Mohon tunggu...
Laura Irawati
Laura Irawati Mohon Tunggu... Direktur Piwku Kota Cilegon (www.piwku.com), CEO Jagur Communication (www.jagurtravel.com, www.jagurweb.com) -

Mother, with 4 kids. Just living is not enough... one must have sunshine, most persistent and urgent question is, 'What are you doing for others?' ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Indigo] Pembawa Pesan dari Kematian

1 Mei 2016   12:25 Diperbarui: 1 Mei 2016   12:42 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.irishexaminer.com

Lelaki itu lagi. Hufth...

“Tolonglah Aku...”

Aku berusaha mengabaikannya. Mungkin ini sudah yang kesekian kalinya dia mendatangiku, memohon-mohon pertolonganku.

Bukannya Aku tak mau menolongnya. Ah, seandainya dia tahu resiko yang akan kuhadapi nanti.

Lelaki itu tiba-tiba berhenti mengikutiku.


“Kamu pikir ini semua kehendakku untuk meminta tolong kepadamu? Tidak! Ini sudah menjadi tanggungjawabmu.”

Aku menghentikan langkahku. Lelaki itu menghilang dalam gelap.

Baiklah, gumamku, mungkin ini adalah tanggungjawabku. Atau bisa jadi ini adalah sebuah kutukan yang Aku harus jalani dalam hidup ini.

***

Aku memasuki pelataran rumah itu. Terasa sekali suasana duka masih menyelimuti rumah besar ini. Tenda dengan bendera kuning diikat pada tiangnya. Kursi di luar yang telah disusun rapi bekas semalam orang tahlilan.

“Assalamu’alaikum,” Kuketuk pintu rumah itu.

Terdengar jawaban dari dalam. Seorang pembantu membukakan pintu.

“Mari masuk Bu. Bu Surya masih di kamar. Sebentar Saya panggilkan,” pembantu itu demikian ramah mempersilahkanku.

Seorang perempuan berusia jelang 40-an tak lama keluar menemuiku. Wajahnya terlihat lelah dan sembab karena kurang tidur. Tapi tak bisa menyembunyikan keingintahuan tentang siapa diriku.

Setelah berbasa-basi cukup lama mengenai kedukaannya ditinggal mati suaminya, tibalah saatnya Aku harus bicara tentang tujuanku datang kesini.

“Sebelumnya Saya mohon maaf, Bu. Sebenarnya tak seharusnya Saya membicarakannya sekarang. Tapi almarhum suami Ibu mendesak saya untuk segera menyampaikan semua ini...”

Mata Bu Surya terbelalak seperti melihat hantu. Tapi Aku tak peduli. Aku harus menyelesaikan apa yang sudah menjadi beban tanggungjawabku atas ‘kutukan’ yang ada pada diriku ini.

Aku melanjutkan: “Sebelum Pak Surya meninggal, dia memiliki seorang bayi dari perempuan lain. Dan almarhum suami Ibu ingin agar bayi tersebut Ibu ambil....”

“Perempuan gila...! keluar Kau dari rumahku...!”

***

Sore itu, Aku sedang menikmati pemandangan dari hotel tempatku menginap.

Ketika tiba-tiba seorang anak gadis yang wajahnya hancur dan sekujur tubuhnya penuh darah muncul begitu saja di depanku.

“Tolonglah Aku....”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun