Mohon tunggu...
Leumara Creative
Leumara Creative Mohon Tunggu... Chef de Cuisine

Seorang Kuli Wajan yang baru Belajar untuk Menuangkan secuil kisah dan pengalaman lewat tulisan, karena di semesta ini "TRADA YANG TRA BISA". Semoga karya tulisan ini menjadi harta yang tak pernah hilang ditelan zaman.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Jangan Takut Bodoh, Tapi Takut Mati Rasa: Menemukan Makna di Era AI

10 Juni 2025   20:05 Diperbarui: 10 Juni 2025   20:05 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, mari berhenti khawatir bahwa AI akan menggantikan kita. Sebaliknya, mari kita manfaatkan AI untuk membantu kita berpikir lebih dalam, lebih cerdas, dan lebih kreatif.

Ketakutan yang Terkadang Datang dari Kemalasan

Kebanyakan ketakutan terhadap AI berasal dari ketidaktahuan atau kemalasan untuk belajar. Banyak orang yang teriak "AI akan menggantikan pekerjaan kita" tanpa pernah benar-benar memahami bagaimana AI bekerja atau bagaimana kita bisa memanfaatkannya.

Ketakutan seperti ini sering kali muncul karena kita malas untuk belajar hal baru atau keluar dari zona nyaman. Kita takut karena perubahan itu melelahkan dan butuh kerja keras. Tapi ingat, kemajuan selalu datang dengan tantangan. Kalau kita tidak siap untuk belajar dan beradaptasi, kita akan tertinggal. AI bukan musuh, tetapi peluang. Peluang untuk berkembang dan meningkatkan kualitas hidup kita, jika kita berani untuk melangkah keluar dari ketakutan dan beradaptasi dengan perubahan.

Kenyamanan yang Diam-diam Melemahkan

Kenapa kita sering merasa malas berpikir? Salah satunya karena kenyamanan. Kenyamanan yang berlebihan membuat kita berhenti mencari tantangan dan berhenti berpikir secara kritis. Teknologi, meskipun memberikan kemudahan, juga bisa membuat kita terlalu nyaman dan lupa berusaha.

Seperti yang dijelaskan oleh Byung-Chul Han dalam bukunya The Burnout Society, kenyamanan yang berlebihan bisa membuat kita terjebak dalam rutinitas yang tidak produktif. Kita merasa puas dengan hidup yang mudah, tetapi di sisi lain, kita juga kehilangan kesempatan untuk bertumbuh.

Jadi, jangan biarkan teknologi membuat kita terlalu nyaman. Gunakan teknologi untuk memperkaya pikiran kita, bukan untuk melumpuhkannya. Jangan biarkan kenyamanan menjadi penghalang untuk berpikir kritis dan berkembang.

Pengetahuan, Kebijaksanaan, dan Keberanian Bertanya

Pengetahuan itu seperti peta. Ia menunjukkan arah, tetapi kita yang harus berjalan. AI bisa memberi kita informasi yang akurat dan cepat. Tetapi kebijaksanaan datang dari kemampuan kita untuk memilih informasi yang tepat, memahami konteksnya, dan membuat keputusan yang bijak.

Yang lebih penting, kebijaksanaan datang dari keberanian kita untuk bertanya---terutama pada diri kita sendiri. Jangan terima begitu saja jawaban dari AI atau sumber lain. Pertanyakan apa yang kita tahu, cari tahu lebih dalam, dan gunakan pengetahuan untuk membuat dunia ini lebih baik.

Epilog -- Cermin Digital dan Cahaya Dalam Diri

Dan pada akhirnya, teknologi hanyalah cermin yang memantulkan bayangan kita. Jika bayangan kita terlihat kosong, itu bukan salah teknologi, tapi salah kita. Salah kita yang tidak lagi peduli untuk berpikir, tidak ada lagi rasa ingin tahu.

Mari kita hadapi dunia digital dengan rasa ingin tahu yang besar. Jangan takut terlihat bodoh, karena tidak ada yang lebih bodoh daripada berhenti bertanya. Dalam dunia yang serba cepat ini, kita harus berani melawan kenyamanan dan terus berkembang dengan berpikir kritis.

Jangan takut menjadi bodoh. Yang harus kita takuti adalah ketika kita tidak lagi peduli untuk berpikir, untuk belajar, dan untuk berkembang. Karena itulah yang akan membuat kita benar-benar "mati rasa".(*)


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun