Pohon-pohon berdaun lebat yang pucuk-pucuk daunnya seakan menjadi payung untuk menghindarkan siapa pun di bawahnya dari sengatan matahari namun tidak menghalangi sinarnya. Sejuk. Jalan itu tidak terlalu jauh dari rumahku. Biar saat sudah mengungkapkan namun ditolak, aku bisa cepat sampai pulang ke rumah. Meski tidak terlalu jauh dari jalan menuju rumahku, jalan itu sangat jarang kulewati. Jadi jika ditolak, aku tidak perlu melewati jalan atau tempat yang terdapat kenangan tidak baik di dalamnya. Tapi aku yakin, perasaanku dan perasaan kak Aqie saat ini sama. Tidak apa-apa aku bergerak lebih cepat.
"Kamu ada urusan di sini? Kenapa berhenti di sini?" Tanya kak Aqie.
"I-iya. Ada urusan. Kak Aqie tolong berdiri." Meski bingung, kak Aqie menurutiku, dia bangkit dari motornya dan berdiri tegak di hadapanku.
"Kak, aku mohon jangan marah, jangan benci sama aku, ya. Aku ingin memberi tahu sesuatu" sejujurnya, aku takut kak Aqie akan menjadi illfeel padaku karena mengungkapkan perasaan terlebih dahulu.
"Apa itu?" Tanyanya. Aku gugup dan mulutku seakan susah untuk digerakkan. Otak dan hatiku sudah mengatakannya berkali-kali, aku menyukaimu. Tapi mulutku tidak bergerak. Oh apa yang harus aku lakukan?
"Ada apa, Amea?" Tanyanya lagi.
"Mmm.. itu, mm" apa saat laki-laki akan menembak perempuan juga sesulit ini?
"Kak, aku! Aku.. suka Kakak!" Akhirnya terucap! Dia terlihat terkejut. Saat dia membuka mulutnya karena ingin mengatakan sesuatu, aku merasa takut jika dia sudah menolak sebelum aku mengatakan semuanya. Jadi aku memotong perkataannya yang bahkan belum dia mulai.
"Aku, aku! Sudah lama suka. Sejak kelas 9, sejak liat Kakak di antara alumni saat ulang tahun sekolah. Kakak tampan, jadi bikin hilang fokus---pokoknya aku suka Kakak dari awal liat. Terus, terus---" kata-kata yang sudah kupersiapkan hilang.
"Intinya aku suka Kakak, sejak lama. Bukan cuma karena tampan, tapi Kakak baik dan berprestasi dan keren! Ak-ku, aku--"