Mohon tunggu...
Leanika Tanjung
Leanika Tanjung Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

The Lord is my sepherd

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cerita Pengantar Tidur

22 Maret 2019   06:30 Diperbarui: 22 Maret 2019   06:44 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Tidak semua anak mengalaminya. Lalu, apakah berdampak pada karakternya." 

Hujan yang turun sejak siang, masih menyisahkan butir-butir kecil di tanah. Udara dingin, langit abu-abu. Glo, anakkku berumur tujuh tahun, sedang tidur siang, aku memutuskan menulis tentang cerita pengantar tidur. Its me time. Waktu buat menulis.
 
Glo suka memulainnya dengan: ''Mam, Once upon a time''... Pada sesuatu waktu, begitu dia menterjemahkannya. Dia paling senang cerita perempuan kecil yang senang memakai baju merah, diminta mamanya mengantar kue-kue ke neneknya yang tinggal di hutan. Mamanya berpesan jangan bicara kepada orang asing. Di huan dia bertemu seekor serigala yang menginginkan kue yang di bawahnya.  Serigala itu kemudian menyamar menjadi neneknya. Yang paling diingat Glo dari cerita itu adalah 'don't talk to a st/ranger.' 

Semasa kecil, aku tak punya cerita pengantar tidur. Aku lahir di era di mana mitos banyak anak berarti banyak rezeki. Kampanye keluarga berencana belum terdengar waktu itu. Jadinya, aku lahir dalam keluarga besar, sepuluh bersaudara, lima perempuan dan lima laki-laki. Satu Abang  meninggal ketika masih SMA, tiba-tiba sekali. Siang itu Abang sedang belajar ketika seorang saudara datang membawa manisan kedondong. Abang langsung memakannya dan kemudian muntah-muntah, sakit. Di bawah ke rumah sakit, tak tertolong. Begitu singkat cerita Abang menuju keabadian, yang aku dengar.

Waktu itu aku masih berumur empat tahun, belum sekolah. Aku belum mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba saja rumah menjadi ramai. Abang ditidurkan di tengah ruang tamu, semua kursi ditaruh ke belakang, diganti dengan tikar.

Orang-orang berdatangan. Anak-anak sebayaku, mengintip dari teralis jendela. Entah mereka menikmati keramaian, atau sekadar ikut orang tuanya yang datang melayat ke rumah. Aku tidak ingat, apakah mamak menangis waktu itu. Aku hanya ingat bapak tidak menangis. Dia hanya berdiri, tepekur, memandangi Abang yang tidur pulas.

Ingatan itu begitu kuat di kepalaku. Dengan anak sembilan orang, mamak pasti tak punya banyak waktu khusus untuk kami satu per satu. Dari pagi, dia harus menyiapkan sarapan buat anak-anaknya pergi sekolah. Agak siang, dia ke pasar, belanja sayur-mayur, lauk-pauk. Sampai ke rumah, sudah jam sembilan, lalu dia masak buat dua belas orang. Biasanya mamak masak sekaligus buat makan malam.

Selesai masak sudah jam 12 siang, kami mulai berpulangan dari sekolah. Makan siang di meja makan besar, setelah itu kami biasanya tidur siang. Bangun sudah sore, mandi, makan malam, belajar, terkadang nonton TV sebentar, masuk kamar tidur. Tentu saja kami tak punya kamar sendiri-sendiri. Lima perempuan tidur di dua kamar. Lima laki-laki juga tidur di dua kamar.

Tak ada ritual menjelang tidur. Mamak pasti sudah sangat capek. Kami juga tak pernah tahu kalau ada cerita pengantar tidur sehingga tak ada tuntutan kepada mamak. Zaman itu, sekitar tahun 70-an, cerita pengantar tidur sepertinya belum lazim. Beda dengan sekarang. Glo, setiap malam selalu menuntut dibacakan cerita. Dia menyebutnya bed time stories. "Bacain Mama, supaya aku bisa tidur."

Bayangkan waktu kecil: cerita apa yang mengubah hidupmu, buku yang tidak pernah kamu lupa, atau cerita keluarga yang membuatmu tertawa.

Aku berpikir keras. Mengingat masa kecil. Tak ada yang bisa kubagikan ternyata. Ya, karena itu tadi, tak  pernah ada cerita pengantar tidur. Ketika aku kecil, aku punya dua adik lagi dengan beda umur masing-masing dua tahun. Jadi waktu aku berumur dua tahun, adikku laki-laki lahir.  Umur empat tahun, dapat adik lagi. Bayangkan, umur dua tahun, aku pasti  tidak tidur dengan mamak lagi. Umur empat tahun apalagi. Mereka berdua yang punya hak tidur di kamar mamak. Aku sudah harus pindah kamar.

Dan, kalaupun zaman  itu cerita pengantar tidur sudah dibacakan di keluarga lainnya, mamak sudah tak punya waktu membacakannya buatku. Atau, mamak juga tak punya budaya itu dan mewariskannya pada kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun