Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Lantai Digetarkan Tuhan

3 Agustus 2019   06:00 Diperbarui: 3 Agustus 2019   06:04 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sakit. Tubuh Jose sakit semua. Sisa rasa setelah Kenny, Austin, dan Harvey memukulnya.

Tiga anak itu membuat Jose enggan datang lagi ke rumah sakit. Niat baiknya menjenguk teman mereka yang sakit malah disalahpahami. Kaki, tangan, dan wajah Jose lebam kena pukulan.

Ingin sekali Jose berhenti mengingatnya. Pelan-pelan ia mengubah posisi tubuhnya. Semula berbaring, kini duduk di tepi ranjang. Pemuda cilik yang jadi lulusan terbaik di sekolahnya itu sibuk mengutak-atik MacBook. Dicobanya berselancar ke website berbagi video. Jemarinya mengetikkan sepotong nama: Calvin Wan.


Nama sang ayah selalu membuat hatinya bergetar. Jelang akhir pekan begini, Ayah Calvin tengah jauh darinya. Hati Jose dicengkeram rindu. Membuka channel video Ayahnya bisa menuntaskan sedikit kerinduan.

Dingin, dingin yang tak ada hubungannya dengan deru air conditioner menusuk tajam. Jose menekapkan tangan ke dada. Rasa dingin berbaur dengan kesakitan. Detik itu juga, Jose sangat ingin mendekap Ayah Calvin. Bergantung padanya, mengadukan kelakuan tiga anak jahat itu, dan meminta penawar atas segala rasa sakit. Namun, sisi lain hatinya mencegahnya berbuat begitu. Saat ini Ayah Calvin tak bisa diganggu. Biarlah ia menyelesaikan pekerjaannya.

Tampilan video berpendar di layar. Senyum Jose merekah melihat sosok Ayahnya dalam video. Tak puas-puas ia menatapi ketampanan khas oriental yang dimiliki Ayahnya. Video itu menampilkan Ayah Calvin yang tengah mengisi talkshow parenting.

"Sekolah membuat kita bodoh dan miskin," kata Ayah Calvin tenang, sukses mengagetkan ratusan audience.

"Ya. Apakah kalian merasa, di sekolah kalian dicetak menjadi produk yang sama? Kalian disetting untuk lulus sekolah, bangun pukul tujuh pagi, tiba di kantor pukul sembilan pagi, pulang pukul lima sore, dan bergulat dengan kemacetan sampai pukul tujuh malam? Well, seperti itukah hasil yang cerdas? No..."

Jose berusaha mengerti setiap kata yang diucapkan Ayahnya. Dalam hati ia setuju. Tujuan sekolah seperti menyamakan semua murid, mencetak mereka agar bekerja di kantor, dan memaksa mereka puas bekerja di kantor puluhan tahun dengan gaji yang itu-itu saja.

"Sekolah di negara kita itu perlu dibenahi. Jam belajarnya perlu dikurangi. Kalian tahu mana sekolah terbaik di dunia? Ya, di Finlandia. Sekolah-sekolah di Finlandia durasinya hanya lima jam, dan siswanya tidak ada PR. PR hanya membuat anak stress."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun