Mohon tunggu...
Leni Mathavani
Leni Mathavani Mohon Tunggu... Narratives with integrity. Insights with impact.

Penulis dan Psikolog yang merangkai cerita ringan dengan sentuhan psikologi, refleksi kerja, dan keheningan sehari-hari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berhenti Menjaga yang Tak Lagi Bermakna

7 Oktober 2025   06:15 Diperbarui: 6 Oktober 2025   18:59 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu sore. Sebuah kafe kecil di sudut kota, dulu mereka pilih karena jendelanya menghadap pohon flamboyan.
Catherine duduk di kursi yang sama seperti minggu lalu, punggung tegak, senyum sopan, tapi matanya tak lagi mencari.
Peter datang tepat waktu, seperti biasa. Membawa aroma kopi dan kebiasaan yang tak pernah berubah.

Mereka memesan kopi yang sama, duduk di meja yang sama, dan memulai obrolan yang... tidak pernah benar-benar dimulai.

"Aku lihat traffic makin padat ya sekarang," kata Peter.
"Iya. Mungkin karena akhir bulan," jawab Catherine, datar, seperti membaca cuaca.

Lalu diam. Lalu senyum. Lalu topik baru yang tidak menyentuh apa pun.
Obrolan mereka seperti jalanan yang sibuk tapi tak pernah sampai.

Tak ada pertanyaan tentang visi kerja.
Tak ada keberanian menyentuh nilai-nilai yang dulu mereka perjuangkan.
Hanya kata-kata yang menjaga jarak, bukan mendekatkan.

Di antara dua cangkir kopi dan satu meja kayu, mereka sedang menjaga sesuatu yang sudah lama kehilangan makna.
Dan kadang, keberanian terbesar bukan melanjutkan, tapi berhenti menjaga yang tak lagi jujur.

Catherine tak lagi merasa terjebak.
Ia mulai melihat bahwa kebisuan ini bukan kegagalan, melainkan tanda bahwa ia telah berubah.
Ia tak ingin mempertahankan ritme yang kosong.
Ia ingin pulang ke ritme yang jujur, berakar pada kejelasan dan tanggung jawab.

Dulu, mereka bicara sampai larut malam.
Tentang strategi, etika, dan sistem kerja yang sehat.
Catherine masih ingat saat Peter berkata:
"Aku tenang kalau kamu ikut rapat. Kamu tahu kapan bicara, kapan diam."

Tapi itu dulu.
Sekarang, Peter bicara agar tak ditanya.
Catherine mendengar agar tak kecewa.

Psikolog menyebut ini avoidant collaboration—dua orang yang dulu saling menguatkan, kini hanya berbicara di permukaan.
Percakapan bermakna dihindari. Keharmonisan dijaga, padahal yang dijaga hanya rutinitas.

Catherine mulai sadar:
Keharmonisan yang tak jujur bukan ketenangan.
Itu hanya cara halus menunda kejelasan.
Dan kejelasan adalah bagian dari integritas.

"Kamu masih ikut mentoring divisi baru?" tanya Catherine, membuka celah.
"Kadang. Tapi lebih fokus ke laporan akhir tahun," jawab Peter.

Lalu diam lagi.
Catherine menatap Peter. Tak marah. Tak kecewa.
Ia hanya sadar:
Ia tak ingin bicara agar terlihat kompak.
Ia ingin bicara agar tetap bertanggung jawab.

Di rumah, Catherine menulis di jurnalnya:
Obrolan tanpa arah itu membuat kita kehilangan arah.
Lalu ia menambahkan:
Tapi kehilangan arah juga bisa jadi awal untuk menemukan arah yang baru.

Ia tak menulis tentang Peter. Ia menulis tentang dirinya sendiri.
Tentang keberanian berhenti menjaga ritme yang tak lagi bermakna.
Tentang keinginan membangun koneksi kerja yang tak hanya sopan, tapi jujur dan bernilai.

Minggu berikutnya, mereka tak bertemu.
Peter mengirim pesan, “Kamu sibuk?”

Catherine membaca sambil menata ulang catatan dari workshop yang baru ia ikuti.
Ia baru saja pulang dari sesi bersama komunitas profesional yang fokus pada kepemimpinan berbasis nilai.
Di sana, ia tak diminta bicara banyak, tapi didengar dengan utuh.
Tak ada basa-basi. Semua hadir dengan niat yang sama: tumbuh, bukan tampil.

Ia membalas, “Lumayan. Ada workshop dengan komunitas baru.”
Tak ada penjelasan panjang. Tak ada kemarahan.
Hanya kejujuran yang datang dengan tenang.
Karena Catherine tahu, arah baru telah ditemukan.

Ia tak lagi mencari validasi dari obrolan kosong.
Ia mulai membangun ruang yang jujur—
tempat nilai profesional hidup tanpa harus disembunyikan di balik sopan santun yang melelahkan.

Peter membaca pesan itu lama.
Ia tak langsung membalas.
Ia hanya duduk di ruang kerja, menatap catatan strategi yang dulu mereka susun bersama.
Di sana, ia melihat bukan hanya rencana kerja,
tapi jejak nilai yang pernah mereka perjuangkan.

Ia tak merasa ditinggalkan. Ia merasa diingatkan.
Bahwa arah bukan dijaga dengan rutinitas,
tapi dibentuk dengan kejujuran.
Bahwa kolaborasi bukan tentang tetap bersama,
tapi tentang tetap bertumbuh.

Ia tahu: Catherine tak menjauh karena kecewa.
Ia melangkah karena telah menemukan ruang baru
untuk menyuburkan nilai yang sama, dengan cara yang lebih utuh.

Dan pagi itu, Catherine membuka jendela ruang kerjanya.
Ia tak lagi menunggu pesan yang tak membawa arah.
Ia mulai menata ulang ritme harinya:
satu sesi mentoring, satu jurnal refleksi, satu langkah kecil
untuk membangun ruang belajar yang jujur.

Ia tahu, tak semua obrolan bisa diselamatkan.
Tapi arah bisa selalu diperbaiki.

Karena dalam dunia profesional, kehilangan bukan akhir.
Ia adalah undangan untuk menyusun ulang nilai,
memetakan ulang prioritas,
dan memulai kembali dengan tenang, dengan sadar, dan dengan harapan yang tak perlu diumumkan.

Catherine kini memahami:
Kepemimpinan bukan tentang menjaga semua hal agar tetap utuh,
melainkan memilih dengan jujur—
mana yang relevan dengan tujuan,
dan mana yang hanya menghabiskan waktu dan sumber daya.

Ia tak lagi menjaga ritme yang kosong.
Ia mulai membangun ruang kerja yang jujur.
Tempat nilai tumbuh, arah diperjelas,
dan kehadiran menjadi keputusan yang bermakna.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun