Mohon tunggu...
Leny Wulandari
Leny Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Jember

Aku adalah manusia pencinta alam, perkuliahan ku merupakan hal yang menyenangkan karena dapat berkeliling dan jalan-jalan sambil survey tugas. Intagram @leny.wdr9 Twiter @lenywulandari19

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sumber Energi Terbaru Hilangkan Efek Rumah Kaca

8 Desember 2019   22:41 Diperbarui: 8 Desember 2019   23:31 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dari tahun ke tahun jika kita mengamati kejadian di bumi ini, maka kita akan merasakan suatu perbedaan, yaitu suhu di permukaan bumi ini semakin panas dan cuaca menjadi tidak menentu. Kebanyakan ahli menyebutnya dengan istilah pemanasan global atau global warming, dimana terjadi peningkatan suhu di permukaan bumi akibat efek rumah kaca. Sinar matahari yang terjadi tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali, sinar matahari berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun, sebagian besar dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya.

Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas ke angkasa menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan Pemanasan global diyakini disebabkan oleh berbagai macam aktivitas manusia, seperti proses industrialisasi dan transportasi yang menggunakan bahan bakar fosil. Upaya tersebut telah menyadarkan banyak orang, bahwa, saat ini telah terjadi peningkatan suhu udara Bumi akibat pemasan global yang telah terjadi pada Bumi yang kita hi mi. Hasil   pembakaran   bahan   bakar  fosil yang menghasilkan antara lain gas C02 dalam skala global berjumlah miliaran ton  setiap tahun, disemburkan ke atmosfir Bumi. Akibatnya, sinar matahari yang tiba ke permukaan Bumi tidak Ieluasa dipancarkan kembali ke ruang angkasa.

Penelitian yang dilakukan oleh para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa ternyata makin panasnya planet bumu ini terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Tidak dapat dipungkiri lagi, semakin maju perkembangan zaman maka teknologi pun semakin maju, mau tidak mau manusia juga akan mangikuti perkembangan tersebut. Salah satunya adalah pemakaian bahan bakar fosil yang menghasilkan kontributor pemanasan global yaitu carbondioksida (CO2), metana (CH4) yang dihasilkan agrikultur dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), nitrogen oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Diamana gas-gas tersebut sangat sulit untuk diuraikan di atmosfer bumi. Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2 juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2 yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer.

Sejak revolusi industri, konsentrasi gas- gas rumah kaca telah meningkat, terutama dalam kaitannya dengan aktivitas manusia. Sepanjang lima puluh tahun terakhir penetrasi gas-gas rumah kaca (GRK) ke atmosfer, seperti misalnya gas karbon dioksida, metana, nitro oksida dan gas rumah kaca yang lain di dalam atmosfer telah dengan cepat  meningkat, terutama sekali sepanjang beberapa dekade ini. Dengan menahan sebagian dari energi panas yang dipantulkan Bumi dan  membiarkan radiasi surya untuk menembus atmosfer, gas ini bertindak sebagai suatu atap kaca pada satu rumah kaca, dengan begitu menghangatkan planet Bumi. Pemakaian bahan bakar fosil mengalami peningkatan yang jauh lebih pesat, pemakaian tenaga manusia bisa dikurangi, dan pekerjaan menjadi lebih efisien. Waktu itu tanpa disadari manusia telah melakukan penumpukan GRK di atmosfer yang berpotensi, bahkan benar-benar telah terjadi, menyebabkan apa yang kita sebut sebagai GB di masa sekarang .

Eksploitasi BBF (bahan bakar fosil) yang terjadi secara besar-besaran menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap lingkungan dan manusia. dapat dirasakan sendiri di negeri ini bagaimana penambangan batubara telah menggusur keberadaan hutan, lalu setelah batubara telah habis, tidak ada upaya yang tegas untuk mereklamasi lahan tersebut. Limbah yang dihasilkan dalam eksploitasi BBF juga menyebabkan berbagai macam masalah baru. Buruknya kesehatan para penambang. Berton-ton CO2 dilepaskan dari gas alam yang terbakar percuma, seperti yang saya lihat di Bontang, Kalimantan Timur. Kebocoran kapal-kapal tangki yang sudah sering terjadi telah banyak merusak ekosistem perairan, walaupun perusahaan telah mengganti rugi secara materiil kepada para nelayan, lalu akan timbul pertanyaan, apakah bisa dengan keadaan air yang seperti itu, ikan-ikan dan makhluk hidup lain yang musnah bisa kembali lagi seperti dulu? Eksploitasi yang tidak dilakukan sendiri melainkan dari perusahaan asing, telah menimbulkan dampak kerugian secara ekonomi yang sangat besar, masalah ini telah nyata terjadi di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya.

Ketergantungan manusia terhadap bahan bakar fosil (BBF)sudah sedemikian parahnya, Perubahan-perubahan iklim yang terjadi secara global telah memaksa manusia untuk beradaptasi dengan keadaan ini, dengan menggunakan berbagai teknologi yang dimilikinya entah untuk industri, transportasi, perdagangan, listrik, dan sektor-sektor lainnya, akan menimbulkan 2 persoalan sekaligus. Pertama, seperti yang kita bahas sebelumnya yaitu mengenai gas sisa hasil pembakaran bahan bakar fosil (CO2 dan CO) merupakan kontributor penumpukan GRK, ditambah lagi penggunaannya yang sudah mencakup seluruh lini kehidupan. Kedua, BBF merupakan energi yang tak terbarukan, karena pembentukannya membutuhkan waktu jutaan tahun. Dengan begitu maka suatu saat BBF akan habis. Bukanlah sesuatu yang semudah membalikkan telapak kaki untuk menyelesaikan dua masalah ini sekaligus. Semakin hari kebutuhan akan energi semakin meningkat ditambah kondisi lingkungan yang buruk membuat dampak-dampak dari GW semakin terasa.

Semakin banyaknya bahan bakar fosil yang digunakan maka akan timbul mitigasi dan adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim global. Kegiatan mitigasi dilakukan disektor energy dengan tujuan mengurangi dampak dari bahan bahan fosil. Indonesia sesungguhnya memiliki potensi sumber energi terbarukan dalam jumlah besar. Beberapa diantaranya bisa diterapkan ditanah air, seperti: bioetanol sebagai pengganti bensin, biodiesel untuk pengganti solar, tenaga panas bumi, mikrohidro, tenaga surya, tenaga angin, bahkan sampah/limbah pun bisa digunakan untuk membangkitkan listrik. Hampir semua sumber energi tersebut sudah dicoba diterapkan dalam skala kecil di tanah air. Energi terbarukan merupakan sumber energi alam yang dapat langsung dimanfaatkan dengan bebas dan ketersediaannya tak terbatas dan bisa dimanfaatkan secara terus menerus. Energi Terbarukan harus segera dikembangkan secara nasional, bila tetap tergantungan energi fosil, ini akan menimbulkan setidaknya tiga ancaman serius yakni:

Menipisnya cadangan minyak bumi yang diketahui (bila tanpa temuan sumur minyak baru) Kenaikan/ketidakstabilan harga akibat laju permintaan yang lebih besar dari produksi minyak, dan Polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil. Kadar CO2 saat ini disebut sebagai yang tertinggi, efek buruk CO2 terhadap pemanasan global telah disepakati hampir oleh semua kalangan. Hal ini menjadi ancaman serius bagi kehidupan makhluk di muka bumi. Oleh karena itu energi terbarukan disini menjadi sangat penting untuk menggantikan energi fosil yang sudah mulai habis. Potensi sumber energi terbarukan di Indonesia antara lain:

Energi Panas Bumi

Sebagai daerah vulkanik, wilayah Indonesia sebagian besar kaya akan sumber energi panas bumi. Potensi energi panas bumi total adalah 19.658 MW yang tersebar di seluruh Indonesia tepatnya di Pulau Jawa 8.100 MW, Pulau Sumatera 4885 MW dan sisanya tersebar di Pulau Sulawesi dan Kepulauan lainnya.

Energi Air

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun