Mohon tunggu...
Fiksiana

Memulai Langkah Terakhir #4

5 Desember 2015   09:49 Diperbarui: 5 Desember 2015   09:49 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Entah sudah berapa jauh kami berjalan, sudah banyak kota yang terlewati, sudah pula puluhan tempat kami singgahi, untuk sekedar istrihata atau mengisi perbekalan. Sesuai permintaan Kamelia, kami tidak berhenti di satu tempat terlalu lama, mungkin dia masih trauma dengan kejadian yang menimpanya tempo hari.

3 hari semenjak kami meninggalkan Jakarta, tiap harinya kami hanya duduk, ngobrol, tanpa melakukan apa-apa, kecuali lukman yang sibuk mengatur jalannya truk, meski tak jarang dia juga ikut berkelakar bersama kami. Kadang kami berdua tertidur, sementara Lukman tetap mengendarai truk.

Kadang aku berfikir, untuk apa kami lakukan itu??

Untuk apa???

“Kamu kenapa mau nolong aku sejauh ini?” tiba-tiba kamelia berkata memecah keheningan.
“Entahlah, aku sendiri tak tau” jawabku sekenanya.
Kami akhirnya mengoborl lebih jauh tentang kota yang akan kami tuju. Nganjuk nama kotanya kota kecil ditengah provinsi jawa timur, tak begitu terkenal seperti Surabaya, atau Ponorogo dengan Reognya, Ataukah Pacitan yang merupakan kota kelahiran salah satu Presiden kita.

“Nganjuk itu kotanya tenang, tapi anginnya banyak, banyak yang menjuluki kota angin” katanya menjelaskan.

Ditengah obrolan, tiba-tiba Lukman mengerem mendadak, tapi percuma kami sudah terlanjur menabrak sebuah mobil, mobil van besar warna coklat.

“Anjing, Bodoh atau gila nih sopir” Umpat Lukman sambil menggerutu, dia terlihat siap turun untuk melihat keadaan mobil yang ditabraknya, sementara aku benar-benar terpatung. Aku benar-benar masih sangat takut. Sementara Kamelia kulihat dia sibuk meraih tas kami dibelakang.
Tiba-tiba dia meneriakku untuk keluar dan lari. Aku masih terdiam, sungguh tak mengerti apa yang terjadi.

“woi apaan nih, sial, anjing” begitu terdengar teriakan lukman saat baru saja dia turun dari truk, setelah itu aku tak mendengar suaranya, aku hanya sempat melihat tubuhnya tergeletak disamping truk.

Kamelia mendorongku keluar truk, aku terjatuh. Secepat kilat ada sesosok lelaki berjaket hitam bertubuh kekar bersiap menyabetku dengan sebilah parang, tapi denga sangat lincah Kamelia melemparnya dengan tas yang berisi perbekalan kami. Dia menggandengku untuk berlari. Tetapi apa daya, didepan kami mencegat dua orang serupa. Masing-masing membawa sebilah parang.

 Dengan gerakan tak terduga kamelia menendang salah satu orang itu. Dan berlari sendiri. Mereka mengejarnya, aku masih mencoba bangun dan menyadarkan diri. Sungguh aku serasa jadi orang bodoh. Bahkan aku tak tau apa yang terjadi. Dua orang mengerjar kamelia dan meninggalkan aku. Seorang lagi mencoba membunuhku, aku melangkah mundur pelan, lelaki itu berjalan pelan mendekatiku sambil memainkan parangnya.

Wajahnya tenang, dia sangat pelan berjalan mendekatiku. Wajahnya sangat tenang, tangannya bersiaga, kakinya berjalan seolah teratur. Matanya tajam dan waspada.

“aaaaaaaaaarrggghhh”. Teriak lukman dari belakang dengan tiba-tiba. Dia membawa sebatang besi berlari kearah lelaki kekar itu berniat memukulnya dari belakang. Tapi nahas, lelaki itu tak kaget sedikitpun, dengan cepat dia berbalik, lalu melompat sambil menenendang lukman, lukman terjengkang, secepat kilat ia berhasil menusuk punggung lukman yang terjenkang dengan paranganya. Lukman terdiam bersimbah darah.

Aku nekat menabraknya dari belakang. Kami jatuh berguling. Akhirnya dengan susah payah aku mengambil batang besi lukman tadi. Kupukulkan ke punggung lelaki biadab itu, tetapi dia cepat bangun dan menyerangku dengan sangat cepat, parangnya berayun sangat cepat hingga seolah tak terlihat.

Aku melangkah mundur dengan cepat, lalu tiba-tiba pria itu terjatuh bersungkur ke tanah. Sebuah parang menancap di punggungnya.

“cepat kita lari, Lukman meninggal, kita tinggalkan saja. Ayo cepat”. Teriak kamelia sambil menarik tanganku, kami berlari menuju persawahan dan perkebunan.

Yang dikatakan kamelia hanya satu, cari tempat aman, jauhi jalan besar dan tempat ramai.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun