Penyelesaian klaim asuransi tidak memenuhi janji polis, komitmen durasi waktu terabaikan yang membawa bencana bagi industri perasuransian, akibat penundaan kewajiban terlalu lama, masih adakah kepercayaan terhadap asuransi?
Jakarta, Pengumuman gagal bayar polis saluran bancassurance sebesar Rp 802 miliar pada 17,459 Nasabah Polis oleh Direktur Utama Jiwasraya pada oktober 2018, meninggalkan jejak kejanggalan. Belum terungkap dipublik akan kebenarannya.
Hal ini memicu krisis kepercayaan publik terhadap asuransi (distrust), yang menimpa sejumlah pemegang polis asuransi yang telah dimilikinya selama ini. Pada khususnya nasabah polis asuransi BUMN Jiwasraya tersebut, sehingga berbondong-bondong melakukan penebusan polis, hingga terjadi rus secara besar-besaran terjadi di seluruh Indonesia.
Pengumuman gagal bayar di ruang publik itu, telah menimbulkan kegaduhan, kerusakan serus terhadap kepercayaan masyarakat yang berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.
Imbasnya secara langsung dirasakan sejumlah perusahaan asuransi nasional, swasta, maupun perusahaan multinasional seperti terjadi pada perusahaan asuransi jiwa Kresna Life, Wana Artha Life, AJB Bumiputera 1912. Hingga sampai kepada produk asuransi unitlink yang dipermasalahkan oleh sejumlah nasabah yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi patungan (Joint Venture).
Penempatan sejumlah pejabat Jiwasraya yang mengabaikan aturan regulasinya pun menjadi misteri, telah mengabaikan prinsip "the right man, the right place" oleh menteri BUMN pada saat itu.
Para pejabat negara yang diangkat tahun 2018 tersebut, telah mendapatkan mandat untuk membenahi perusahaan plat merah (BUMN) Perasuransian Jiwasraya, yang diketahui berasal dari para profesional bankir.
Hal ini jelas telah mengabaikan regulasi dinbidang perasuransian pada POJK No.73/POJK.05/2016 Pasal 6 ayat 4. tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.
Melatarbelakangi itu, sejak berjalannya waktu kinerja perseroan Jiwasraya semakin memburuk, bukannya menjadi lebih baik kondisi keuangannya dalam rangka memenuhi kewajibannya. Lebih lanjut bertujuan untuk memenuhi kewajiban jatuh tempo pembayaran manfaat polis terhadap nasabah, dan proses bisnis perasuransiannya pun telah dihentikan.
Akibat pengumuman gagal bayar polis tersebut, BPK RI telah mengeluarkan statement terkait adanya potensi adanya kerugian negara.
Hal inilah mungkin yang dimaksudkan BPK, kasus Jiwasraya menjadi persoalan serius berdaya ledak gigantik, yang artinya kerugiannya tidak bisa diukur dengan materi saja, ini menyangkut legenda perasuransian, yang semestinya dijaga untuk dilestarikan kepercayaan itu terhadap negara sebagai pemilik bisnis sekaligus aset bangsa.
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tahun 2022, telah menganulir Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkan oleh BPK atas hasil audit investigatifnya terhadap adanya potensi kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun yang masih sebatas potential loss, belum bisa menjadi kerugian yang nyata, belum terukur kerugiannya, atas pengelolaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) periode 2008 s.d 2018.
Dari sejumlah bukti-bukti petunjuk yang ada atas penyelesian Jiwasraya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Rencana Penyelamatan itu tidak terjadi, yang terjadi pemutar balikan fakta (distorsi), upaya penyehatan keuangan dan penyelamatan terhadap BUMN Perasuransian Jiwasraya melalui usulan RPKJ yang diimplementasikan ke dalam program restrukturisasi polis asuransi menimbulkan paradoks.
BUMN perasuransian Jiwasraya, telah mendapatkan mandat dari Pemerintah RI lewat ambil alih perusahaan milik Hindia Belanda Asuransi Jiwa dan Jaminan Hari Tua (Nillmij Van 1859) atas penyertaan negara sebesar Rp 235 miliar, pada awalnya.
Amanat tersebut bertujuan untuk mengelola dana masyarakat (rakyat) sebagai bentuk perwujudan kemerdekaan Indonesia simbiol lahirnya perasuransian tanah air yang disebut PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dan terbukti mampu hingga membukukan posisi aset Jiwaraya tahun 2016 sebesar Rp 38 triliun yang merupakan warisan leluhur sejarah bangsa Indonesia sebagai cagar budaya hasil dari perjuangan dalam merebut kemerdekaan.
Sekenario penyelamatanpun menjadi basi, karena tidak didasari kejujuran Dewan Direksi dalam mengemban mandatnya.
Bagaimana implementasi terhadap proposal RPKJ tersebut, lewat perusahaan anak BUMN Jiwasraya yaitu PT Jiwasraya Putera, Corporate Action dari dimulainya memasukkan unsur luar negeri, 8 para pemodal asing. Hingga akhirnya menawarkan suatu proposal restrukturisasi polis asuransi terhadap seluruh pemegang polis Jiwasraya.
Apakah dari seluruh rangkaian itu yang telah terjadi dilaksanakan dengan kejujuran, loyalitas, integritas, dengan kebenaran dan sungguh-sungguh untuk penyelamatan BUMN Perasuransian Jiwasraya?
Pada faktanya, tidak terjadi seperti itu terhadap PT Jiwasraya Putera, sudah kandas operasionalnya hingga dicabut izin operasional oleh OJK, pada 25 September 2020.
Bagaimana dengan istilah going concernt, aksi korporasi yang mereka janjikan memasukan para pemodal asing dan pemodal dalam negeri?
Corporate action itu tidak terjadi sampai sekarang, yang terjadi justru negara memberikan dana penyertaan modalnya PMN sebesar Rp 20 triliun kepada BUMN lain, sektor pembiayaan untuk UMKM pada PT BPUI yang direbranding menjadi IFG (Indonesia Finansial Group).
Aksi lanjutan melakukan Restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) itupun tidak terjadi. Proposal RPKJ tersebut diimplementasikan kedalam program restrukturisasi polis asuransi yang menyasar terhadap seluruh nasabah polis Jiwasraya baik dari saluran BOS Pertanggungan Perorangan (Branch Office System), saluran pemasaran produk Bancassurance, dan Saluran Pemasaran Korporasi (Pertanggungan Kumpulan).
Praktik penyehatan itupun tidak terjadi dan praktek restrukturisasi polis milik nasabah Jiwasraya juga tidak terjadi.
Lalu yang terjadi apa? Yang terjadi adalah praktik-praktik pemasaran polis asuransi yang mengadopsi praktik Churning, Twistting untuk mengganti polis lama Jiwasraya dengan polis baru Jiwasraya pada perusahaan yang sama dengan mengubah spesifikasi produk, mengubah spesifikasi manfaat, menggunakan dana nilai tunai polis sebelumnya.
Akibat dari rekayasa penyehatan polis tersebut nasabah menderita kerugian sebesar 40% dari total liabilitas perseroan, atau sebesar Rp 23,8 triliun. Belum memperhitungkan adanya potensi kerugian keuangan negara akibat praktek rakayasa program penyehatan Jiwasraya.
Dampak langsung BUMN Perasuransian Jiwasraya akan dilakukan dilikuwidasi dikembalikan izin operasionalnya kepada OJK.
Dampak internal lainnya yang ditimbulkan akibat praktik rekayasa program penyehatan keuangan Jiwasraya, terancamnya 2 (dua) lembaga Dana Pensiun milik BUMN Perasuransian Jiwasraya, yaitu DPPK Jiwasraya dan DPLK Jiwasraya.
Keduanya itu yang sedang dalam proses perdebatan alot diinternal perseroan antara Pemberi Kerja dengan Serikat Pekerja Jiwasraya, sesuai informasi yang ditargetkan untuk dibubarkan oleh oknum pejabat Negara yang tidak bertanggungjawab atas ulah dagelannya selama ini.
Lalu kondisi nasabah polis Jiwasraya yang telah menyampaikan surat penolakan restrukturisasi polis dan sejumlah nasabah yang telah melakukan tuntutan hukum di pengadilan yang dimenangkan pun belum diselesaikan pembayaran klaimnya.
Penawaran proposal restrukturisasi polis tidak memenuhi rasa keadilan, tidak transparansi, tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, dan tidak adanya itikad baik atas praktik restrukturisasi polis tersebut.
Mereka belum mendapatkan kejelasan dan kepastian penyelesaiannya kapan, dana polis dan manfaat pensiunnya akan dibayarkan oleh pihak Manajemen Jiwasraya, sejak pengumunan dibukanya program restrukturisasi Polis pada awal januari 2021. Tidak sedikit nasabah polis yang melayangkan gugatan hukum terhadap BUMN Perasuransian Jiwasraya.
Sepanjang tahun 2021 telah terdapat 34 (tiga puluh empat) gugatan hukum teregistrasi dipengadilan, 8 (delapan) diantaranya telah dimenangkan nasabah polis Jiwaraya dengan putusan inkcraht atas perkara Wanprestasi BUMN dan sisanya masih berproses dipengadilan.
Unsur tidak adanya itikad baik dari Manajemen Jiwasraya pun telah terpenuhi dan terjadi. Mereka menahan pembayaran tuntutan klaim nasabahnya sangat lama 4 (empat) tahun lamanya, menunggu dari mulai tuntutan klaim penebusan polis, klaim kematian meninggal dunia, klaim habis kontrak, klaim dana pendidikan jatuh tempo, klaim pembayaran uang pensiun yang menolak ikut restrukturisasi polis sejak 2018 sampai sekarang, baik yang telah menyampaikan penolakan restrukturisasi maupun tidak menyampaikan surat penolakannya bagi nasabah polis pasif.
Tidak bermoralnya oknum pejabat negara yang mengatasnamakan sebagai Manajemen Jiwasraya melakukan penundaan Kewajiban pembayaran tuntutan klaim terhadap nasabah polis dan menghentikan perjanjian polis secara sepihak cuttoff polis per 31 desember 2020.
Padahal, faktanya, secara finansia mampu membayar uang polis meski tidak harus semuanya, ada dananya buat bayar terhadap nasabah polis Jiwasraya.
Lalu apa yang mereka lakukan selama ini mendistorsikan permasalahan? Itulah yang menjadi persoalan serius yang harus didalami oleh Pansus Jiwasraya, apa motivasi mereka di balik sekenario penutupan usaha perasuransian Jiwasraya?
Pansus Jiwasraya yang diketahui sudah terbentuk 2 (dua) bulan lalu ditugaskan untuk menelisik lebih dalam terhadap sebuah persoalan Jiwasraya pasca pemberian PMN 20 triliun ke BPUI, termasuk dugaan permainan akal-akalan yang masih disembunyikan, yang dampaknya merugikan finansial masyarakat (rakyat) dan potensi besar terhadap kerugian keuangan negara akibat dari adanya praktek yang tidak jujur oknum pejabat negara selama terbentuknya RPKJ (Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya).
Padahal Pemerintah sudah menggelontorkan dana negara sebesar Rp 20 triliun untuk memperkuat struktur permodalan perasuransian, mengembalikan kepercayaan berasuransi, juga untuk menyelesaikan kewajiban negara terhadap nasabah polis Jiwasraya yang juga sebagai rakyat belum mendapatkan kepastian pembayaran klaimnya.
Sementara itu pembayaran gaji, tunjangan, kendaraan dinas operasional dan sejumlah fasilitas lainnya terhadap seluruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Pegawai Jiwasraya sejak itu, hingga sekarang, tidak ada mengalami kendala berarti pembayaran gajinya, ataupun bentuk penundaan terhadap pembayaran gajinya tetap lancar. Apakah ini adil bagi nasabah Polis yang juga rakyat?
Selama 4 (empat) tahun telah menunggu lama dari tuntutan klaim, yang nilainya sangat kecil dimulai nominal besaran Rp 1 jutaan hingga ratusan juta belum diselesaikan, jika dibandingkan dengan besaran gaji fantastis, fasilitas yang tetap ada terhadap komisaris, Direksi, Pegawai Jiwasraya terhadap mereka semua itu sangat jauh, mencapai ratusan juta setiap bulannya.
Apakah dengan kinerja noll tanpa kontribusi terhadap perseroan pantas mendapatkan upahnya, pelayanan publik diabaikan, buruknya kinerja perseroan nol income preminya selama 4 (empat) tahun oleh Direksinya, terabaikannya kepentingan nasabah polis Jiwasraya.
Negara sebagai pemilik sekaligus pemegang saham pengendali (PSP) dalam posisi tidak diuntungkan, bahkan telah dicoreng, dirugikan soal trustnya dan marwah kewibawaan Pemerintahan RI dimata internasional.
Pemerintah sudah jelas telah lalai dalam melindungi rakyat sebagai nasabah polis asuransi milik negara. Hal ini terlihat dari belum dibentuknya suatu lembaga penjaminan polis.
Padahal perintah dari Undang-Undang Perasuransian (UUP) No.40 Tahun 2014 Pasal 53, ayat 1,2 dan 4 sudah sangat jelas memerintahkan untuk segera membentuk LPP maksimal 3 (tiga) tahun dari UUP itu lahir harus sudah dibentuk Lembaga Penjamin Polis (LPP).
Jawaban ini juga menjawab statement Mentri BUMN Erick Tohir saat diwawancari Najwa Sihab dalam acara "Demi Bisnis Negara" di salah satu stasiun televisi Swasta, bahwa belum ada payung hukum untuk Asuransi. Red.fnkjgroup (07/06/2022).
By. Latin, SE
Penulis adalah Praktisi Asuransi | Mantan Unit Manager Jiwasraya Cabang Bekasi| Pemegang Polis Jiwasraya|Anggota PPWI | Email:latinse3@gmail.com
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI