Ketika Mahkota Tersemat
Tetaplah menjadi matahari yang tidak pernah terlambat hadir. Selalu menyapa lewat goresan pena penuh makna. Aku menantikan sajak-sajak puisimu. Guratan rasa kecewa mengalir ketika kau merasa ada yang ketidakadilan. Tak mengapa itu hanya sementara. Tidak usah gundah.
Apa yang sedang kau lakukan sekarang itu adalah jembatan kesuksesanmu. Saat ini memang belum ada perhatian terhadap prestasi yang telah kau sumbangkan.
Dilain waktu tiba saatnya pelangi pasti berwarna. Impianmu pasti bisa kau raih.
Jangan berhenti, teruslah diksimu menari. Biar dunia menilai bahwa kau memang pantas mendapatkannya.
Satuhal lagi aku mengatakannya kepadamu.
Aku pasti hadir di setiap sajak-sajakmu. Merasakan kata demi kata yang menyiratkan kegundahan hati. Melupakan sakit di dada. Agar bisa tetap menjadi terang di saat gelap menghampiri. Seperti rembulan bersinar di saat gelap menghampiri. Kerlap kerlip bintang menambah suasana malam menjadi syahdu.
Bertaburan di langit menemani rembulan.
Aku memahami semua itu sahabat. Lelah memang. Menunggu yang tidak pasti. Tidak bisa ditebak kapan kebahagiaan itu datang.
Aku membayangkan ketika mahkota itu tersemat. Senyum mengembang di wajahmu.
Sahabat aku menantikan itu terjadi. Saat daya upayamu berbuah ranum. Dan kau menerima mahkota itu yang sudah lama ingin kau peluk. Mahkota itu adalah tanda prestasi yang selama ini kau raih.
Tidak berapa lama lagi sobat, tetaplah sabar menunggu. Kesabaran itu kelak berbuah manis.
Erina Purba
Bekasi, 03022022