Mohon tunggu...
Leo DwiMahardika
Leo DwiMahardika Mohon Tunggu... Lainnya - Coretan Suka-Suka

Moody writter, but will give 100% for every word

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sedulurmu

16 September 2020   20:05 Diperbarui: 16 September 2020   20:20 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berbilang ratusan juta detik aku melewati hari. Hampir seluruhnya berlalu tanpa ada arti. Aku bahkan tak menyadari bahwa setiap langkah kakiku menjejak ternyata Tuhan sedang menuntunku bertemu denganmu. Seperti hari-hari biasanya, tak banyak harap yang kuselipkan untuk menjalani utas waktu yang dilalu.

Suatu hari di kala rendah tubuh ini, terbentur batuan cadas di pelosok bumi, engkau satu-satunya orang yang datang merengkuh tubuhku yang hendak jatuh ke jurang kecemasan.

“Hei, kau tak apa?” ucapnya.

Aku yang berpandang kabur berusaha menatapnya dengan lebih jelas, kucoba membuka mata meskipun dengan jemari melemah. Namun yang ada tanganmu menghentikan lenganku yang lunglai setelah terhempas luka beberapa waktu tadi. Harap-harap cemas dengan segelintir sisa tenaga yang tersisa, kukuatkan ragaku hanya untuk melihat rupa sosok wajah berpinar itu.

“Jangan kau paksa, sungguh dirimu sudah berusaha, biar aku merawatmu,” selanya.

Tak tersisa lagi dari diriku, perlahan semua gelap. Kini aku beranjak menuju fana dalam kegelapan. Menerka di mana aku sekarang, sebuah padang rumput melingkari tubuhku yang tergoyang karena angin begitu kencang. Dari sela rumput yang memanjang datanglah seseorang berambut cepak, perawakannya sepertiku. Ia berjalan menghapiriku yang berdiri kebingungan.

“Tak mengapa, lukamu akan berangsur kering. Kami tau kau kesakitan, lihatlah lebih dalam lagi, engkau sungguh tak sendiri.”

Siapa orang ini batinku. Ia seolah sangat mengenalku, memang wajahnya sangat mirip denganku, namun aku tak pernah melihat ia sebelumnya.

“Siapa kau?” tanyaku.

“….”

Ia hanya tersenyum lalu menghilang di balik rerumputan yang tingginya hampir seleherku. Sepersekian detik kemudian aku merasa terlempar jauh ketempat dimana akupun tak pernah merasa mengunjunginya, mungkin inilah yang sering kusebut mimpi di atas mimpi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun