Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cita-cita Jose

1 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 1 Juni 2019   06:18 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cita-Cita Jose

Jose sering memikirkan apa yang akan dilakukannya kalau sudah dewasa nanti. Mau jadi apa ya?


Sewaktu Ayah Calvin mengajaknya liburan ke Singapore, Jose bertemu seorang tour guide. Ia pikir asyik juga menjadi pemandu wisata. Bisa jalan-jalan setiap hari, dan bisa berkenalan dengan banyak orang. Dengan mantap, ia berkata pada Ayah Calvin.

"Ayah, aku mau jadi tour guide."

Ayah Calvin hanya tersenyum. Mengusap-usap kepalanya, lalu menjelaskan kalau menjadi tour gide harus menguasai Bahasa Inggris. Kalau perlu, belajar banyak bahasa asing lainnya.

"Nggak masalah. Jose kan pinter," tanggapnya percaya diri.

Memang benar kok. Jose juara umum di sekolahnya semester lalu.

Setelah Jose mengutarakan cita-citanya ingin menjadi tour guide, Ayah Calvin memberinya banyak buku tentang bahasa dan paiwisata. Diperkenalkannya pula Jose pada sejumlah tour guide kenalannya. Jose pun didaftarkannya masuk lembaga kursus Bahasa Inggris dan Bahasa Prancis. Semua support dan fasilitas Ayahnya ia manfaatkan sebaik mungkin.

Akan tetapi, cita-citanya berubah saat ia mengikuti kompetisi musik. Jose yang tampan, bersuara bagus, dan pintar main piano, ingin jadi penyanyi! Makin sering dia menjadi bintang tamu di acara on air dan off air. Kebolehannya bernyanyi dan bermain piano tak diragukan lagi. Jose paling antusias kalau bisa berkolaborasi dengan teman-temannya.

Andai aku t'lah dewasa

Apa yang 'kan kukatakan

Untukmu idolaku tersayang

Ayah... Oh...

Andai usiaku berubah

Kubalas cintamu bunda

Pelitaku, penerang jiwaku

Dalam setiap waktu

Oh... Kutahu kau berharap dalam doamu

Kutahu kau berjaga dalam langkahku

"Ayah, Jose mau jadi penyanyi. Boleh ya?" pinta Jose sore itu.

"Boleh, Sayang. Kamu harus rajin latihan. Banyakin juga prestasinya." balas Ayah Calvin.

"Asyiiiik! Terima kasih, Ayah!"

Kembali Ayah Calvin mendukung cita-cita Jose. Setiap hari, diajarinya Jose bermain piano. Ia membayar pelatih vokal terbaik untuk anak tunggalnya.

**   

"Ayah lagi ngapain?" tanya Jose penasaran.

Sepertiga malam telah berlalu. Ayah Calvin selesai berdoa dan menemani Jose seperti biasa. Kini ia berkutat menghadapi artikel yang separuh selesai di MacBooknya.

"Lagi nulis artikel, Sayang. Sini..."

Diraihnya tangan Jose. Diajaknya anak itu duduk di sisinya. Jose memperhatikan Ayahnya menulis. Kelihatannya asyik juga. Menulis banyak artikel, dibaca banyak orang, dan terkenal. Lebih asyik lagi kalau bisa membuat buku.

"Ayah...?" panggil Jose pelan. Takut mengganggu Ayahnya.

"Hmmmm?"

"Jose mau jadi penulis."

"Ok."

Bukan sekedar "ok". Paginya, pria berkacamata itu turun tangan. Dia sendiri yang mengajarkan teknik-teknik menulis pada Jose. Dibekalinya Jose banyak buku tips menulis dari para penulis ternama. Ditantangnya Jose membuat satu tulisan setiap hari.

Hasilnya, Jose menjadi penulis novel setengah tahun kemudian. Novel-novelnya bertema fiksi musikal. Di tiap babnya, terdapat sisipan lirik lagu yang relevan dengan isi cerita.

"Ayah bangga sama kamu, Nak...bangga sekali." ungkap Ayah Calvin saat peluncuran novel musikal itu.

Waktu membaca majalah anak-anak untuk mencari referensi buat novel berikutnya, Jose menemukan pengumuman audisi pemilihan coverboy. Ia tertarik untuk ikut. Seru juga kan, kalau foto kita terpajang di majalah?

Seperti biasa, Ayah Calvin mendukungnya. Diajarinya Jose berpose. Fotografer profesional didatangkan untuk mendapatkan hasil pemotretan yang bagus. Foto persyaratan pertama seleksi pun terkirim. Redaksi majalah memilih Jose sebagai finalis.

Di luar dugaan, Jose terpilih. Ia bangga dan bahagia sekali. Senangnya jadi model majalah anak. Sejak saat itu, Jose bercita-cita ingin menjadi model.

Ayah Calvin mengajari Jose modeling dengan sabar. Jose baru tahu kalau Ayahnya mantan model. Pose dan catwalk, ia kuasai tekniknya dengan sempurna.

"Kenapa sekarang Ayah nggak jadi model lagi?" selidik Jose.

"Dengan tubuh seperti ini?" Ayah Calvin tertawa.

"Itu dulu, Sayang. Sudah lewat."

Tak sampai di situ saja. Ayah Calvin memasukkan Jose ke agency. Jadilah Jose model anak yang produktif.

**   

Brak!

Pintu kaca dibanting. Jose berlari masuk ruang santai dengan marah. Ia lempar sepatunya asal saja, lalu berteriak keras-keras.

"Jose mau jadi ustadz!"

Demi mendengar itu, Ayah Calvin menjatuhkan bukunya. Ditatapnya Jose tak percaya. Anak itu kerasukan malaikat ya? Pulang Tarawih bilang begitu.

"Ayah mau tahu dong, kenapa Jose pengen jadi ustadz."

"Tadi ustadznya pilih kasih. Dia cuma doain orang Palestina, orang Iran, sama orang Indonesia yang beragama Islam. Dia nggak doain orang Tionghoa, orang Manado Borgo, orang Linggong, orang Aceh keturunan Portugis..."

Tersentuh hati Ayah Calvin mendengarnya. Dipeluknya Jose erat. Ternyata Jose ingin menjadi ustadz agar bisa mendoakan minoritas.

Ayah Calvin membelikan banyak buku keislaman untuk Jose. Dikenalkannya Jose pada ulama-ulama moderat yang mengajarkan konsep pluralisme. Ia menawari Jose untuk belajar ilmu agama di pesantren modern. Jose semangat sekali belajar agama. Kemajuannya paling pesat dibanding teman-temannya. Saat teman-temannya baru hafal Juz Amma, Jose sudah hafal 20 juz. Saat teman-temannya masih belajar berceramah, Jose telah memenangkan banyak kontes dai cilik dan diundang berceramah dimana-mana.

Sepertiga malam itu, Jose terbangun lebih awal. Tak sengaja ia mendengar rintih kesakitan di dekatnya. Ayah Calvin sakit lagi. Setengah jalan menyelesaikan komunikasi transendentalnya dengan Khalik. Tak sngaja Jose mendengar nada putus asa dalam suara lirih Ayahnya.

"Ya, Allah, aku tidak tahu berapa lama lagi waktuku...aku mengkhawatirkan perusahaan, yayasan, dan anakku. Siapa yang akan meneruskan perusahaan dan yayasan bila aku pergi? Jose pasti tak mau..."

Ini kali pertama, sungguh ali pertama Jose mendengar Ayahnya berdoa. Biasanya, Ayah Calvin berdoa dalam diam. Dengan pilu dilihatnya pria berjas hitam itu susah payah bangkit dari posisinya. Ayah Calvin nampak begitu tak berdaya. Sisi lain yang jarang ditunjukkannya.

Penyakit itu pasti membuat Ayah Calvin menderita. Ia sangat tersiksa. Jose tak bisa, sungguh tak bisa melihat Ayahnya sakit.

Kesakitan Ayahnya mengguncang hati Jose. Begitu Ayahnya selesai, langsung saja Jose menjatuhkan diri ke pelukannya.

"Ayah...Jose nggak mau jadi tour guide, penulis, penyanyi, model, atau ustadz. Jose mau jadi dokter dan nerusin bisnis Ayah. Jose mau Ayah sembuh...Ayah nggak sakit-sakit lagi. Jose nggak mau kehilangan Ayah Calvin Wan."

Percayalah, kali ini Jose takkan mengubah cita-citanya. Apa pun akan Jose lakukan demi kebahagiaan dan kesehatan sang ayah.

Ayah Calvin balas memeluk Jose. Mengecup keningnya penuh kehangatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun