Mohon tunggu...
Nabila
Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa

Topik konten favorit tentang psikologis, kesehatan, lifestyle, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Alam: Belajar dari Bumi, Bukan dari Bangku

24 Juni 2025   12:05 Diperbarui: 24 Juni 2025   12:05 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah alam muncul sebagai respon kritis terhadap sistem pendidikan konvensional yang masih menekankan pada seragam, ujian, dan standar kurikulum yang sama rata untuk semua. Inovasi ini bukan hanya sekadar alternatif dalam metode pengajaran, tetapi berasal dari keinginan untuk mengembalikan pengalaman belajar yang menyatu dan menyeluruh bagi anak yang selama ini terpisah oleh jarak antara ruang kelas dan kehidupan nyata. Penelitian terbaru menunjukkan bagaimana sekolah berbasis alam (nature-based schools) berhasil mengintegrasikan pendidikan lingkungan dan pembentukan karakter, membentuk siswa yang adaptif, inisiatif, serta memiliki empati dan kepedulian sosial (Yusuf dan Fajari, 2025).

Penelitian di Sekolah Alam Cikeas di Bogor mengungkap penggunaan evaluasi illuminatif (iluminative evaluation) untuk menilai karakteristik pembelajaran di sekolah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah ini menerapkan kurikulum tematik dan pembelajaran proyek secara langsung di luar kelas, dengan fokus pada inquiry-based learning dan evaluasi yang autentik tanpa mengandalkan ujian tertulis (Komara dan Soeprijanto, 2025). Hal ini jelas mencerminkan pemikiran dari Ivan Illich mengenai learning webs yaitu jaringan informal yang memungkinkan anak-anak belajar dalam dunia nyata yaitu alam, komunitas, dan proyek-proyek nyata, bukan dalam format pengajaran formal yang terpisah (Illich, 1971, dikutip dalam Yusuf dan Fajari, 2025).

Studi oleh Yusuf dan Fajari (2025) menegaskan bahwa sekolah berbasis alam menghasilkan karakter yang luar biasa yaitu rasa ingin tahu yang tinggi, keberanian untuk mencoba hal baru, ketekunan, adaptabilitas, serta kepedulian sosial dan budaya. Anak-anak didorong untuk menjelajahi lingkungan sekitar, bereksplorasi, dan berpetualang sehingga mereka tidak hanya sekadar memperoleh pengetahuan, tetapi juga terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Proses ini juga mencerminkan prinsip Paulo Freire, yang menolak metode pendidikan "tabungan" (banking model) dan menggantinya dengan model problem-posing di mana anak berpartisipasi, berpikir secara kritis, dan aktif dalam membentuk makna.

Selain teori, konteks budaya juga menjadi fondasi yang penting. Di sejumlah sekolah alam di Indonesia, termasuk di desa-desa seperti Burne (Wonosaba), pembelajaran dirancang berdasarkan praktik lokal seperti bertani, ritual panen, dan kerja gotong royong, membuat batas antara ruang kelas dan kehidupan sehari-hari menjadi samar. Tsani et al. (2022) menegaskan bahwa melalui metode pembelajaran berbasis aksi yaitu sekolah alam tidak hanya meningkatkan minat belajar, tetapi juga memperkuat nilai-nilai moral seperti kemandirian, bertanggung jawab, dan peka terhadap lingkungan sosial sesuai dengan nilai Pancasila.

Namun, meski menjanjikan, potensi sekolah alam tetap dihadapkan pada tantangan masalah akses dan ketimpangan. Banyak inisiatif yang masih bergantung pada dukungan orang tua, lokasi strategis, serta biaya operasional yang tinggi---faktor yang umumnya hanya bisa dipenuhi oleh keluarga dengan status ekonomi menengah ke atas. Tentunya hal ini menciptakan dilema bahwa pendidikan alternatif yang ideal dapat memperburuk ketimpangam jika hanya dapat diakses oleh kelompok elit (Ramadhan, 2019). Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan dukungan dari pihak formal dengan  menyediakan subsidi, integrasi program alam ke dalam kurikulum formal, serta pelatihan untuk para guru. Langkah-langkah ini sejalan dengan saran Illich agar learning webs tidak menjadi milik segelintir orang, melainkan akses publik yang terbuka untuk semua (Illich, 1971). 

Sekolah alam mencerminkan pendekatan pendidikan yang  menolak pengaruh sertifikasi, persaingan, dan keseragaman kurikulum. Sekolah alam membawa kembali interaksi ekologis, personal, dan sosial dalam proses belajar serta mengutamakan pengalaman langsung sebagai bagian dari metode pembelajaran. Namun, agar benar-benar merdeka dan merakyat, sekolah alami perlu didukung oleh kesadaran masyarakat yang luas dan pengaturan yang universal agar bukan hanya menjadi 'angin segar' di kalangan elit, tetapi juga menjadi gelombang perubahan yang dirasakan oleh semua orang.

Referensi

 Illich, I. (2002). Deschooling society. Marion Boyars. (Original work published 1971)

 Komara, G. F., & Soeprijanto. (2025). Evaluation of nature school in Indonesia using illuminative evaluation model: A case study of Sekolah Alam Cikeas. eduPIJ, 14(4), Article e2025029. https://doi.org/10.22521/edupij.2025.14.29

Prasetiyo, W. H., Ishak, N. A., Basit, A., Dewantara, J. A., Hidayat, O. T., Casmana, A. R., & Muhibbin, A. (2020). Caring for the environment in an inclusive school: The Adiwiyata Green School program in Indonesia. Issues in Educational Research, 30(3), 1040--1057.

Ramadhan, W. (2019). Sekolah alam di Kalsel: Latar belakang, ekspektasi, dan persepsi [Case study]. Madrasah: Jurnal Pendidikan Islam, 12(1).

Tsani, M., Jaelani, M. S., Hanafi, A. M. T., et al. (2022). Sekolah alam sebagai alternatif pendidikan dalam meningkatkan minat belajar anak-anak di Dusun Burne. Empowerment: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 2(1), 14--25.

Yusuf, F. A., & Fajari, L. E. W. (2025). Character quality development in futureoriented education: A case study of Indonesian naturebased schools. eduPIJ, 14(4), Article e2025029. https://doi.org/10.22521/edupij.2025.14.29

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun