soal sistem perpajakan. Di sisi lain, Amerika Serikat yang memiliki parlemen kuat juga menjadikan diskusi soal anggaran menjadi alot.

Sejarah Keterlibatan Parlemen pada Penganggaran

Sejarah keterlibatan parlemen pada isu anggaran dimulai pada 1215 ketika lahir Magna Carta yang disahkan Raja John di Inggris. Magna Carta menyebutkan untuk pertama kali bahwa raja dan pemerintah bukanlah di atas hukum. Carta ini hendak melindungi nagara agar tidak dieksploitasi oleh raja dan pemerintah. Artinya, sudah lebih dari 800 tahun peran parlemen ada dalam penetapan aturan, perundangan dan juga anggaran pemerintah. Saat  ini dokumen Magna Carta didokumentasikan di the Library of Congress di Washington DC, Amerika Serikat.

Kisah Raja John dari Inggris melatari lahirnya Magna Carta. Sebelum Raja John memimpin, kita mengenal Raja Richard atau King Richard of Lion Hard yang kemudian masuk dalam cerita imaginasi Robin Hood yang menjadi terkenal. Robin Hood adalah tokoh imajiner kelompok yang marah karena raja memajaki rakyat miskin untuk kepentingan kerajaan dan gereja.

Meskipun terjadi perdebatan di kalangan sejarawan bahwa magna Carta hanyalah kepentingan bangsawan dan raja, namun Peter Lineaugh melihat hal yang lebih progresif. Magna Carta dilihat sebagai kesepakatan berbagai pihak, antara gereja dan negara, antara bangsawan dengan raja, antara pedagang dan bangsawan, dan antara rakyat dengan bangsawan dan antara laki-laki dan perempuan.

Barulah pada tahun 1787, proses diskusi anggaran secara moderen terjadi, yaitu setelah reformasi Gladstonian. Pada masa ini, perekonomian diarahkan pada pengaturan oleh pasar. Sementara, anggaran pemerintah mulai menganut anggaran yang seimbang. Pada saat yang sama, proses penganggaran lebih demokratis dikenal.

Proses penganggaran yang melibatkan parlemen adalah proses panjang dari sejarah adanya keuangan negara. Pada awalnya, parlemen lebih berfokus pada penetapan pajak dan selanjutnya mereka juga memperhatikan persoalan pengeluarannya.

Pada prakteknya, peran parlemen dalam anggaran memang bervariasi di berbagai negara. Terdapat parlemen yang aktif. Banyak parlemen yang pasif saja.

DPRRI Turut Berperan dalam Penganggaran, Mengapa Hanya Pemerintah (Presiden) yang Dipersalahkan? 
Dalam hal Indonesia, pada akhir bulan Oktober 2018 kita baca di media, misalnya CNN Indonesia soal pengesahan anggaran. Rapat Paripurna DPR mengesahkan RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang sebelumnya telah disepakati pemerintah dengan Badan Anggaran (Banggar). 

Begini kutipan media CNN Indonesia "Apakah RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2019 dapat disetujui untuk menjadi Undang-undang? Setuju. Baik disepakati," ucap Wakil Ketua DPR Agus Hermanto di Gedung DPR/MPR pada Rabu 21 Oktober 2018. Saat itu, pemerintah mengajukan penerimaan negara sebesar Rp2.165,1 triliun. Angka penerimaan yang diajukan meningkat sekitar 1,05 persen dari asumsi awal yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Nota Keuangan APBN 2019 pada Agustus lalu, sebesar Rp 2.142,5 triliun', demikian CNN Indonesia.

Tentu proses diskusi penganggaran telah dilakukan cukup lama. Pelik dan alot penuh kepentingan politik.  Jelasnya, persetujuan anggaran pemerintah disetujui dan disahkan oleh DPR. Artinya, urusan penganggaran bukan hanya urusan pemerintah dan presiden. Ada sedikit keganjilan bila kemudian masyarakat,  khususnya pada masa kampanye Pemilu saat ini berjamaah mempersalahkan soal anggaran pada salah satu pihak, khususnya pemerintah, dan lebih khusus lagi Presiden, dan lebih khusus lagi adalah Jokowi. Contohnya adalah anggaran pembiayaan pembangunan infrastruktur. Ini sudah ada di RPJMN yang disetujui DPR, yang kemudian diterjemahkan dalam anggaran program multi-year dan tahunan. Dalam penganggaran moderen kita mengenal apa yang disebut anggaran multi-year. Penetapan suatu anggaran diberlakukan pada pengeluaran pembangunan yang terjadi untuk beberapa tahun. Ini untuk memastikan agar tidak terjadi turun naiknya alokasi anggaran yang menyebabkan tidak tercapainya taget pembangunan pada suatu proyek atau program tertentu. 

Persoalan tidak aktifnya parlemen dalam penetapan anggaran memang persoalan yang sudah sejak lama terjadi. Sekitar tahun 1990an, saya masih ingat bentuk pertanyaan DPR kepada lembaga semacam BAPPENAS terkait anggaran yang telah dilaksanakan. Soal untuk apa saja pengeluaran rutin dipakai, lalu klarifikasi pada berapa program A dan program B dst. 

Pada perkembangannya, dicatat terdapat kemajuan peran DPR, khususnya ini terjadi pada pasca reformasi 1998. Reformasi mendorong lembaga DPR menjadi lebih demokratis dan akuntabel serta berkinerja lebih baik.  Tujuan reformasi adalah mengembalikan peran dan fungsi DPR RI dikembalikan ke koridornya sebagai lembaga legislatif yang menjalankan 3 fungsi utama DPR terkait legislasi, selain juga menjalankan fungsi budgeting (anggaran) bersama-sama dengan presiden, serta fungsi pengawasan atas pelaksanaan UU dan anggaran dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh eksekutif.

Sebetulnya, secara relatif, peran DPR agak lebih muncul dalam fungsi penganggaran. Apalagi peran penganggaran lembaga lembaga seperti BAPPENAS menjadi lebih kecil atau bahkan dihilangkan. Sayangnya, beberapa studi masih menunjukkan terbatasnya  kemampuan DPR di bidang penganggaran.

Studi "Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Pasca Pemilu 2014: Permasalahan dan Upaya mengatasinya" oleh Ratnia Solihah Siti Witianti dari Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Padjadjaran, misalnya, menunjukkan bahwa kemampuan DPR pada tiga fungsi masih lemah. Terdapat kaitan antara ketiga fungsi DPR. Fungsi anggaran (budgeting) juga memuat fungsi legislasi,  karena untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga perlu menetapkan Peraturan Perundang- undangannya pada setiap tahun anggaran. Untuk itu, DPR diharapkan untuk memiliki kemampuan mendistribusikan anggaran sesuai dengan skala prioritas yang secara politis telah ditetapkan. Juga, sebetulnya ada hak inisiatif DPR, tetapi karena kemampuan DPR terbatas, maka peran legislasi inisiatif tidak optimal dipergunakan.  

Studi melihat bahwa apa yang terjadi di DPR seperti melemparkan bola liar, tergantung kepada konfigurasi politik DPR yang sangat berwarna. Ini terjadi baik dalam fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Persoalan kemampuan penganggaran DPR yang lemah itu masih ditambah dengan lemahnya kemampuan DPR mengelola anggarannya sendiri. Studi di atas mencatat bahwa anggaran untuk pelaksanaan fungsi legislasi ini juga disinyalir membengkak karena banyaknya kegiatan kunjungan kerja dan 'studi banding' DPR dalam rangkaian proses legislasi tersebut. 

Memang menjadi nampak nyata perbedaan yang ada di negara seperti Amerika, Swedia dan Singapura dengan di Indonesia. Ketika telah ditetapkan, persoalan debat dan persetujuan anggaran adalah urusan dan tanggung jawab bersama, antara parlemen dan pemerintah. Bila DPR tidak melakukan fungsi penganggaran dengan optimal, ditambah bersembunyi dari tanggung jawab, maka wajarlah kita melihat fungsi DPR selama ini seakan hanya mitos saja. Fungsi itu sekan hanya ada dalam UUD 1945 tapi tak berjalan dalam praktek. 

Pustaka:  1) Tugas Wewenang DPRRI; 2) Penganggaran di OECD; 3) Penganggaran PGSLP; 4) Magna Carta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun